Dibakar Oleh Dendam, Dibalut Dengan Kasih

Family / 3 August 2010

Kalangan Sendiri

Dibakar Oleh Dendam, Dibalut Dengan Kasih

Puji Astuti Official Writer
8646

Karena pergaulan buruk dengan teman-teman ganknya, perkelahian, narkoba dan minuman keras menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup Odi Manaroisong sejak masih remaja.

"Ketika saya minum arkohol, bawaan saya itu sudah lain. Kadang-kadang bukan masalah saya, bukan urusan saya, bisa buat saya emosi. Saya tidak mau teman satu gank saya di pukul oleh orang. Tidak perduli teman saya yang salah atau orang yang salah, saya akan berusaha tampil menjadi pahlawan. Hal ini saya lakukan supaya mereka tahu siapa saya."

Perkelahian demi perkelahian di jalani Odi dan ganknya demi pembuktian bahwa diri mereka hebat. Namun semua itu tidak bisa memuaskan hasrat Odi, dia ingin lebih lagi melakukan pembuktian dengan merantau ke Jakarta.

"Rasa ingin tahu saya begitu besar. Dan menurut saya kalau belum merantau ke Jakarta, bukan laki-laki Manado. Saya merasa kampungan banget kalau jadi preman tapi cuma preman di kampung," tutur Odi.

Sesampainya di Jakarta, Odi tinggal di rumah saudara teman satu ganknya yang ternyata adalah pengedar narkoba. Hal itu membuat hidup Odi lebih hancur.

"Kalau malam, banyak anak-anak yang datang ke rumah itu. Ternyata rumah itu adalah markas. Di rumah itulah saya baru mengenal yang namanya gele, dan ganja. Bukan hanya pemakai saja, saya juga disuruh-suruh antar barang kesana-sini. Hal itu membuat pola pikir saya berubah, kehidupan yang penting adalah senang. Kalau sudah bosan dengan gele, dengan minuman, dengan arkohol, maka yang selanjutnya adalah wanita."

Namun selama menjalani kehidupan kelamnya di Jakarta, Odi mulai berpikir dan rindu akan kedua orangtuanya.

"Ketika saya sendirian, saya jadi rindu orang tua, rindu kampung. Kenikmataan sesaat itu tidak bisa memuaskan saya. Pada waktu saya diam, di situ ada bisikan-bisikan di hati. Saya berusaha mengabaikannya, tapi akhirnya saya putuskan untuk pulang saja."

Odi pun kembali ke kampung halamannya, dan kembali bergaul dengan teman-temannya sesama preman. Hingga suatu malam, suatu peristiwa terjadi.

"Saya dengan teman-teman sedang di kedai minum, kami minum di sebuah meja, dan ada kelompok lain yang sedang minum juga di meja yang lain. Mereka termasuk preman-preman yang di segani di kampung. Karena kami tidak bergabung dengan mereka, kami di bilang sombong. Saya sangat tidak suka mendengar hal tersebut."

Sewaktu Odi keluar dari kedai untuk buang air kecil, salah seorang dari kelompok tersebut mengikutinya keluar. Setelah adu mulut sebentar, mereka akhirnya berduel. Pria itu membawa sebuah pisau, sedangkan Odi hanya membawa botol yang telah dipecahkan.

"Dia mau menusuk saya dengan pisau, saya menghindar. Dalam perkelahian tersebut hanya tangan saya saja yang terluka, sedang pisau orang itu terlepas. Saya duduki perut dia, dan hanya melukai orang tersebut."

Namun perkelahian Tersebut tidak berakhir disitu saja. Ternyata orang yang dilukai oleh Odi menyimpan dendam kesumat kepadanya. Tak pernah disangka oleh Odi, preman tersebut melakukan pembalasan dengan membunuh kakaknya, yang juga seorang preman juga.

"Saya pikir cuma tertusuk pisau saja, hal itu sudah biasa. Namun saya mendapat berita bahwa dia sudah mati. Saya stres sekali. Saya merasa, teman saja kalau di pukul orang saya bela mati-matian, tapi kakak saya sendiri saya tak bisa lakukan apapun."

Hal ini membuat Odi sangat terluka, dia merasa sangat sakit hati terhadap orang tersebut sehingga membuatnya merencanakan sesuatu yang sangat jahat terhadap orang tersebut.

