Teguran

Kata Alkitab / 7 October 2009

Kalangan Sendiri

Teguran

Lestari99 Official Writer
8779

Bicara mengenai ditegur, saya yakin setiap dari kita sudah pernah mengalami yang namanya ditegur. Bagaimana rasanya ditegur? Senang? Sedih? Bahagia? Kecewa? Kesal? Marah?

Ibrani 12:11a, Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita.

Ganjaran atau teguran memang tidak mengenakkan, namun saya telah menemukan sejumlah orang yang begitu pandai dalam menerima teguran. Hal yang saya maksud adalah orang-orang tersebut begitu terbuka untuk menerima teguran dan bukannya kesal atau marah karena ditegur, tetapi justru malah bersukacita dan berterima kasih. Mengagumkan!

Mari kita tinjau tiga manfaat teguran:

1. Teguran menghasilkan kebenaran dan damai bagi orang yang mau ditegur (Ibrani 12:11b). Bila kita melakukan sesuatu yang salah secara sadar, biasanya kita akan merasakan sesuatu dalam hati kita: tidak enak, merasa bersalah, tidak tenang, tidak damai.

Hal ini terjadi karena dalam diri kita terdapat suara hati, nurani, atau dalam psikologi disebut sebagai super ego (diambil dari http://psychology.about.com/). Saya akan terjemahkan dari sumber tersebut: Super ego merupakan aspek dari kepribadian yang memegang seluruh standar moral dan idealisme yang kita miliki dan hal ini diperoleh dari dua sumber, yaitu orangtua dan masyarakat - merupakan suatu bentuk nilai benar atau salah.

Bagi orang percaya, tidak cukup hanya super ego (nurani/suara hati), bahkan Tuhan juga mengaruniakan Roh Kudus dalam setiap kita, yaitu Anda dan saya (Yohanes 14:16). Mengapa demikian?

Super ego/nurani/suara hati masih bisa salah, karena ditentukan oleh nilai, norma, tatanan-tatanan yang tertanam dalam diri, dan yang ditanamkan oleh orangtua dan masyarakat; sedangkan Roh Kudus tidak bisa salah. Dengan adanya Roh Kudus, saat kita berbuat salah, akan terasa sekali.

2. Teguran yang mendidik merupakan penuntun hidup kita (Amsal 6:23). Suatu kapal yang berlayar mengarungi lautan akan sulit untuk menentukan arah dan jaraknya dari tempat semula, kecuali ada kompas dan perangkat navigasi untuk menentukan jarak.

Begitu pula dengan kita. Saat kita berlayar mengarungi samudera kehidupan ini, seringkali kita kehilangan arah sudah sejauh mana kita berlayar. Kita membutuhkan teguran sebagai kompas dan perangkat navigasi kita.

3. Teguran menjaga kita dari tersesat (Amsal 10:17). Bila kita terus-menerus melakukan hal yang salah, kita dapat tersesat pada akhirnya. Hal ini sangat menarik, karena seringkali kita tidak menyadari bila kita sudah melakukan kesalahan kecil.

Sedikit demi sedikit kesalahan kecil itu kita lakukan lalu akhirnya menjadi menumpuk. Bahaya dari hal-hal kecil ini dapat membawa kepada konsekuensi yang sangat serius: kemurtadan, meninggalkan Tuhan. Ya, tersesat berarti meninggalkan Tuhan.

Empat sikap yang perlu dimiliki terhadap teguran:

Mendengarkan. Ya, mendengarkan merupakan kunci pertama untuk menerima teguran. Tanpa mendengarkan kita tidak bisa mengerti apalagi untuk menerima teguran.

Memperhatikan. Memperhatikan untuk mengetahui permasalahan apa yang perlu kita bereskan. Hal apa yang perlu kita koreksi dalam diri kita.

Membuka hati dan tidak berkeras kepala. Untuk bisa menerima teguran, kita perlu membuka hati dan tidak berkeras kepala. Sumbernya adalah di kerendahan hati. Untuk menerima teguran diperlukan hati yang mau diubahkan. Untuk menerima teguran diperlukan kesadaran bahwa: (a) Saya bukan selalu yang paling benar, paling baik, dan paling tahu. (b) Saya masih harus banyak belajar, menerima masukan, dan menerima teguran.

Menerima teguran. Saat menerima teguran, tentu saja kita tidak akan tinggal diam, tetapi tentu kita akan memikirkan, menyusun langkah-langkah untuk berubah, dan setelah itu melakukannya. Menerima teguran berarti berubah.

Sebagai penutup ingatlah ayat berikut ini.

Amsal 15:10, Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati.

Suatu ayat yang sangat keras. Bila kita membenci teguran, kita akan mati. Ya, saya yakin kita semua (Anda dan saya) tidak ingin menjadi orang yang mati bukan? Mati di sini bukan secara harafiah tidak bernyawa lagi, tetapi mati secara jiwa, mematikan Roh Kudus, mati terhadap kebenaran, tidak bisa membedakan lagi yang salah terhadap yang benar.

Jangan matikan jiwa Anda! Jangan matikan Roh Kudus dalam diri Anda! Jangan matikan kebenaran! Marilah kita menjadi orang-orang yang mencintai teguran. Marilah kita menjadi orang-orang yang mudah ditegur. Amin.

Sumber : Santi Erawaty
Halaman :
1

Ikuti Kami