Dua Putriku Buta Tiba-tiba

Family / 29 October 2009

Kalangan Sendiri

Dua Putriku Buta Tiba-tiba

Tammy Official Writer
6887
Seorang gadis cilik periang dan pandai bernama Dian mampu membawa kebahagiaan tersendiri dalam kehidupan keluarga ini. Namun saat Dian berusaha sepuluh tahun, mereka pernah menyangka bahwa sebenarnya sesuatu sedang terjadi.

"Matanya tuh yang sebelah kiri agak goyang-goyang, bergetar sendiri. Saya sebagai ibunya tentu bingung. Lalu memutuskan untuk memeriksa ke dokter," ujar ibu Dian, Maria.

Dokter menyatakan bahwa Dian mengalami suatu kelainan mata yakni retina pigmentosa. Dan itu akan menyebabkan penglihatan Dian semakin lama akan semakin berkurang. Dokter menyatakan suatu hari nanti Dian akan kehilangan penglihatannya.

Mendengar itu, segala harapan dan keinginan Maria pun pupus sudah. Hatinya hancur. Bahkan tidak hanya Dian, anaknya yang ketiga juga mengalami hal yang sama.

"Saya merasa sedih. Karena dulu memang anak saya tidak melihat, saya paksa, saya marahin. Saya merasa berdosa karena waktu itu saya tidak tahu. Saya memikirkan selanjutnya anak saya itu akan bagaimana. Apa dia bisa sekolah? Seandainya saya dipanggil Tuhan, bagaimana nantinya anak saya? Dan saya marah pada Tuhan, kenapa saya kok diberi anak saya begini, sampai dua anak. Rasanya mungkin di dunia itu hanya saya sendiri sebagai orang tua yang mempunyai anak seperti ini. Jadi saya benar-benar kecewa dan marah kepada Tuhan. Dari situ saya mulai stress," kisah Maria.

Saking stressnya, pernah jam 12 malam dengan menggunakan baju Maria mandi begitu saja masuk kamar mandi. Perilakunya itu membuat sang suami, ayah dari kedua anaknya bingung.

Keputus-asaan yang teramat dalam mengalir dalam hati Maria. Setiap hari terasa berat ia jalani, namun ia sadar bahwa ia harus bangkit untuk anak-anaknya. Segala usaha ia lakukan demi kesembuhan Dani dan Dian, kedua anaknya. Seperti pengobatan alternatif, atau terapi pijat.

"Saya di depan anak-anak saya itu tidak pernah memperlihatkan mimik wajah sedih. Tapi saya kadang-kadang memalingkan muka suka meneteskan air mata. Saya benar-benar tidak ingin mereka tahu bahwa saya itu sedih memikirkan masa depan mereka akan bagaimana," kisah Maria.

Beban hidup yang ia bawa teramat berat, jalan buntu dan masa depan yang suram seakan membayangi hari-harinya hingga suatu malam saat semua masalah menghimpitnya, ia dikejutkan oleh sesosok yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Maria - Afriyanti Dian"Waktu itu saya melihat seperti malaikat, tangan saya dipukul sambil dibilang untuk bangun. Saya sendiri benar-benar merasakan sentuhan pukulan tangan itu. Dibilang, ‘Seperti orang yang tidak punya iman.' Saya kaget. Lalu saya duduk dan berdoa. Saya berdoa sampai saya nangis. Pokoknya saya berdoa saya minta pada Tuhan agar saya diberi kekuatan. Dan supaya anak-anak saya juga diberi kekuatan. Selepas saya berdoa, saya langsung bisa tidur," kisah Maria bagaimana Tuhan mengirimkan malaikatnya untuk menghiburnya.

Keesokannya Maria benar-benar merasakan sukacita. Ia merasakan beban yang selama ini ia bawa telah Tuhan ambil dari hatinya, pikirannya. "Keesokan harinya saya benar-benar merasakan sukacita."

Maria tak menyangka bahwa peristiwa supranatural yang hampir sama dialami oleh sang suami. "Suatu waktu, saya mendengar suara ‘Doa...doa...' Saya meminta kepada Tuhan agar Ia memberi petunjuk bagaimana caranya agar saya bisa mendidik kedua anak saya," kisah Suwarno, suami dari Maria.

Suatu hari seorang teman menyarankan Suwarno untuk menemui seorang dokter mata. Disana Suwarno mendapatkan sesuatu yang membuatnya bangkit dari keputusasaan. "Ia memvonisnya sama. Tetapi ia mengatakan agar kami tidak kuatir karena anak kami pasti bisa sekolah."

