Jujur Akan Masa Lalu Dan Menghadapinya

Single / 6 December 2010

Kalangan Sendiri

Jujur Akan Masa Lalu Dan Menghadapinya

Lestari99 Official Writer
10787

Berikut adalah sebuah skenario yang sudah tidak asing lagi: seorang wanita berkencan dengan seorang pria dan berpikir, “Ok, jadi dia telah melakukan ini dan itu dan dia hanyalah seorang gelandangan, tapi saya mencintainya.” Kemudian sang wanita menikah dengan pria tersebut dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, hidupnya menjadi menyedihkan. Wanita ini kemudian akan mendatangi seseorang seperti saya untuk melakukan konseling. Saya sering bertanya, “Apakah Anda tidak melihat hal ini sebelum menikah?” Lalu ia akan menjawab, “Ya, saya melihatnya tapi saya pikir saya bisa mengubahnya.”

Menurut saya, banyak orang yang tidak benar-benar jujur saat menjalani proses pacaran. Atau banyak yang merasa wajib untuk terus bertahan karena mereka telah berpacaran selama beberapa tahun, meskipun mereka mungkin memiliki beberapa alasan yang kuat untuk mengakhirinya. Tetapi jika Anda saat ini sedang berjuang dengan beberapa aspek yang dimiliki seseorang, Anda mungkin perlu melihat hal itu sebagai sebuah bendera merah. Pada akhirnya, itulah tujuan setiap kita menjalani proses berpacaran – untuk memutuskan, berdasarkan apa yang telah Anda pelajari, untuk menikah atau tidak dengan orang itu.

Sebagai orang yang memiliki iman Kristen – iman yang menekankan pengharapan untuk masa depan, meskipun kita mengalami kegagalan di masa lalu – kita seringkali sengaja mengabaikan masa lalu seseorang ketika memutuskan untuk berpasangan dengannya. Semua orang memang melakukan kesalahan, namun beberapa kesalahan memiliki konsekuensi yang akan terus mengikuti kita selama sisa hidup kita. Untungnya Tuhan tidak memandang segala kesalahan kita jika kita datang kepada-Nya dalam pertobatan sejati, namun kesalahan-kesalahan itu masih bisa membawa konsekuensi negatif yang dapat mempengaruhi hubungan masa depan kita, terutama dalam pernikahan.

Proses berpacaran seharusnya menjadi masa untuk menemukan dan menganalisis apakah ia dapat menjadi pasangan yang baik seumur hidup kita. Dan jangan buat kesalahan mengenai hal ini – sejarah hidup seseorang dapat menjadi faktor utama dalam menentukan bagaimana mereka akan menjalani hubungan masa depan mereka. Namun karena kita peraya pada pengampunan akan dosa masa lalu, banyak pasangan Kristen yang gagal melihat faktor sejarah masa lalu ke dalam keputusan mereka untuk menikah. Seseorang yang bijaksana dalam mencari pasangan, bagaimanapun juga, akan melakukannya dengan baik untuk melihat ke dalam sejarah hidup pasangannya yang berpotensi menimbulkan masalah. Dan melakukannya bukanlah sesuatu yang tidak adil, bahkan bagi mereka yang bukan Kristen.

Saya setiap saat mengonseling orang-orang yang bergumul dengan isu-isu masa lalu mereka. Sebagai contoh: seorang wanita merasa suaminya memanfaatkan dirinya hanya untuk seks karena semua pria di masa lalunya melakukan hal itu. Itu adalah sebuah hal yang seharusnya sudah ia pelajari selama proses berpacaran. Jika Anda tidak bisa berjalan dengan seseorang seperti itu, jika Anda tidak dapat membawa beban berat itu, maka biarkan ia pergi sehingga ia dapat menemukan seseorang yang dapat menerima mereka apa adanya. Ada orang-orang yang luar biasa, penuh kasih dan jenis orang yang telah dikaruniai Allah untuk melakukan hal itu. Mereka yang dapat berkata, “Aku akan mencintaimu, menghargaimu dan menjagamu apapun yang terjadi.” Tuhan dapat mengaruniakan kasih sayang, dorongan maupun belas kasihan kepada seseorang. Namun ini tidak berarti mereka yang tidak dikaruniai hal itu adalah orang jahat. Namun Anda harus jujur ketika menyadari Anda merasa tidak nyaman ketika berurusan dengan bagasi masa lalu seseorang.

Misalnya saja Anda menemukan bahwa orang yang Anda kencani memiliki masa lalu suka mengutil. Anda mungkin bertanya-tanya ia bertumbuh di tengah nilai-nilai seperti apa yang mengizinkannya untuk melakukan hal-hal seperti itu. Mengetahui pilihan-pilihan yang telah mereka buat di masa lalu, Anda mungkin tidak ingin melanjutkan hubungan ini – dan hal itu menurut saya wajar. Masa berpacaran adalah proses mengenal seseorang, pilihan-pilihan yang telah mereka buat dan siapa mereka sebenarnya.

