Takut mencintai erat kaitannya dengan luka. Saat seseorang mencintai sangat rentan baginya untuk terluka. Mencintai berarti membuka diri untuk terluka. Mencintai berarti memberikan peluang besar bagi pihak yang kita cintai untuk melukai kita.
Jangankan melukai, menghianati, atau menyakiti; hanya tidak memenuhi harapan dan mengecewakan kita saja itu berpotensi menimbulkan luka. Memang terluka atau tidak dan dalam atau tidak suatu luka itu tergantung reaksi kita terhadap tindakan orang yang kita cintai.
Hal yang perlu kita garis bawahi adalah untuk tidak menaruh harapan dan standar yang berlebihan kepada orang yang kita cintai (baca “Harap-harap Cemas Akan Si Dia”). Orang yang kita cintai, sebaik-baiknya mereka, secinta-cintanya mereka kepada kita, sebaik apapun mereka berusaha untuk tidak melukai kita, mereka juga adalah manusia biasa yang tidak sempurna yang penuh dengan keterbatasan.
Bila Anda teriris pisau saat akan memasak, pasti akan timbul luka dan setiap luka itu tidak enak. Ya, jelas sakit dan keluar darah. Kalau luka karena teriris pisau itu mudah diobati dan kelihatan kesembuhannya, luka karena sakit hati itu tidak terlihat.
Karena tidak terlihat, jelas sulit untuk mengetahui luka atau tidak, dan bila sudah tahu luka, sulit pula untuk mengetahui sudah sembuh atau tidak. Tetapi salah satu indikator yang pasti untuk mengetahui seseorang luka hati atau tidak, adalah dari ketakutan untuk mencintai atau tidak.
Bila seseorang menjawab bahwa ia masih takut mencintai, bahwa ia masih trauma, bahwa ia sulit untuk mencintai, nah inilah indikator yang sangat jelas untuk melihat bahwa seseorang itu memiliki luka hati.
Takut mencintai tidak harus dikarenakan yang bersangkutan mengalami sendiri disakiti, tetapi bisa saja karena seseorang tersebut melihat, mendengar, dan bersentuhan langsung dengan kehidupan orang lain yang mengalami disakiti.
Itulah sebabnya bagi anak-anak korban perceraian orang tua, banyak yang mengalami takut untuk mencintai. Bukan hanya korban perceraian, tetapi anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang selalu bertengkar dan tidak menghargai satu dengan lainnya, juga rentan untuk tumbuh sebagai anak yang takut untuk mencintai.
Seseorang bisa mencintai karena ia telah mengalami cinta terlebih dahulu. Seseorang bisa memberi karena memang ia memiliki sesuatu untuk diberi. Bagaimana seseorang dapat mencintai bila ia tidak mengalami cinta? Begitu pula yang terjadi dengan orang yang kurang mengalami kasih dan cinta dalam hidupnya, terutama sewaktu kecil.
Bukan hanya pengalaman masa kecil yang menyebabkan seseorang untuk takut dan sulit mencintai, tetapi juga pengalaman saat beranjak dewasa. Bila kita belum terluka, maka cara yang ampuh adalah mencegah, yaitu dengan menjaga respon kita untuk senantiasa positif dan menjaga hati serta pikiran kita untuk tidak menaruh harapan dan membuat standar berlebihan yang sulit dipenuhi oleh orang-orang terkasih kita.
Lalu bagaimana bila kita sudah terluka? Apa yang harus kita lakukan? Seperti luka-luka luar yang terlihat, tentu saja semua luka harus diobati. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah datang pada Tuhan. Langkah-langkah secara terperinci sudah saya tuliskan dalam “For the Love of Myself”. Silakan baca notes tersebut jika Anda memang belum membacanya.
Secara singkat langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengobati luka hati:
1. Minta kesembuhan dari Tuhan. Yehezkiel 34:16, “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.”
Ya, syukur pada Tuhan karena Ia adalah Allah yang baik, Ia adalah gembala yang baik, yang tidak membiarkan begitu saja kita, domba-dombanya sendirian. Bahkan domba-domba yang terluka Dia balut, domba-domba yang sakit Dia kuatkan.
2. Sesudah itu, periksa kondisi kita sudah sembuh atau belum dengan melihat masih takutkah kita untuk mencintai? 2 Timotius 1:7, “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”
Ketakutan untuk mencintai datangnya bukan dari Tuhan. Tuhan yang adalah kasih tidak memberi kita roh ketakutan, sebaliknya roh yang memberi kekuatan, kasih dan ketertiban. Jika kita masih takut untuk mencintai berarti memang kita belum sembuh dari luka, silakan kembali ke langkah pertama.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan ulang. Apakah masih ada luka-luka dan emosi-emosi negatif yang tertinggal? Bila masih ada, kembali ke langkah pertama. 1 Yohanes 4:18, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.”
Tanda kita sudah sembuh dari luka adalah kasih kita menjadi sempurna: tidak takut lagi untuk mencintai. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang dapat mencintai secara total dan penuh, tanpa was-was akan berbagai ketakutan yang menghantui pikiran dan hatinya.
Sudah dapatkah Anda mencintai secara total dan penuh tanpa takut untuk mencintai?
Sumber : Archaengela