"Saya rasa kebencian, akar pahit dan sangat ingin balas dendam. Kalau saya bertemu dengan orang tersebut, saya tidak akan membunuhnya, saya akan membuat orang itu cacat seumur hidup. Saya membuat janji tersebut di depan kuburan kakak saya."

Waktu berlalu namun kenangan pahit itu masih membekas di hatinya. Hingga suatu hari Odi melihat orang yang membunuh kakaknya. Orang tersebut hanya beberapa belas meter di depannya.

"Sewaktu saya melihat dia, saya ingat kembali komitmen saya di depan kubur kakak saya untuk membalas dendam pada orang itu. Saya jadi seperti orang kerasukan. Orang tersebut hanya berada sekitar dua puluh atau lima belas meter saja."

Namun ada sesuatu yang menahan Odi untuk melakukan pembalasan kepada orang tersebut. Dua tahun sebelumnya, sebuah perjumpaan yang mengubahkan di alami oleh Odi.

"Saya waktu itu dalam keadaan mabuk, dan melewati sebuah gereja kecil. Didalam gereja tersebut sedang berlangsung sebuah ibadah, namun saya hanya duduk-duduk diluar. Ada sebuah lagu dilantunkan dan saya menikmatinya dari luar. Lagu tersebut sangat menyentuh hati saya. Dikatakan ‘dipintu hatimu Tuhan memanggil'. Secara spontan saya menangis, dan saya merasakan sesuatu yang lain. Kok ada sukacita, kok ada sesuatu yang lain yang tidak pernah saya dapatkan di tempat lain."

Sentuhan tangan Tuhan di hari itu, membuatnya terus bertanya-tanya. Odi akhirnya menceritakan pengalamannya kepada seorang saudaranya. Dan dia dibimbing untuk melepaskan pengampunan kepada orang yang sudah membunuh kakaknya.

"Saya diminta mengampuni orang yang telah membunuh kakak saya, dengan menyebutkan namanya. Saya katakan, saya tidak mampu mengampuni. Namun saudara saya membimbing saya, ‘katakan bahwa kamu mau...' Dia rangkul saya, dia doakan saya, dia putuskan semua dendam dalam hidup saya, dan saya katakan, Tuhan ini hidup saya."

Kembali pada perjumpaan Odi dengan pembunuh kakaknya. Pada saat segala kenangan masa lalunya muncul dan membakar hatinya kembali dengan kemarahan, sebuah suara lembut berkata kepadanya.

"Bukankah Aku telah mengasihi engkau? Bukankah Aku telah menebus engkau? Bukankah engkau sudah mengampuni dia?"

Suara lembut itu terus mengetuk hatinya.

"Saat itu saya katakan, ‘Tuhan, aku tidak mampu dengan kekuatanku.'"

Odi menegur orang tersebut dari belakang, dan orang tersebut sangat ketakutan.

"Saya menyentuh punggungnya dari belakang dan menanyakan kabarnya. Namun dia sangat ketakutan, dia pikir saya menikamnya dari belakang. Dia terus menghindar ketika saya mengajaknya untuk berbincang, dan akhirnya pergi."

Hari itu, jamahan Tuhan telah membuat Odi menang dari dendam yang telah menumpuk di hatinya selama bertahun-tahun. Dan Odipun dengan kasih Tuhan, sudah melepaskan pengampunan kepada sang pembunuh kakaknya. Pemulihan dalam diri Odi terus berlangsung, dan dia menjadi pribadi yang baru.

"Tuhan itu sangat baik, Tuhan sangat peduli dengan kita. Apapun latar belakang hidup kita, apapun dosa yang pernah kita lakukan. Saya pernah merasa tertolak, merasa minder, merasa tidak ada nilainya, saya penuh kebencian, saya penuh dendam, tapi saya anggap sampah semua yang pernah saya lakukan di masa lalu. Dan sekarang saya merasa bangga memiliki Kristus, karena Dia telah memberikan semangat dan motivasi kepada saya bahkan memberikan keselamatan kekal menjadi bagian hidup saya."

(Kisah ini ditayangkan 3 Agustus 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)

Sumber Kesaksian:
Odi Manaroisong

Sumber : V090305103509
Halaman :
1

Ikuti Kami