"Usia 8 tahun saya sudah ikut dengan ibu tiri. Hari demi hari yang saya lalui terasa semakin tidak menyenangkan," ujar Yuyung memulai kisah hidupnya.
Pukulan dan perlakuan keras dari ibu tirinya sudah menjadi santapan setiap hari bagi Yuyung. Bahkan tak jarang pukulan-pukulan itu membekas di tubuh kecilnya. Namun Yuyung hanya bisa diam dalam ketakutan.
Yuyung adalah anak pertama dari ayah kandungnya. Bersama adik perempuannya yang nomor tiga, mereka ikut ibu tiri. Sebelum tidur, Yuyung dan adik perempuannya yang masih kecil sering ngobrol di kamar dan saling menceritakan hal-hal tidak menyenangkan yang harus mereka terima dari sang ibu tiri sepanjang hari itu. Apalagi anak-anak dari ibu tirinya semuanya perempuan, dan mereka memperlakukan adik perempuan Yuyung dengan sangat kejam. Tak jarang adik perempuannya menunjukkan luka bekas penganiayaan yang dialaminya hari itu.
Setiap kali mengingat bagaimana adik perempuannya harus menanggung hal-hal yang buruk saat itu, tanpa terasa Yuyung pasti meneteskan air mata. Sejak saat itulah Yuyung memendam keinginan di dalam hatinya, jika kelak ia sudah dewasa, ia harus menjadi orang kaya, harus berhasil dan memiliki banyak uang supaya hidupnya bisa bahagia. Karena bagi Yuyung saat itu bahwa kebahagiaan itu awalnya dari uang.
Ada satu peristiwa yang terekam dengan sangat jelas dalam ingatan Yuyung mengenai perlakuan ibu tirinya. Saat itu Yuyung sedang sakit gigi dan ia sangat kesakitan karena giginya sudah bengkak. Ayahnya pun membuatkan bubur untuk dirinya. Namun ibu tirinya tidak bisa terima kalau Yuyung dibuatkan bubur oleh ayah kandungnya sendiri. Pertengkaran pun pecah antara ayah dan ibu tirinya. Saat itulah ayah Yuyung baru tahu kalau istrinya ternyata memperlakukan anak-anak tirinya dengan tidak layak. Saat itu juga ayah Yuyung langsung membawa Yuyung pergi ke rumah neneknya.
Pada hari itu yang terpikir dalam otak Yuyung hanyalah dirinya telah bebas dari kungkungan, dan ia akan menikmati kebebasan hidup sepenuhnya seperti sebelum ia ikut ibu tirinya.
Himpitan ekonomi dan keinginan untuk menjadi kaya membuat Yuyung tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih untuk bekerja keras. Mulai dari bekerja sebagai kuli angkut di pasar-pasar, buruh pabrik hingga menjadi mandor bangunan sebuah proyek di Jakarta. Teriknya matahari, tetesan keringat dan rasa lelah akhirnya terbayar sudah saat ia akhirnya memiliki sebuah pabrik konveksi dan mempersunting kekasih hatinya, Sri Tini.
"Ada satu rasa kebanggaan dalam diri saya karena saya telah berhasil menjadi orang yang sukses dan memiliki banyak uang, sehingga pada akhirnya membuat saya ingin memakai uang itu untuk kepuasan pribadi," ujar Yuyung.
Uang hasil kerja kerasnya dipakai Yuyung untuk mabuk-mabukan dan bermain wanita. Yuyung berpikir dengan bermain wanita ia akan mendapatkan kebahagiaan. Yuyung bisa pergi keluar kota selama berhari-hari dengan berbagai alasan, padahal yang ia lakukan hanyalah menghabiskan uang hasil kerja kerasnya dengan mengumbar hawa nafsu. Sementara istri dan anak-anaknya di rumah menganggap Yuyung sebagai seorang suami dan ayah yang baik.
Namun suatu kali Sri Tini, istri Yuyung, menemukan sebuah tiket pesawat atas nama Yuyung dengan seorang wanita. Saat Sri Tini menanyakan perihal tiket pesawat tesebut, Yuyung tidak mengakuinya. Namun salah seorang teman Sri Tini, yang juga merupakan istri dari salah seorang teman Yuyung mengatakan saat ia pergi ke Singapur, ia melihat Yuyung dengan seorang wanita. Kebenaran yang terbongkar itu begitu menyakiti hati Sri Tini. Sepertinya ia tak akan sanggup mengampuni dan menerima Yuyung seperti dulu lagi.
"Kalau ia sudah melakukan hal-hal seperti itu, berarti ia sudah tidak membutuhkan saya lagi," kisah Sri Tini dengan hati yang pedih. Saat itu juga Sri Tini langsung meminta cerai dari Yuyung. Serta merta Yuyung mendatangi Sri Tini, minta maaf dan memintanya untuk memikirkan anak-anak mereka. Yuyung pun berjanji saat itu bahwa ia akan meninggalkan semua dan menjadi suami yang baik.
