“When you quit regretting, when you quit doing stupid things, when you quit believing your pointless nonsense, when you quit being stubborn, when you quit blaming others, when you quit wearing your mask, when you quit being untrue, when you quit depressed, quit your bad habits, when you quit pushing your luck on the same person. Winners=those who stopped (quit) doing the same mistakes and jump to the next level.” - K-ray Cahyadi –
“Winners never quit!” Demikianlah kita selalu dicekoki dengan kalimat motivasi seperti ini. Dengan semangat membara kita mempercayai semboyan ini, setiap kali kita terjatuh, lemah, tak lagi berdaya, kalimat ini seolah memiliki daya magis untuk mengembalikan semangat kita. Kita lalu menjadi lebih bertenaga dalam melakukan berbagai kegiatan.
Tanpa sadar, keampuhan kalimat mantra itu kita terapkan secara buta di dalam semua segi kehidupan kita. Saya menjumpai banyak orang yang terjebak dalam pemakaian standar mantra tersebut dalam konteks yang salah kaprah. Winners never quit? Benarkah begitu? Coba simak ulasan berikut:
Seorang sales, sudah beberapa bulan sulit sekali menjual produknya. Dia terus mencoba, terus mencoba, tapi dia tidak bisa melewati rekannya. Karena ia sangat percaya dengan kalimat “winners never quit”, dia terus mencobanya. Tanpa terasa tahun-tahun dilewati tanpa ada perkembangan, hasil penjualan yang tidak pernah sebanding dengan jerih payah. Komisi yang tidak seberapa tidak mampu lagi menutup biaya hidup keluarganya. Namun tetaplah ia berpegang teguh pada prinsip “winners never quit” dan dia tetap setia teguh di situ. Tak terasa, istri tercintanya menjadi jengah melihat karir seorang suami, tumpuan keluarga tidak mengalami perkembangan berarti. Berkali-kali sang istri meyakinkan sang suami untuk berhenti (quit) dan mencari peruntungan lebih baik, tapi sang suami menganggap pendapat sang istri justru sebuah serangan pada egonya. Sang istri akhirnya pergi membawa anak-anak mereka meninggalkan suami tercintanya untuk kehidupan lebih baik. Sang suami berubah menjadi pecandu alcohol, malam-malamnya hanya diisi dengan berbotol-botol minuman keras dan berbatang-batang rokok.
Ironis sekali bukan? Sebuah kata-kata indah “winners never quit” sering kali menjadi di-fabrikasi oleh perusahaan tempat kita bekerja, untuk memecut kita maju lebih lagi dalam berusaha. Hanya sedikit orang yang sadar, terkadang kata-kata tersebut digunakan untuk memperalat kita sebagai seorang pegawai (dengan benefit yang tidak sebanding). Sebuah kalimat semacam “winners never quit” yang sudah memiliki tempat agung di dalam kehidupan tiap orang kiranya jangan pernah ditelan mentah-mentah.
“Segala hal memiliki konteksnya. Tanpa konteks yang tepat semua kata mutiara yang Anda kenal hanya akan membuat Anda menjadi bulan-bulanan kehidupan.” - K-ray Cahyadi -
Mari kita lihat kehidupan si istri. Sang istri yang membawa kedua anaknya memutuskan berhenti untuk menaruh harapannya pada sang suami. Dia berhenti menjadi seorang ibu rumah tangga yang lemah. Ia berubah menjadi seorang ibu rumah tangga yang kuat, dia mulai mencari nafkah. Dengan sedikit modal dari hasil menjual cincin berlian perkawinannya, ia membuka sebuah tempat makan. Dengan usaha yang penuh komitmen dia mulai bisa mengangkat kehidupannya. Ia berhasil menyekolahkan kedua anaknya. Anaknya berhenti menjadi anak manja. Berkat prestasinya di sekolah, ia mampu memberikan kursus pelajaran bagi anak-anak lain yang menjadi yuniornya di sekolah. Sang adik berhenti meminta uang untuk membeli pakan ikan. Dia belajar dengan menjual anak-anak ikan ke teman-teman SD-nya dan bisa mencari alternatif pakan ikan lain dari jentik nyamuk.
Bayangkan bila Alfa Edison tidak pernah berhenti menggunakan metode yang salah dalam menciptakan lampu, atau cobalah Anda pikirkan semisalnya semua penemu semacam Graham Bell tidak pernah mau berhenti untuk menggunakan cara-cara yang tidak berhasil dalam percobaannya, saat ini handphone yang Anda pegang hanyalah barang mimpi.
Kembali pada cerita si suami, sang suami yang semakin bertambah usia tidak mau berhenti dari kebiasaannya mengkonsumsi alkohol. Dia juga tidak pernah mau berhenti menjadi manusia keras kepala. Upah keras kepalanya terbayar dengan diusirnya dia dari kantor tanpa pesangon yang jelas. Hari terus berjalan, dia tidak pernah mau berhenti menyakiti orang-orang di sekelilingnya. Teman-temannya menjauh karena tidak tahan bergaul dengannya. Lalu sang suamipun menyesal, dan terus menyesal, dia terus tenggelam dalam jurang depresi, dia tidak berhenti dari kegalauan hatinya. Mencari obat depresi dengan minuman keras dan nikotin.
QUIT! BERHENTI! Sadarilah sekarang, pertimbangkan dengan matang, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, segala sesuatu memiliki konteksnya. Bila Anda memaksa memberlakukan semua nilai tanpa melihat konteks, maka Anda sama seperti seorang montir yang menggunakan sumpit untuk menyetel katup mesin, atau mungkin Anda sama dengan seorang koki yang mencoba memotong daging dengan kunci inggris. Mungkinkah Anda menebang pohon besar dengan sebuah pisau dapur?
Anda bisa menjadi pemenang bila Anda berhenti! Tentunya kalimat inipun harus disesuaikan dengan konteksnya. Anda bisa jadi pemenang saat Anda berhenti menyalahkan orang lain, berhenti menyalahkan keadaan, berhenti depresi, berhenti terus menyesal, berhenti menjadi keras kepala, berhenti menjadi sok tahu, berhenti dari kebiasaan buruk, berhenti merasa menjadi yang paling benar, berhenti melakukan hal bodoh, berhenti berpura-pura.
Winners never quit, pemenang tidak pernah berhenti! Benar, bila konteksnya adalah tidak pernah berhenti mencoba cara-cara baru, tidak pernah berhenti belajar, tidak pernah berhenti berubah kearah perbaikan. Sekali lagi LIHAT KONTEKS-nya.
Roma 8:37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.Resapi, renungkan dan praktekkan. Karena perubahan memerlukan tindakan.
Sumber : Cahyadi Tanujaya