Kekurangan aparat intelijen tidak saja terjadi pada pos-pos di dalam negeri tetapi juga perwakilan RI di luar negeri. "Karena itu, dengan adanya STIN diharapkan kebutuhan aparat intelijen dapat dipenuhi sesuai kebutuhan," lanjut Syamsir.
Mengenai penerapannya sewaktu bertugas, intel yang ada memang sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah mencakup pengetahuan umum politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Tetapi tak semua kasus yang ditangani mengandalkan pengetahuan saja.
Misalkan kasus Poso. "Apakah itu, kita harus menggunakan intelijen berbasis teknologi tinggi, saya kira tidak. Pendekatan kemanusiaan lebih dikedepankan, karena akar masalahnya menyangkut nilai kemanusiaan," ujar Sutjahjo Adi, Ketua STIN.
Tentang masih sedikitnya calon aparat intelijen yang dididik di STIN, Sutjahjo mengatakan, kebutuhan aparat intelijen tidak semata ditentukan oleh satu departemen melainkan inter-departemen karena menyangkut anggaran dan sebagainya. "Jadi, kami juga sangat terbatas untuk menghasilkan lulusan aparat intelijen. Harus berdasarkan kebutuhan," katanya.
Negara memang membutuhkan tenaga para pemudanya yang berdedikasi. Yang berdiri di pemerintahan dan menjalankan birokrasi yang benar. Mudah-mudahan lulusan STIN yang mulai bekerja di BIN pun dapat menjalankan amanah pekerjaannya dengan benar tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.