Shortcut

Investment / 3 April 2011

Kalangan Sendiri

Shortcut

Hot Triany Nadapdap Official Writer
2472

“Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Matius 7:14)

 

Kita sadar bahwa kita hidup di tengah dunia yang menawarkan begitu banyak kemudahan. Semua perusahaan berlomba menyajikan kemudahan dan kecepatan, baik dari penyajian, layanan, pengantaran, pembuatan, sistem, dan sebagainya. Kecanggihan teknologi juga mendukung semakin meningkatnya kemudahan dan kecepatan layanan yang tentu didambakan setiap konsumen. Untuk membayar kartu kredit, misalnya, kita tak perlu repot-repot lagi antre karena dapat melakukannya melalui ponsel kita. Demikian pula untuk mentransfer uang, memeriksa saldo, dan sebagainya.

Namun, kita perlu mewaspadai dampak dari kenyamanan-kenyamanan itu. Ya, budaya ingin serba cepat dan makin cepat ini dapat pula merusak mental dan iman kita. Jika sebatas menggunakan teknologi dan layanan jasa, tentulah tidak masalah. Namun, jika sikap “ingin cepat” atau jalan pintas itu ingin kita terapkan dalam segala hal, itulah yang perlu kita waspadai. Alkitab versi The Message menerjemahkan istilah “jalan yang lebar dan luas” sebagai shortcut atau jalan pintas. Semua orang saat ini ingin jalan pintas, bahkan dengan cara menipu. Mulai dari produk asal Tangerang yang dikatakan buatan Jepang. Prinsip kalau bisa menjual yang palsu, buat apa repot mencari yang asli? Sampai paham, jika dengan menyuap urusan bisa lebih cepat, buat apa susah-susah lewat jalur resmi? Apalagi godaan ini makin menggiurkan karena banyak orang yang juga melakukannya. Tepat seperti kata Alkitab, banyak orang yang ingin melewati shortcut itu.

Amsal 14:12 mengatakan, ada orang yang menganggap jalan itu lurus, tapi sebenarnya ujungnya menuju maut. Renungkan ini, jika dalam satu perjalanan kita tiba di persimpangan dan harus memilih salah satunya. Yang satu jalan berbatu, sempit berkelok-kelok, dan bakal susah melewatinya, tapi kita tahu jalan inilah yang akan membawa kita tiba di tujuan. Sedang jalan yang satu lagi lebih lebar, mulus dan nyaman, tapi ujungnya adalah jurang curam.

Pertanyaan sederhana, jalan mana yang kita pilih? Karena kita sudah tahu bahwa ujungnya jurang, tentu konyol jika kita memilih jalan mulus itu, bukan? Demikian pula dalam perjalanan karier dan hidup Anda, apa pilihan Anda? (PM)

Jangan sampai tergoda menempuh jalan pintas yang kita tahu ujungnya menuju maut.

Sumber : Renungan Harian Spirit
Halaman :
1

Ikuti Kami