Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, cinta bersemi diantara Jean dan Jimmy. Benih cinta yang dipelihara Jean untuk Jimmy awalnya berbuah manis.
“Lama kelamaan udah jalanin kurang lebih dua tahun semua baru terbuka. Wataknya keras, bisa mukul orang, pokoknya bisa lakuin apa yang dia mau deh,” ujar Jean mengawali kesaksiannya.
Jean bahkan tidak menyadari adanya rencana busuk di balik sikap manis Jimmy dan ibunya. Jean dipengaruhi untuk mengkhianati keluarganya sendiri dengan membangun bisnis yang sama.
“Aku sampai rekrut karyawan papa-mama. Sampai mamanya percayain uang ke aku untuk pembelian ini, pembelian itu. Di lain sisi juga karena aku simpan dendam sama mama khususnya. Sampai akhirnya aku mengiyakan tawaran dia”
“Dari kecil memang aku sudah gak deket sama mama. Jadi, setiap kalau kalau berangkat ke sekolah, aku selalu diantar suster dan supir. Dia menanyakan ke anak-anaknya dia yang lelaki, ‘udah makan belum? Makan apa? Dia bisa makan untuk dia. Sedangkan, kalau untuk aku pembantu yang siapin.”
“Saya menyayangi dia seperti anak-anak saya yang lain bahkan lebih karena Dia anak perempuan satu-satunya. Tapi, melihat karakter dari anak ini yang cukup keras dan saya juga keras jadi disitulah mulai titik tidak ketemunya,” terang Christine, ibu Jean.
“Komunikasi juga gak lancar. Aku gak pernah terbuka sama mama, mama pun gak pernah panggil aku”
Sikap ibu membuat Jean mulai bertanya-tanya mengenai keberadaannya di tengah-tengah keluarga.
“Sempat aku tanya ke karyawan keluarga, ‘sebenarnya ada apa sih di dalam keluarga? Kenapa sih aku merasa dibeda-bedain? Dan waktu itu aku langsung bolang, “Apa iya aku ini anak angkat? Kemudian karyawan itu bilang, “gak, kamu benar anaknya mama’”
“Waktu itu SMP kelas 1, sehabis pulang dari sekolah, aku sampai rumah mama marah. Mama langsung ambil bambu yang buat jemur baju. Bambu itu digunakan untuk mukulin aku dari pundak sampai kaki sampai pada bengkak”
“Menurut saya, Jean ini kalau dilembutin di ngelunjak, kalau dikerasin juga gak ada guna,” kata Christine.
“Sempet aku dendam sama mama sampai aku bilang, ‘suatu saat aku akan balas’. Sampai sebegitu keselnya aku sama dia”
Hari berganti hari, Jean menumpuk dan menyimpan kebencian pada ibunya. Menunggu waktu yang tepat untuk membalaskan dendamnya.
“Waktu itu aku berpikir aku cuma mau buktiin sama mereka bahwa aku bisa berdiri sendiri”
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. pengkhianatan Jean terhadap keluarganya akhirnya terbuka juga.
“Waktu itu saya pulang ke rumah dan satu keluarga udah pada berkumpul di meja makan. Disitu papa yang mulai tanya duluan, ‘Ada apa sebenarnya?’ dia pengen aku yang cerita sejujurnya tuh ada apa. Cuma pada saat itu aku bilang sama papa, gak ada apa-apa. Trus, mama bilang, ‘Kamu bohong, kenapa sih gak jujur aja?’”
“Pada saat saya tahu, saya bicara sama Jean, ‘Jean, mama sudah tahu semuanya. Jadi, Jean tinggal pilih saja, mau ikut Jimmy atau Jean mau ikut mama’”
“Iya, aku yang bangun bisnis itu sama Jimmy”
Cinta dan dendam telah membutakan mata hati Jean. Dia bahkan tega menyakiti hati ayah yang begitu menyayanginya selama ini.
“Akhirnya papa pun nangis di depan aku dan disitu tuh aku ngerasa sedih karena aku kesel sama mama”
Pada saat itu juga Jean harus menghadapi kenyataan tentang siapakah dia yang sebenarnya.
“Selama ini aku udah tahu kok bahwa aku anak angkat. Papa bilang, ‘kamu tahu dari mana?’ Ya aku merasa di beda-bedain. Perlakuan mama terhadap aku tidak seperti orangtua sama anak. Itu cuma perasaan kamu doang. ‘Ngga, aku yakin itu betul’”
“Dan saat itu berdiri dan bilang, ‘iya, kamu anak adopsi dan kamu diangkat dan harusnya kamu bersyukur tuh diangkat di keluarga kita. Dan akhirnya dia bilang, ‘Mungkin aja mama kamu tuh pelacur. Mungkin aja mama kamu gak mampu untuk hidupin kamu. Kamu diangkat akhirnya masuk ke keluarga yang berada. Seharusnya kamu bersyukur. Segala fasilitas kamu bisa nikmatin disini. Disitu terbukalah semuanya’”
“Aku waktu itu memang gak berpikir apa-apa. Di dalam hati aku cuma bilang, ‘kenapa sih gak dibilang dari dahulu-dahulu. Kenapa aku harus lakuin seperti ini baru semuanya terbuka’”
“Pada saat itu aku cuma berpikir kalau mama usir dari rumah, diusirlah karena itu hal yang sering dilakukan oleh dia. Disitu timbul penyesalan, iya. Timbul kesedihan, iya, tapi perasaan itu campur aduk sampai aku gak jelas harus ngapain lagi. Nah, dari situ satu dua hari aku tidak ketemuan sama Jimmy, aku cuma di kamar, aku gak ngapa-ngapain”
“Tapi terus saja, racun itu terus masuk. Racun dari Jimmy terus masuk melalui sms. Akhirnya, papanya minta tolong kepada koko saya yang seorang pengacara untuk menyelesaikan masalah ini,” ungkap Ibunda dari Jean.
