Afrika Selatan punya sejarah kelam selama politik apartheid berlangsung. Pada masa itu terjadi aniaya, diskriminasi dan pembunuhan secara besar-besaran terhadap penduduk asli. Dapat dibayangkan kebencian yang begitu mendalam dari para penduduk asli kepada pejabat pemerintah yang mayoritas dihuni penduduk keturunan berkulit putih.
Namun sebuah kisah menyentuh terjadi saat Nelson Mandela menjadi presiden. Saat itu dirinya menunjuk sebuah komisi untuk menghukum orang-orang yang telah melakukan tindak kekejaman selama berlangsungnya politik apartheid. Uniknya, setiap pejabat kulit putih yang dengan sukarela menemui pendakwa dan mengakui kesalahannya tidak akan dihukum.
Suatu hari seorang wanita dipertemukan secara langsung dengan pejabat yang telah secara brutal membunuh anak laki-laki satu-satunya dan suami yang sangat dikasihi. Ketika ditanya apa yang ingin ia lakukan terhadap pejabat itu, ia menjawab, “Meskipun saya tidak memiliki keluarga, saya masih memiliki banyak cinta untuk diberikan.” Ia kemudian meminta pejabat itu untuk mengunjunginya secara teratur supaya wanita itu bisa memperlakukannya dengan penuh kasih. Kemudian ia berkata, “Saya ingin memeluknya supaya ia tahu bahwa pengampunan saya itu nyata.”
Kisah nyata yang ditulis oleh Philip Yancey dalam buku Rumors of Another World itupun berlanjut dengan pingsannya pejabat tersebut ketika sang wanita menghampirinya di tempat saksi. Rasa penyesalan yang luar biasa membuatnya tak sadarkan diri. Inilah salah satu ilustrasi dari Rasul Paulus yang didalam Roma 12:20, berkata bahwa menunjukkan kebaikkan kepada musuh akan “menumpukkan bara api di atas kepalanya”.
Kepedihan yang ditusukkan wanita itu bukanlah balas dendam yang penuh dosa, melainkan api pemurnian cinta, yang dikaruniakan Allah yang dapat memunculkan penyesalan dan rekonsiliasi. Itulah balas dendam penebusan.
Baca Juga Artikel Lain :
Sumber : renungan harian