“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; ....”
Banyak dari kita akrab dengan ayat-ayat ini yang tertulis dalam 1 Korintus 13. Berapa kali kita mendengar bagaimana para pasangan membaca ayat ini selama upacara pernikahan atau dikutip untuk menggambarkan cinta sejati? Dan memang demikian – ayat-ayat ini sangat menangkap esensi dari bagaimana mencintai seseorang.
Selama bertahun-tahun, saya berkonsentrasi pada aspek positif dari ayat-ayat ini. Fokus saya lebih pada bagian bahwa kasih itu sabar, baik hati, menutupi segala sesuatu dan lain sebagainya. Namun baru-baru ini sesuatu terjadi dan pada akhirnya justru membantu saya memahami sisi lain dari ayat-ayat yang tidak begitu menyenangkan atau positif. Aspek yang saya bicarakan dapat ditemukan pada akhir bagian ayat-ayat ini. Sangat ironis bahwa ayat itu ditempatkan di sana karena merupakan bagian penting dari bagaimana mencintai pasangan kita. Mungkin pepatah lama yang mengatakan “simpan yang terbaik di akhir” berlaku dengan sangat tepat. Bagian dari 1 Korintus 13 yang saya maksudkan melibatkan lima kata: kasih sabar menanggung segala sesuatu.
Sampai baru-baru ini dalam suatu kunjungan ke adik perempuan saya, saya mengabaikan aspek abadi dari kasih ini. Adik perempuan saya, Kari, sedang mengandung. Sayangnya, ada berita baik dan buruk di balik kehamilannya. Berita baiknya adalah Kari dan suaminya, Roger, memiliki calon anak perempuan yang sehat dan diberi nama Hannah. Ia tumbuh semakin kuat setiap hari. Namun berita buruknya adalah Hannah ingin lahir lebih cepat. Malahan, empat bulan lebih awal tepatnya. Akibatnya, Kari harus menghabiskan sisa kehamilannya berbaring di ranjang rumah sakit.
Pertama kali saya mengunjungi Kari, tepat 43 hari sudah ia terbaring di rumah sakit. Dalam kunjungan kami, saya mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi karena saya sangat terkejut melihat semua jarum dan kabel yang berseliweran dari dan ke tubuhnya. Belum lagi segala obat yang menyakitkan, suara monitor dan perawat yang hilir mudik keluar masuk ruangan untuk memeriksa kondisinya. Luar biasa, semua ini terjadi selama satu jam kunjungan kami. Satu jam! Saya tidak bisa membayangkan penderitaan yang harus Kari hadapi dalam waktu 24 jam, apalagi selama 43 hari. Kasih sabar menanggung segala sesuatu.
Jadi apa yang Paulus maksudkan ketika dia menulis bahwa kasih sabar menanggung segala sesuatu? Menurut kamus American Heritage, kata “menanggung” berarti “untuk terus melanjutkan, meskipun dalam kesulitan; untuk menanggung dengan toleransi; dan untuk menderita dengan sabar tanpa menyerah”. Menderita dengan sabar tanpa menyerah – apakah ini juga bagian dari cinta?
Seringkali, saya melupakan sisi ini dan mengfokuskan diri pada aspek positif dan indah dari kasih. Seperti ketika istri saya, Erin, berkata bahwa ia mencintai saya. Atau ketika saya pulang kerja ke rumah dalam kondisi lelah setelah menjalani hari kerja yang panjang, lalu anak saya yang baru berusia 2 tahun berteriak dengan gembira, “Papa pulang!” Contoh-contoh ini sekilas menggambarkan betapa indahnya cinta itu. Tetapi cinta sejati juga termasuk dengan bertahan dalam kesulitan dengan toleransi. Kadang-kadang hal itu berarti berkorban untuk pasangan kita.
Melalui pengorbanan Kari untuk Hannah, saya diingatkan akan cinta yang ingin saya berikan kepada istri saya. Ini adalah cinta abadi yang sama seperti yang Kristus lakukan bagi kita, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” (1 Yohanes 3:16). Dengan cara yang sama bagaimana Kristus telah mati bagi kita, saya mendorong Anda untuk berkomitmen “bertahan” bagi pasangan Anda. Ini adalah suatu komitmen dimana melalui itu semua pernikahan dapat diperkuat atau bahkan dipulihkan. Ketika kita “sabar menderita tanpa menyerah” untuk pasangan kita, tidak ada kesulitan atau percobaan yang tidak dapat kita atasi. Kasih sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak pernah gagal.
Sumber : crosswalk.com