Iman Abraham dan Ketidakpercayaannya

Kata Alkitab / 21 April 2012

Kalangan Sendiri

Iman Abraham dan Ketidakpercayaannya

Puji Astuti Official Writer
15819

Ketidakpercayaan menimbulkan konsekuensi yang menyakitkan, hal itulah yang terjadi dalam hidup Abraham. Ketika Abraham yang saat itu masih bernama Abram mengambil Hagar atas saran Sarai, hal itu pada akhirnya menimbulkan kesedihan kepada keluarganya. Bahkan kelahiran Ismael mempengaruhi keturunan-keturunannya hingga saat ini.

Abram tidak sabar menanti penggenapan keturunan perjanjian dari Tuhan dan mencoba menggenapinya dengan cara manusiawi. Cara yang dilakukan dengan pikiran manusia tersebut membawa jerat dan menjadi duri bagi dirinya sendiri dan juga keturunannya.

Dampak langsungnya, setelah Ismael lahir di usia Abram yang ke 86, Tuhan berdiam diri selama 13 tahun. Hal ini dapat dimengerti sebagai tanggapan hati Tuhan atas ketidakpercayaan Abram.

Pada akhirnya, ketika Abram mencapai umur 99 tahun Tuhan menampakkan diri dan menyatakan “Akulah Allah Yang Mahakuasa”  (Kejadian 17:1) dalam bahasa Ibrani: ‘ānî ‘ēl šadday. Firman ini merupakan sebuah peringatan bahwa walaupun Abram tidak percaya, Allah pasti akan menggenapi janji-Nya yang telah satu kali dijanjikan-Nya, bahkan dalam situasi yang mustahil.

Setelah itu Tuhan mengganti nama Abram menjadi Abraham yang artinya bapa sejumlah besar bangsa. Sedangkan Abram artinya adalah bapa yang agung. Nama baru Abraham adalah sebuah mana resmi yang berarti “bapa orang banyak”. Fakta ini memperlihatkan bahwa Abraham akan menembus batas-batas darah dan daging lalu menjadi nenek moyang bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Galatia 3:7, 29).

Setelah itu Tuhan memperbaharui perjanjiannya dengan Abraham dengan ditandai oleh sunat, “Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;” (Kejadian 17:10). Sunat merupakan sebuah tanda bagi Abraham dan keturunannya untuk memegang janji Allah dengan meninggalkan tanda perjanjian sebuah bekas pada tubuh mereka (ayat 13).

Tuhan bukan hanya memberikan nama baru kepada Abraham, tetapi juga kepada Sarai, ia diberi nama Sara yang berarti ibu bangsa-bangsa. Dalam sudut pandang penebusan, nama tersebut memiliki arti bahwa Yesus Kristus akan datang dari keturunan Ishak, anak yang dilahirkan Sara, dan akan bermunculan banyak orang kudus yang percaya kepada Yesus Kristus (Galatia 4:26).

Walaupun Allah sendiri yang berjanji kepada Abraham bahwa ia akan mendapatkan keturunan sendiri dari Sara, tetapi Abraham masih saja tidak percaya. Dalam Kejadian 17:17-18 Abraham memohon agar Ismael dapat diperkenankan hidup dihadapan Allah, namun dengan tegas Tuhan berkata bahwa anak dari Sara-lah yang akan mewarisi perjanjian dari-Nya.

Setelah Abraham mencapai usia 100 tahun, atau 1 tahun setelah perjanjian sunat dengan Tuhan, janji itu digenapi, Sara mengandung Ishak. Pada akhirnya setelah 25 tahun sejak pertama kali Tuhan berjanji kepada Abraham, akhirnya anak perjanjian itu lahir. Di usia Sara yang telah mencapai 90 tahun dan mati haid, mukjizat itu terjadi. Hari ini, ada mukjizat Tuhan juga bagi orang-orang percaya yang memegang dan menantikan janji Tuhan dengan sabar sampai akhir.

Ada beberapa peristiwa Abraham tidak percaya sepenuhnya kepada janji Allah. Akan tetapi, Roma pasal 4:20-22 memuji dengan luar biasa iman Abraham, “Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran”

Frase “diperkuat dalam imannya” sepertinya bertentangan dengan catatan sejarah tentang ketidakpercayaan Abraham. Akan tetapi kata “diperkuat” dalam bahasa Yunani adalah enedunamōthē, kata kerja pasif masa lampau (past tense) dari endunamaō, yang menunjukkan bahwa Allah yang menguatkan imannya, bukan usaha manusia. Melalui karya Allah, iman Abraham lama-kelamaan diperkuat sehingga pada akhirnya ia menjadi orang yang memiliki iman yang diinginkan Allah. Fakta ini menunjukkan  bahwa meskipun ada saat didalam hidup Abraham tidak percaya, kehidupannya berakhir dalam iman. Hal yang sama, walaupun kita memiliki masa lalu dengan ketidak percayaan, jika kita mengakhirnya dengan iman oleh kasih karunia Allah, maka Allah akan mengakui kehidupan kita sebagai kehidupan beriman.


Adaptasi dari buku : Pertemuan Yang Terlupakan; Pdt. Abraham Park, D.Min., D.D: Grasindo

Halaman :
1

Ikuti Kami