Kata-kata dari dokter pun memotivasi Suwarno untuk dapat menerima sebuah kenyataan untuk menerima kebutaan anaknya. Semangat mereka pun bangkit dan percaya bahwa anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

"Sebagai orang-tua yang memiliki kedua anak cacat tidak membuat saya malu sama sekali. Justru saya bangga saya bisa memberi pelajaran membuat mereka mandiri," ujar Suwarno.

Bagi Dian sendiri, putri dari Maria dan Suwarno, awalnya memang sulit untuk memiliki pertemanan dikarenakan ia tahu bahwa ia dianggap merepotkan oleh teman-temannya. Tetapi semakin ia dewasa, ia pun bertemu dengan teman-teman yang mau membantunya dan memiliki pertemanan yang baik.

Namun di tengah kebahagiaan itu, tanpa ia sadari penyakit yang dideritanya itu semakin melumpuhkan penglihatannya. Tak pernah ada dalam benaknya bahwa ia harus hidup dalam kegelapan seumur hidupnya. Hingga kelam dunia baginya membuat Dian harus mengambil keputusan yang mengerikan.

"Ketika SMA kelas 2 biasanya saya bisa melihat dengan jarak yang sama tetapi penglihatan saya semakin tidak jelas. Dokter juga memvonis bahwa aku tidak akan bisa sembuh. Jadi aku berpikir supaya Tuhan lebih baik mengambil nyawa aku sekarang saja - daripada nanti aku harus begini harus begitu. Jadi aku ketakutan sendiri dengan masa depan aku pada waktu itu," ujar Dian.

Keinginan hatinya yang terpuruk itu diceritakan kepada teman dekatnya yang bernama Clara. Dan Clara dengan itikad baik menceritakan curahan hati Dian kepada ibu Dian, Maria bahwa Dian ingin bunuh diri.

Mendengar itu, Maria dan suaminya kaget dan sempat merasa gagal juga sebagai orang-tua.

"Aku berpikir bahwa aku tidak bisa membahagiakan mereka sepenuhnya. Mungkin aku tidak bisa memberikan sesuatu yang lebih, tetapi paling tidak aku bisa menuruti semua keinginan kedua orang-tua aku," kisah Dian.

Sampai suatu hari Dian pergi ke sebuah pertemuan ibadah bersama dengan sang mama. "Waktu itu khotbahnya, Tuhan itu sebagai Bapa kita. Kita sebagai anak kecil yang meminta tetapi itu semua juga mengalami proses. Mendengar itu, hati Dian merasakan tenang sekali. Tidak terbeban lagi. Semenjak itu Dian bertekad, apapun yang terjadi aku akan tetap mau berusaha," kisah Dian bagaimana sebuah Firman Tuhan menguatkan hatinya.

Doa Dian beserta kedua orang-tuanya membuahkan hasil. Sebuah universitas mau menerima Dian sebagai mahasiswa. Dikatakan bahwa ia diberi kesempatan oleh Dekan Fakultas bahwa mereka tidak melihat dari segi cacat matanya. "Jika memang daya pikir dia bagus, apa salahnya orang buta kuliah?"

Maria - Afriyanti DianMaria berkata, "Walaupun anak-anak saya tidak bisa melihat, tapi saya ingin anak-anak saya seperti anak-anak normal. Karena kan tidak selamanya saya bisa hidup. Jika memiliki ilmu, ia kan bisa bekerja walaupun tidak melihat."

Suwarno juga berkata, "Saya juga sebagai orang-tua merasa bangga karena anak saya bisa kuliah."

Perubahan besar terjadi dalam diri seorang Dian, kehilangan penglihatan baginya bukanlah suatu penghalang untuk terus berprestasi. Bahkan Maria tak menyangka bahwa Dian lulus dengan menjadi mahasiswa terbaik yakni ber-IP 4.

"Saya bersyukur kepada Tuhan, walaupun Dian tidak bisa melihat, tetapi ia bisa berkarya seperti orang normal juga," kisah Maria.

"Aku bersyukur kepada Tuhan karena aku mengalami kesempatan untuk kehilangan penglihatan ini. Aku tahu bahwa yang terjadi saat ini adalah rencana paling indah terhadap aku. Dan aku yakin bahwa masa depan aku bersama Tuhan, adalah masa depan yang begitu indah yang boleh aku rasakan dalam hidupku," tutur Dian mengucap syukur atas keadaannya. (Kesaksian ini ditayangkan 29 Oktober 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Afriyanti Dian

Afriyanti Dian

Sumber : V091027104944
Halaman :
1

Ikuti Kami