Anda mungkin akan berkata, “Lalu bagaimana dengan pengampunan?!” Ini bukan soal menolak untuk mengampuni kekurangan seseorang atau menghakimi seseorang karena kesalahan yang pernah mereka buat. Anda dapat mengampuni mereka (Tuhan saja melakukannya), tetapi itu tidak berarti Anda harus menikah dengannya. Ingatlah, masa berpacaran adalah sungguh-sungguh mengenal seseorang secara utuh dan berpikir – ya, saya sangat nyaman dengan orang ini, atau, saya tidak nyaman.

Katakanlah pacar Anda memberitahu Anda bahwa ia telah melakukan aborsi tiga atau empat tahun yang lalu. Jika Anda benar-benar yakin dapat menerima hal ini, dan Anda mampu mencintai dan menghargai wanita ini dan membantunya menghadapi efek emosional dan fisik akibat keputusan itu, maka itu bagus! Jika di sisi lain, Anda bergumul dengan beberapa karakter yang dimilikinya yang memungkinkannya untuk membuat keputusan itu, atau Anda prihatin dengan masalah-masalah emosional dan fisik yang mungkin timbul akibat keputusan itu, Anda memiliki hak untuk mengakhiri hubungan itu. Keputusan itu tidak membuat Anda menjadi orang jahat. Keputusan itu hanya membuat Anda jujur. Lebih baik untuk mengakhiri hubungan itu sekarang sebelum Anda menikah, daripada mengalami kesulitan besar karena hal itu setelah Anda menikah. Sekali Anda berkata, “Saya bersedia”, ini menjadi sebuah keputusan hidup yang jauh berbeda – Anda harus menghadapinya seumur hidup Anda. Namun bukan hal yang salah untuk beralih ke lain hati jika Anda masih dalam tahap berpacaran. Ingatlah: masa berpacaran memang ada untuk itu. Lagipula, lebih baik baginya untuk menemukan seseorang yang dikaruniai Tuhan kemampuan untuk menerima masa lalunya.

Mungkin seseorang yang ‘spesial’ bagi Anda berkata bahwa ia memiliki penyakit menular seksual – salah satu yang akan Anda alami juga jika Anda menikahinya. Saat ini adalah waktunya untuk pergi, jika Anda memang tidak sanggup hidup dengan hal itu.

Bisa jadi hal-hal sederhana lainnya... keluarganya berantakan. Mungkin sikap ayahnya membuat Anda gila. Anda mungkin melihat sebuah masalah ketika melihat bagaimana ibunya memperlakukan ayahnya – yang bisa saja menjadi indikator bagaimana anaknya akan memperlakukan Anda. Saat ini adalah waktunya untuk pergi.

Beberapa isu bisa jadi lebih sulit seperi pelecehan seksual atau kecanduan alkohol maupun pornografi. Masalah-masalah ini dapat Anda hindari dengan mengakhiri hubungan ketika masih dalam tahap berpacaran – dan sekali lagi, itulah kenapa dibutuhkan masa berpacaran. Anda dapat menganalisa situasi dan melihat pacar Anda secara utuh dan melihat jika Anda dapat menerima segala kekurangannya jika akhirnya masuk ke pernikahan.

Sangat penting bagi para pria dan wanita untuk benar-benar jujur satu sama lain selama masa berpacaran. Hal-hal seperti ini harus diungkapkan selama masa-masa pacaran. Tidaklah adil untuk menjalani pernikahan selama 18 bulan, dua tahun atau bahkan lima tahun sementara pasangan Anda harus bergumul menghadapi hal-hal yang bahkan ia tidak tahu ada di dalam Anda. Anda harus jujur satu sama lain selama masa pacaran. Jika seseorang merasa mereka tidak dapat menerima hal-hal tertentu, lebih baik bagi mereka jika beralih ke lain hati.

Yang tidak boleh Anda lakukan adalah mengikat seseorang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun meskipun mereka memiliki masalah yang serius. Hal ini tidak adil bagi pasangan Anda. Anda harus merelakannya pergi sehingga ia dapat menemukan seseorang yang dapat menerima mereka apa adanya – baik masa lalu maupun keberadaan mereka seutuhnya. Anda bisa saja berkata, “Saya benar-benar mencintainya. Bagaimana bisa saya membiarkannya pergi?” Tapi jika Anda memiliki masalah serius untuk memasuki pernikahan, hal penuh kasih yang dapat Anda lakukan adalah merelakannya pergi. Tidaklah adil untuk menggantung seseorang dan membuat mereka bertanya-tanya dapatkan Anda menerima masa lalu mereka atau tidak.

Sumber : Mark Gungor - cbn.com
Halaman :
1

Ikuti Kami