Overdosis Karena Kepahitan Pada Ayah

Family / 27 August 2009

Kalangan Sendiri

Overdosis Karena Kepahitan Pada Ayah

Tammy Official Writer
6011
Perlakuan kasar sang ayah kepada ibunya menjadi peristiwa yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Hampir setiap hari, Stephen harus menyaksikan pertengkaran kedua orang-tuanya.

"Lebih sering papa tidak berada di rumah, tapi pergi keluar dengan teman-temannya... Mabuk-mabukan dan kebanyakan ia habiskan uangnya untuk bermain judi. Dalam keadaan mabuk, ya, yang ada juga ia malah menyakiti mama. Menyakiti kita semua yang ada di rumah," kisah Stephen mengenai kekejaman ayahnya di keluarga mereka.

Tanpa alasan yang jelas, tak jarang pukulan keras itu mendarat di tubuh Stephen. Hingga kebencian pada sang ayah berakar dalam hatinya.

"Suatu waktu ayah pulang dalam keadaan mabuk dan tanpa alasan apa-apa ia marah-marah, seperti mengutuk saya mengatakan ‘Kamu anak yang tidak berguna,' lalu ayah menempeleng saya dengan keras. Dan saya hanya bisa menangis saja. Saya tidak mengerti kenapa ayah saya sejahat itu. Sampai saya pernah bilang bahwa suatu hari nanti saya tidak mau mengakui dia sebagai ayah saya," Stephen melanjutkan kisahnya.

Perlakuan yang baik tak pernah ia terima, membuat hatinya semakin perih. Bagai buah simalakama, keputusan yang pahit pun harus ia ambil sewaktu ibunya memutuskan untuk pergi.

"Perasaan saya waktu mama pergi itu... Saya tidak mau kehilangan mama saya. Cuma sebagai anak, saya juga pengen agar mama itu senang. Punya kehidupan yang baik... selagi saya juga pada waktu itu tidak bisa memberikan apa-apa untuk dia," ungkap Stephen ketika mamanya memutuskan pergi dari rumah keluarga mereka.

Stephen yang terpuruk dalam kesendiriannya merasakan menemukan teman-teman yang menerima dirinya. Namun kehidupannya tak semakin membaik.

Stephen berkisah, "Tentunya ketika bermain dengan teman, memakai ‘barang' juga. Yang saya cari itu, suatu kebersamaan itu sendiri. Rasanya ada hal yang mengisi di kekosongan yang ada pada diri saya. Tetapi setelah itu... Ya kembali lagi. Rasa sedih itu datang. Rasa sepi... Hidup saya tuh sama sekali tidak menyenangkan, jadi, tak ada enak-enaknya."

Dalam kesepiannya, di sebuah stasiun kereta Stephen menemukan apa yang selama ini ia cari.

"Tanpa sengaja saya melihat seorang bapak dengan anaknya. Walaupun hal yang mereka lakukan itu adalah hal sederhana, seperti, sang ayah kasih tahu kepada anaknya suara kereta api itu bagaimana... Tetapi bagi saya itu adalah pemandangan yang indah sekali. Karena saya tak pernah dapatkan yang seperti itu. Itu sangat mengena sekali dan tak pernah saya lupakan. Jika bisa diulang, saya ingin hidup saya setidaknya lebih manis. Saya ingin punya orang tua yang normal saja, yang bisa pergi jalan-jalan bersama, ngobrol bersama. Saya sempat kecewa dengan Tuhan..."

Rasa sepi yang membunuhnya membuat hidupnya hampa dan putus asa. Bahkan kekecewaan Stephen pun bertambah saat ia lulus SMA. Ia ingin sekali untuk melanjutkan pendidikannya dengan berkuliah. Tetapi ketika ia menyampaikan niatnya kepada tantenya. Tantenya malah mengatakan bahwa itu adalah hal yang sia-sia karena nanti ia pun bisa saja akan seperti ayahnya yaitu menjadi orang yang tak berguna.

Stephen Victor"Ya saya menjadi semakin malu, gak tahu mau ngapain lagi," kisah Stephen.

