Majalah Tempo edisi 18/39 yang mengangkat tajuk “Rekening Gendut Perwira Polisi” membuat Polri meradang. Tempo dituding terlalu berani dengan mengobok-obok institusi Polri.
"Pak Kapolri kan sudah bilang, cari siapa yang bocorkan itu. Kok berani sekali instansi saya diobok-obok. Kami masih cari tahu siapa yang sebarkan itu," demikian ungkap Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Marwoto Saeto di Mabes Polri, Rabu (30/6).
Polisi saat ini sedang melakukan penyelidikan siapa yang membocorkan laporan tentang hasil analisis (LHA) dari PPATK tentang aliran dana mencurigakan. Pembocoran informasi ini bisa dituntut berdasarkan UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan BI No 2/19/PB/2000.
Tidak berhenti disitu saja, Majalah Tempo juga secara resmi dituntut oleh Polri karena pemberitaan tersebut dianggap menghina institusi tersebut. Hal yang membuat Polri terhina menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen (Pol) Edward Aritonang adalah personifikasi polisi bergaul dengan babi. Menurut Aritonang di Indonesia tidak ada budaya celengan babi, yang ada ayam. Selain hal tersebut, Polri juga mempermasalahkan berita yang pernah dirilis oleh Tempo pada edisi sebelumnya yang mengangkat topik “Kapori pada pusaran mafia batubara”.
Yang menjadi pertanyaan adalah, jika memang berita yang dirilis oleh Majalah Tempo adalah bocoran dari PPATK, berarti kebenarannya bisa dipertanggung jawabkan, lalu mengapa tidak urusan rekening yang diselesaikan malah memperkarakan si pemuat berita. Apakah Polri terlanjur malu karena aibnya terungkap sehingga ingin memberi pelajaran kepada Majalah Tempo agar menjadi contoh bagi media lain agar tidak ada yang berani mengobok-obok Polri lagi? Hal ini hanya bisa dijawab dari tindakan Polri selanjutnya.
Sumber : Kompas