Demi alkohol dan narkoba, seorang wanita rela kehilangan bayinya. Namun di balik jeruji penjara sebuah pengalaman supranatural melepaskan dirinya dari semua ketagihannya.
Ayah Tracy memiliki bisnis di bidang seni peran sehingga mereka selalu tinggal berpindah-pindah. Pola hidup nomaden membuat Tracy harus selalu beradaptasi. Tidak hanya keharusan adaptasi yang membuat hidup Tracy terasa berat. Ayahnya adalah seorang peminum alkohol dan kedua orangtuanya seringkali bertengkar.
Karena sering berpindah rumah, Tracy hanya memiliki sedikit teman. Namun ketika akhirnya Tracy menemukan teman, seringkali ia memilih teman yang salah. Tracy bergabung dengan teman yang latar belakang keluarganya hancur dan ia berubah menjadi seorang anak yang tidak taat dan pemberontak.
Tracy selalu merasa sendirian. Di usianya yang baru meginjak 15 tahun, Tracy mulai menggunakan obat-obatan dan alkohol.
“Saya merasa tidak memiliki harga diri, tidak berharga, dan semua perasaan itu membuat saya mencari hal-hal lain di luar yang saya pikir bisa mengisi kekosongan yang saya rasakan,” ungkapnya.
Saat ia berusia 17 tahun, Tracy lari dari rumah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Tracy menjadi penari telanjang.
“Dunia penari telanjang adalah dunia yang penuh dengan kepalsuan. Satu-satunya cara agar dapat diterima adalah dengan melakukan hal-hal yang berbau seksual. Pemakaian narkoba membuat semuanya menjadi semakin parah.
“Saat saya mulai memakai obat-obatan itu, ada sebuah kebohongan besar yang berkata, ‘Kamu itu sangat berkuasa. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau’. Tapi tidak peduli seberapa banyak obat yang saya konsumsi, atau berapa banyak alkohol yang saya minum, semua itu tidak membuat rasa sakit yang saya rasakan pergi,” ungkap Tracy dengan sedih.
Tahun 1996, Tracy akhirnya tahu kalau dirinya hamil. Pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang dikenalnya di sebuah restoran. Begitu mengetahui dirinya hamil, Tracy tidak lagi menggunakan obat-obatan maupun minum alkohol. Namun ketika ia kembali mengkonsumsi obat-obatan dan minum alkohol, semua kebiasaan itu kembali 1000 kali lipat. Ketagihannya akan obat dan alkohol membuat Tracy kehilangan segalanya, termasuk anak perempuan yang dikasihinya.
“Saya mendatangi ibu saya dan mengatakan kepadanya kalau saya tidak dapat lagi menjaga anak saya. Anak saya diambil oleh ayahnya dan saya kehilangan hak asuh. Ketika saya kehilangan putri saya, saya ingat berada di bangku belakang mobil saya, hanya bisa menangis. Karena seharusnya saya datang ke pengadilan hari itu tapi saya tidak dapat hadir karena terlalu teler,” kisah Tracy dengan hati hancur.
Saat ketagihannya akan obat-obatan semakin meningkat, Tracy mulai melakukan kejahatan hanya agar ia dapat membeli narkoba. Ia terlibat dengan kelompok rasis kulit putih yang sering melakukan kekerasan, baik itu pencurian dan penyerangan. Tracy sama sekali tidak merasa bersalah saat melakukan hal itu. Ia juga tidak merasa takut karena pada dasarnya ia tidak percaya kalau Tuhan itu ada.
Dalam keterikatannya dengan narkoba di usianya yang baru menginjak 20 tahun, Tracy sudah keluar masuk penjara dan rehabilitasi jiwa. Jalanan menjadi rumahnya. Bahkan ibunya sendiri memiliki surat perintah agar dilindungi dari dirinya karena Tracy menjadi semakin keras tak terkendali. Akhirnya Tracy menyerahkan diri kepada polisi dan masuk penjara. Ia benar-benar merasa putus asa tanpa harapan. Tidak ada secercah harapan dalam hidupnya. Tracy akhirnya menangis kepada Tuhan yang tidak ia percayai keberadaan-Nya.
“Saya hanya berkata, ‘Kalau memang Engkau nyata, Engkau harus menolong saya’. Dan saya terus berdoa kepada Tuhan yang tidak saya percayai,” ujarnya.
Dan setelah terus menangis tiada henti selama 10 menit, tiba-tiba tanpa tahu darimana asalnya, Tracy merasakan kehangatan di kedua kakinya. Rasa hangat yang dirasakannya begitu luar biasa sehingga ia membuka matanya dan menghapus air mata untuk melihat siapa yang telah menyentuhnya. Tapi tak ada seorangpun yang memegangnya pada saat itu. Dan rasa panas itu terus menjalar ke atas sampai ke perutnya. Akhirnya Tracy sadar bahwa itu adalah tangan Tuhan dan apa yang ia rasakan adalah proses kesembuhan dari keterikatannya akan narkoba dan alkohol.
“Kata-kata yang keluar dari mulut saya adalah, ‘Kumemujimu ya Yesus dari Nazaret yang baik!’. Dan bagaimana saya dapat berkata seperti itu, saya tidak pernah tahu. Tapi rasa hangat itu menjalar ke seluruh tubuh saya dan saya merasakan sebuah penghiburan dan damai yang tidak pernah saya rasakan seumur hidup saya. Kejadian itu merupakan awal dari hidup saya,” kisah Tracy mengenai awal titik balik dalam hidupnya melalui pengalaman supranatural yang dialaminya.
Di tahun 2005, Tracy masuk ke rumah Women’s Halfway dan mulai pergi ke gereja.
“Perubahan yang terjadi dalam diri saya begitu luar biasa. Saya mulai memiliki sebuah keintiman berjalan bersama Yesus. Saya selalu mencari-Nya. Saya benar-benar ingin tahu siapakah Dia. Apa yang telah terjadi pada saya dan apa yang telah saya alami. Saat kesembuhan itu saya terima, saya tidak berkata, ‘Saya memuji engkau alam semesta’ melainkan dengan tepatnya saya berkata, ‘Saya memuji Engkau Yesus dari Nazaret yang baik’. Itulah yang ingin saya ketahui, siapakah Yesus dari Nazaret yang baik itu,” ungkap Tracy.
Hari ini, Tracy telah bebas sepenuhnya dari kecanduannya akan obat-obatan. Ia bahkan menjadi mentor bagi orang-orang yang sembuh dari kecanduan narkoba di Arizona. Ia lulus dari kuliahnya di bidang Bisnis Manajemen dan menikah dengan seorang pria yang baik.
“Yesus adalah teman terbaikku, Tuhanku, penghiburku, Juruselamatku. Dan bagi Anda di luar sana yang merasa hidup tanpa harapan, iman dan kepercayaan, jika Anda mau merendahkan diri, lakukan apapun yang Anda bisa, apakah itu berlutut, tersungkur dan menangis kepada Tuhan yang dapat memulihkan Anda, saya jamin Tuhan akan melakukan semua hal itu bagi Anda. Sudah terbukti dalam kehidupan saya,” ujar Tracy menutup kesaksiannya.
Sumber Kesaksian: Tracy Judkins Sumber : V111214173717