Masa depannya seakan menjadi punah. Bagi Stephen, ia seperti tak memiliki harapan lagi. Sampai tindakan nekat ia lakukan.

"Suatu hari kebetulan saya sedang bermain di rumah temen saya. Sampai akhirnya kami sepakat untuk ngeganja. Akhirnya setelah ganja kami nyabu juga. Dan kami memakainya itu terlalu banyak. Sampai akhirnya sewaktu sedang duduk-duduk begitu, saya merasakan sesuatu yang aneh. Nafas saya mulai sesak, badan saya dingin semua. Tidak karu-karuanlah rasanya. Hingga saya tiba-tiba tidak bisa merasakan kaki saya. Dan lama-lama semakin menjalar-menjalar sampai ke leher. Tak bisa merasakan apa-apa lagi. Seperti tidak punya badan saja. Saya meminta tolong pada teman saya, mereka pikir kalau saya ini sedang becanda. Sampai akhirnya teman saya benar-benar sadar bahwa saya benar-benar dalam keadaan sekarat," kisah Stephen bagaimana ia sudah mau nyaris dalam kondisi overdosis.

Temannya, Ryan, yang adalah anak pemilik rumah itu berlari ke ibunya yang sedang berkumpul dengan teman-temannya. "Ma, tolongin Stephen Ma..." Lalu ibu Ryan dan teman-temannya mendoakan Stephen.

Stephen VictorStephen sendiri dalam keadaan seperti itu merasakan bahwa ia dibawa ke dalam suatu suasana dimana ia melihat tubuh penuh kemuliaan yang begitu besar. Ia melihat jempol raksasa dan ia berpikir tubuh siapakah itu. Tapi ia tidak bisa melihat siapa-siapa.

Pada saat itu ia berpikir bahwa apa yang ia lihat itu adalah Tuhan, karena Tuhan sangat besar sekali.

"Disitu saya menangis, ‘Tuhan, saya tidak mau mati dulu. Aku masih ingin hidup. Jika Tuhan masih mau tolong aku, tolongin aku, Tuhan. Jika Tuhan masih kasih kesempatan aku hidup, yang jelek-jelek aku mau untuk tinggalkan.' - Setelah aku bilang seperti itu, tiba-tiba, aku seperti berada di sebuah taman yang indah. Dan disitu aku melihat diri aku berubah menjadi anak-anak. Aku melihat diri aku lari-lari, dan aku bermain-main dengan satu orang dewasa... Dia gendong aku. Saat itu aku merasa senang sekali. Belum pernah aku merasakan rasa senang seperti pada saat itu."

Keinginan Stephen untuk mengenal pada sosok pria dalam penglihatannya itu, membawanya ke dalam suatu pertemuan yang mengubahnya.

"Belum ia jawab apa-apa, baru meluk aku saja, aku sudah menangis disitu. Menangis sejadi-jadinya yang benar-benar aku tidak bisa tahan lagi," kisah Stephen.

Stephen VictorMelalui sesosok seorang pria yang memiliki wibawa seperti seorang ayah, pria dalam pertemuan itu melakuan rekonsiliasi antara Stephen dengan ayah kandungnya sebagai wakil dari ayah kandungnya. Pertemuan itu adalah pertemuan titik balik dalam hidup Stephen dimana ia mengalami rekonsiliasi dalam hatinya sendiri terhadap ayah kandungnya.

Perubahan demi perubahan terjadi dalam hidup Stephen. Saat ini ia sedang melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi. Kasih Tuhan kian nyata ia rasakan.

"Sekalipun saya menghadapi berbagai macam masalah, tetapi saya itu bisa menghadapinya. Jika dulu, perbedaannya, saya tidak bisa menghadapinya. Tuhan Yesus itu memang Tuhan yang sangat hebat, sangat luar biasa. Di dalam Dia, Ia menerima seutuh-utuhnya diriku. Aku juga menemukan semangat hidup. Buat aku Tuhan Yesus itu... Papa yang hebat!" kisah Stephen mengenai perubahan hidupnya mengenal Kristus. (Kisah ini ditayangkan 27 Agustus 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Stephen Victor

Stephen Victor

Halaman :
1

Ikuti Kami