Pada kenyataannya Yuyung dapat menjalani kehidupan yang baik itu hanya dalam hitungan bulan. Tidak sampai setahun berlalu, Yuyung kembali bertemu teman-teman lamanya dan bujukan teman-temannya membuat Yuyung kembali keluar malam dan bermabuk-mabukan bersama dengan para wanita yang mengelilinginya.
Sampai suatu ketika keadaan Yuyung tak tertolong lagi. Semua bisnis yang dijalankannya bangkrut total. Yuyung tak tahan saat melihat anak-anaknya dengan berpegangan tangan berjalan keluar rumah sambil mencari bajaj. Yuyung tidak tahan melihat anak-anaknya hidup menderita. Yuyung merasa ia telah melakukan hal yang sama seperti yang dahulu ayahnya lakukan, yaitu mengambil keputusan yang membuat anak-anaknya menderita. Yuyung merasa ia tidak bisa memberikan hal-hal yang baik kepada anak-anaknya.
Secercah harapan bersandar di hati Yuyung saat adiknya datang dan mendoaka dia beserta keluarganya. Saat itu adiknya memperkenalkan pribadi Yesus kepada Yuyung dan keluarganya. Dalam kesulitan ekonomi yang dialaminya, adiknya meminta Yuyung untuk hanya mengandalkan Yesus dan tidak kepada pertolongan saudara maupun teman-temannya. Adik Yuyung pun akhirnya memimpin Yuyung, istri dan anak-anaknya untuk berdoa bersama.
Setelah adiknya pulang, ada sesuatu yang berbeda dirasakan Yuyung di dalam hatinya. Yuyung mulai merasa ingin tahu siapakah Yesus itu. Sejak hari itu Yuyung bisa berdoa berkali-kali dalam sehari. Yuyung bisa seharian di kamar hanya untuk membaca Firman dan berdoa. Yuyung hanya membayangkan dirinya sebagai seorang anak kecil yang datang kepada Tuhan dan mengadu apa yang sedang ia alami saat itu. Namun kerinduan terdalam yang ada di hatinya saat itu ialah ia ingin berjumpa dengan Tuhan Yesus.
Sampai suatu ketika Tuhan memberikan suatu penglihatan kepada Yuyung. Ia melihat sebuah cahaya seperti api dan sangat terang. Dirinya seperti dikelilingi oleh cahaya api saat itu, namun di tengah cahaya itu ada gambaran sebentuk wajah yang tidak terlalu jelas namun Yuyung yakin kalau itu adalah wajah Tuhan Yesus. Peneguhan yang diterimanya saat itu membuat Yuyung semakin yakin dan percaya kepada Tuhan Yesus.
Yuyung pun menyadari bahwa penyesalan dari sebuah peristiwa tak akan pernah lengkap tanpa pengampunan.
"Setelah saya bertobat, saya meminta ampun kepada istri saya. Saya sangat menyesal," ujar Yuyung.
"Setelah adiknya mendoakan, dia mulai mau mendengarkan Firman, mau ke gereja, sedikit demi sedikit ia mulai menerapkan apa yang ia dengar. Apa yang saya doakan, Tuhan kabulkan," kisah Sri Tini mengenai pertobatan Yuyung, suaminya.
Tidak hanya kepada istrinya, Yuyung juga meminta ampun kepada anak-anaknya karena selama ini ia telah menyia-nyiakan mereka. Tidak cukup sampai di situ, Yuyung juga mendatangi ayah dan ibu tirinya. Yuyung meminta ampun kepada semua orang.
"Setiap kali saya merasa ingin kembali lagi kepada kebiasaan yang lama, saya akan lari kepada Tuhan, saya akan minta tolong kepada Tuhan. Dengan kekuatan saya, saya tidak akan mampu untuk melawan ini semua. Tapi saya yakin dengan kekuatan Roh Kudus yang ada di dalam saya, saya mampu untuk menolak semua hal yang tidak berkenan kepada-Nya. Kebahagiaan yang saya rasakan saat saya punya uang, itu bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya. Tapi sewaktu saya berjumpa dengan Tuhan Yesus dan saya mau menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat buat saya, di situlah saya merasakan telah mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Saya mengucap syukur, karena kalau bukan Tuhan Yesus, tidak akan ada saya seperti saat ini. Saya baru merasakan kalau hidup saya itu betul-betul berharga di mata Tuhan. Jadi buat saya, Tuhan Yesus itu adalah segalanya. Tidak dapat digantikan oleh apapun juga," ujar Yuyung menutup kesaksiannya sambil menangis terharu mengingat kebaikan Tuhan dalam hidupnya. (Kesaksian ini ditayangkan 17 Oktober 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian :Yuyung Sumber : V081203095725