Seorang pemuda mengagumi keindahan sebuah patung. Detik itu juga dia bertekad untuk belajar mematung dari seorang seniman yang sangat terkenal di negeri itu. Setelah menempuh perjalanan jauh, pemuda itu berjumpa dengan sang seniman dan mengungkapkan keinginan hatinya untuk berguru.
Karena melihat perjuangan pemuda itu, sang pematung pun bersedia untuk menerima pemuda itu menjadi muridnya bahkan pematung itu juga berbelas kasih dengan mengizinkan pemuda itu untuk tinggal di rumahnya.
Sejak hari itu, mulailah pemuda itu belajar dengan tekun. Dengan hati-hati, dia belajar mengukur ketepatan bahan adonan semen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, dan mengenali setiap tekstur sesuai bentuk dan jenis benda yang akan dibuat patung, dan berbagai kemampuan mematung lainnya. Namun setelah belajar sekian lama, pemuda itu masih merasa tidak puas dengan hasil karyanya sendiri.
Dia merasa hasil karyanya begitu jauh tertinggal jika dibandingkan dengan karya gurunya. Ia pun menilai bahwa kehebatan hasil karya gurunya itu terletak pada alat-alat yang biasa dipakai oleh gurunya dan memutuskan untuk mengambil alat-alat itu dengan diam-diam. Hal itu diketahui oleh sang guru, namun sang guru membiarkan kelakuan muridnya itu.
Selang beberapa hari, dengan wajah lesu si murid mendatangi gurunya dan berkata, "Saya sudah berusaha dan berlatih dengan tekun sesuai petunjuk Bapak. Saya bahkan telah memakai alat-alat yang biasa dipakai Bapak. Kenapa hasilnya tetap tidak sebagus patung yang Bapak buat? Apa sebenarnya rahasia tangan Bapak?"
“Ini rahasianya,” jawab sang guru sambil menunjukan kedua tangannya yang kosong. Sang murid hanya menggeleng tidak mengerti. Gurunya menjawab dengan lembut, "Bapak sudah belajar dan berlatih membuat patung selama puluhan tahun. Bapak mengamati benda-benda, mencermati setiap gerak dan tekstur, kemudian berusaha menuangkannya ke dalam karya seni dengan segenap hati dan seluruh pikiran. Tidak terhitung berapa kali kegagalan yang telah dibuat, tapi tidak pernah pula Bapak berhenti mematung hingga hari ini.”
“Bukan alat-alat bantu canggih yang kamu butuhkan untuk menjadi seorang pematung handal, tetapi jiwa seni dan semangat untuk menekuninya yang harus kamu punyai. Dengan begitu, lambat laun kamu akan terlatih dan menjadi pematung yang baik," lanjut sang guru dengan bijaksana.
Penjelasan sang guru membuat pemuda itu tertegun. Ia merasa malu karena masih menginginkan semua terjadi secara instant. Dengan rendah hati ia pun meminta sang seniman untuk mau terus mendampinginya agar bisa menghasilkan patung yang indah. "Terima kasih Pak, saya berjanji akan terus berlatih, mohon bersabar mengajari saya."
Sumber : disadur dari web andriewongso/vina