Jean pun diperhadapkan oleh dua pilihan yang begitu sulit dalam hidupnya.
“Ternyata, Jean tetap tidak bisa meninggalkan Jimmy. Lalu koko saya mengatakan, ‘Jean, kalau kamu tidak bisa meninggalkan Jimmy, dengan berat hati papa Jean gak mau. Akhirnya kembali, Jean mengatakan iya dia akan pergi. Tapi, koko saya memberikan kepada Jean sebuah surat adalah “bahwa Jean atas pilihan Jean sendiri Jean meninggalkan papa mamanya. Jadi sehingga apa yang Jean lakukan di luar bukanlah tanggung jawab dari pada kami”
“Sehingga aku melihat itu, ‘Ah, ini cuma surat biasa saja’. Seandainya aku gak sama Jimmy, aku pasti keluar rumah juga. Jadi, kaburlah dari rumah, aku bisa berdiri sendiri”
Namun, hati ibunya tergugah dan tidak kuasa merangkul Jean untuk kembali kepada keluarganya.
“Akhirnya saya bangkit. Dia masih ada di tempat parkir. Dia masih berdiri. Saya langsung rangkul, saya langsung peluk dia. Saya katakan, ‘Jean, kamu mau kemana?’ ‘Aku juga gak tahu aku mau kemana’. Dia sambil nangis dan saya juga menangis. Saya katakan, ‘Jean, sadar akan tindakan Jean,’ ‘Iya, sadar ma. Sebenarnya, aku gak mau tinggalin mama, tetapi Jean juga gak mau tinggalin Jimmy’. Saya rangkul dia dan ajak lagi dia pulang,” kata Christine.
Untuk memisahkan Jean dari Jimmy, keluarganya membawa Jean ke China dengan alasan melanjutkan sekolah.
“Aku menyadari bahwa proses selama waktu aku di China, ya itu yang harus aku jalanin atas perbuatan aku di masa yang lalu. Tapi, disana aku harus jalanin segala sesuatunya sendiri dan ngerasain hidup susah. Aku berpikir mulai saat itu aku harus mengikuti semua kemauan mereka sebagai permintaan maaf aku sama mereka.”
Kehidupan di China ternyata membawa perubahan dalam hidup Jean. Ia pun mulai mendekatkan diri kepada pribadi yang telah lama dia abaikan.
“Waktu, aku mulai intens sama Tuhan. Disitu mulai beneran hancur hatinya. Disitu juga aku juga mulai merasa begitu bahwa di satu sisi mama memang sayang, cuma dia susah untuk menunjukkan rasa sayangnya. Aku doa, biar Tuhan menjaga papa-mama dan apa yang aku tidak bisa sampaikan kepada papa-mama secara langsung, aku bawa dalam doa”
Namun, semuanya belum berakhir. Jean harus menghadapi tantangan baru dalam hidupnya. Dia terserang penyakit kelainan darah yang mematikan. Kondisi fisiknya semakin lama semakin lemah.
“Dokternya bilang, ‘Kita harus ambil tindakan secepatnya. Kita harus suntikin hormon sebanyak-banyak ke tubuh anak ini. Tapi, ada efek sampingnya. Anak ini bisa lumpuh, terus bisa cacat mental, terus bisa ke organ dalamnya. Terus papa bilang, ‘Ini punyanya Tuhan. Apa pun yang dokter lakukan, kita harus jalanin”
Upaya-upaya medis pun dilakukan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Jean yang terkapar koma. Doa ayah dan ibunya pun terjawab. Jean pun terbangun dari kondisi koma.
“Akhirnya aku langsung bilang sama papa-mama, ‘pa, ma, aku minta maaf atas apa yang udah aku lakukan di masa lalu. Aku menyesal dan aku pengen nyenangin papa-mama karena gak ada hal lain yang dapat aku lakukan. Papa-mama nangis. Di saat itulah papa peluk aku, terus mama peluk aku.”
“Ya, sangat terharu pada waktu itu dan seakan-akan dapat suatu hadiah yang luar biasa. Dan itu yang membuat pada saat itu kita semua bersemangat coba berjuang agar Jean itu sehat. Termasuk Jean sendiri juga berjuang untuk dia sehat,” kata Yakub Indra, ayah dari Jean.
Sejak saat itu kondisi kesehatan Jean berangsur-angsur pulih dan terutama hubungannya dengan keluarga telah membaik hingga saat ini.
“Waktu yang lalu, aku selalu berfokus pada diri aku sendiri, ‘‘me, me, and me’. Tapi untuk sekarang, aku berfokus bagaimana menyenangkan orang tua, bagaimana caranya aku spend time lebih, bagaimana caranya kita sekeluarga kumpul”
“Jean saat ini berubah banget, tetapi namanya juga karakter yah perlu waktu untuk berubah. Sekarang, Jean sudah baik, sudah bagus, sudah maju dan saya nya juga sudah sejahtera. Yah pokoknya apa yang Tuhan izinkan, yang kemarin-kemarin saya itu jungkir balik ternyata akhirnya luar biasa,” aku Christine.
“Buat saya, papa-mama sangatlah berarti. Tanpa mereka, ya aku itu tidak bisa seperti sekarang ini. gak bisa diukurlah rasa kasih sayang aku sama mereka. Aku bisa rasakan bahwa memang Tuhan itu ada buat aku dan keluarga,” ujar Jean Aprilia menutup kesaksiannya.
(Kisah ini ditayangkan 19 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O’Channel)
Sumber: Jean Aprilia