Wakil Ketua DPR Pramono Anung dari fraksi PDI Perjuangan menentang keras rencana pembangunan gedung baru DPR yang menelan biaya sekitar Rp 1,6 triliun. Melalui twitternya, Pramono menyatakan sikapnya.
“Sebagai pimpinan DPR, terus terang saya malu dengan rencana pembangunan gedung DPR yang baru, tidak sensitif dan jauh dari rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Ditambah lagi rencana pembangunan tersebut belum pernah diputuskan dalam rapat pimpinan, sehingga Pramono berencana akan meminta agar pembangunan tersebut dievaluasi atau ditunda.
“Tidak ada keputusan di DPR yang mutlak dan tidak bisa dibatalkan,” ujarnya. Pramono memastikan, bersama Wakil Ketua DPR lainnya, akan membawa persoalan gedung baru dalam rapat pimpinan yang akan digelar hari ini (2/9).
Seperti diketahui, DPR merencanakan akan melakukan pembangunan Gedung Baru dengan anggaran sekitar Rp 1,6 triliun. Gedung baru tersebut rencananya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diharapkan ‘dapat menunjang kinerja’ anggota DPR, termasuk ruang rekreasi seperti spa dan kolam renang.
“Kenapa enggak sekalian dibuka panti pijat? Tidak perlu ada fasilitas relaksasi, apalagi kalau ada fitness segala. Berlebihan,” ujar Pramono. Secara keseluruhan, pembangunan gedung itu dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.
Team leader teknis pembangunan gedung DPR, Budi Sukada, menuturkan fasilitas kolam renang, tempat kebugaran, spa, toko, apotek dan sebagainya tidak dipakai untuk tujuan bermewah-mewah. Sarana itu dibangun guna memenuhi aturan pembangunan gedung di DKI Jakarta.
Sedangkan Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan menilai, anggaran pembangunan gedung baru DPR itu terlalu besar. Jika dihitung rata-rata, harga satu ruangan anggota DPR itu Rp 2,8 miliar. Nilai itu sangat mahal, bahkan untuk perkantoran di Jakarta.
Setiap anggota dewan akan menempati ruangan seluas 120 meter persegi yang akan diisi 7 orang, yaitu 5 staf ahli dan 1 staf pribadi serta anggota dewan. Ruangan itu akan dilengkapi dengan ruang rapat dan istirahat. Ruangan seluas 120 meter persegi tersebut masih lebih besar daripada luas lima rumah sederhana sehat bersubsidi, yang masing-masing hanya 21 meter persegi.
“Bukan memikirkan kepentingan rakyat, DPR malah mikirin diri sendiri. Rasanya tidak rela jika segelintir orang yang menjadi wakil rakyat bermewah-mewah saat rakyat masih miskin,” ujar Suwoko HS, pensiunan TNI berpangkat sersan kepala.
Bagi rakyat miskin di Jakarta, gedung DPR saat ini sudah mewah sehingga niat untuk membangun gedung baru yang lebih mewah tak masuk akal mereka. Apalagi anggaran Rp 1,6 triliun sebenarnya cukup untuk membiayai bantuan iuran jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi lebih dari 22 juta warga miskin selama satu tahun. Karena di tahun ini pemerintah mengalokasikan dana bantuan iuran jamkesmas sebesar Rp 6 ribu per bulan atau Rp 72 ribu per tahun untuk satu warga miskin.
Sementara itu Ketua DPR yang merangkap Ketua Badan Urusan Rumah tangga (BURT) DPR, Marzuki Alie, meminta pihak-pihak di dalam maupun di luar DPR yang tidak mengerti mengenai rancang bangun gedung itu untuk tidak mengeluarkan pernyataan apapun. Meski ‘digebuk’ sana-sini, Marzuki menegaskan bahwa proyek 36 lantai itu akan tetap diteruskan.
Permasalahan di negeri ini memang sangat kompleks. Kinerja DPR sejauh ini belum menunjukkan hasil yang maksimal di mata rakyat sehingga rencana pembangunan gedung baru ini menggores hati banyak pihak. Kalau saja kinerja para anggota Dewan sangat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, rencana pembangunan gedung baru pasti tidak akan seribut ini.
Sumber : kompas