Perumpamaan ‘Orang Samaria yang murah hati' mengandung makna yang paling dalam tentang bagaimana kita harus menunjukkan kasih Kristus kepada sesama kita dan menyatakan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.
Dalam Lukas 10:25-37, digambarkan bagaimana orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ingin menjebak Yesus seperti yang dulu mereka lakukan. Kali ini mereka mempertanyakan mengenai hidup kekal.
Mendapat pertanyaan seperti itu, seperti biasa yang Yesus lakukan juga, Dia melakukannya dengan jawaban yang luar biasa. Sebuah jawaban dengan hanya memberikan sebuah pertanyaan yang orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ketahui jawabannya. Kemudian, Yesus melanjutkan dengan berkata, "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau memiliki hidup."
Setiap orang merindukan kehidupan yang kekal. Semua kepercayaan mendambakan satu kehidupan yang kekal sesudah hidup yang sementara ini. Jika kita ingin memiliki hidup yang kekal, Tuhan ingin kita melakukan perintah-Nya yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, kekuatan, jiwa, akal budi dan mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Disinilah persoalannya yang sering dihadapi manusia yang belum menerima keselamatan atau ragu-ragu dengan keselamatan yang ia terima dalam Yesus Kristus. Dalam pikiran orang seperti ini, ia akan berpikir, "Bagaimana saya bisa mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan tersebut sedangkan saya belum bisa mengasihi orang lain? Jawabannya adalah Kasihi dulu dirimu sendiri.
Mengasihi diri bukan berarti menjadi egois. Mengasihi diri sendiri adalah perwujudan kasih yang akan kita pancarkan kepada orang lain. Tuhan sendiri menginginkan kita mengasihi diri kita. Dia mengetahui apabila manusia tidak dapat mengasihi dirinya sendiri maka mustahil manusia tersebut mengasihi orang lain apalagi Tuhan yang tidak kelihatan.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia itu unik dan istimewa antara satu dan lainnya, meskipun orang tersebut adalah seorang yang kembar identik. Tuhan adalah sang kreator yang luar biasa dan karena itu Dia membuat manusia juga dengan luar biasa. Anda dan saya harus percaya bahwa masing-masing kita hanya satu dan istimewa di dalam dunia ini. Tidak ada yang lain, baik itu di masa lalu, masa sekarang maupun di masa mendatang. Bersyukurlah karena hal ini.
Orang yang bisa menerima dirinya maka kemungkinan besar dia akan bisa menerima orang lain. Ia akan mengerti bahwa dirinya tidak sempurna dan orang lain pun tidak ada yang sempurna. Dengan begitu pada akhirnya ia dapat mengasihi orang lain dan juga Tuhan.
Pada paragraf awal artikel ini disebutkan mengenai kisah perumpamaan ‘Samaria yang murah hati'. Yang menarik dari kisah tersebut adalah dari ketiga tokoh yang sama-sama melihat keadaan orang yang terluka di jalan tersebut, sang "penyelamat" tersebut bukanlah orang-orang yang satu kaumnya. Melainkan seorang Samaria yang merupakan musuh orang Yahudi ketika itu.
Orang Samaria tersebut tidak memperdulikan nyawa dan waktunya. Bahkan bisa jadi dirinya akan menjadi musuh di kaumnya karena membantu seorang yang tidak patut ditolong. Namun, itulah kasih sejati. Kasih yang sejati adalah kasih yang bisa mengampuni, bahkan mengampuni musuh-musuh kita. Kedengaran klise, tetapi itulah yang diinginkan Yesus kepada umat-Nya di muka bumi ini.
Ketika kita bisa menerima diri kita dan berkata bahwa kasih itu tinggal dalam hati saya saat ini, ada satu perkataan Yesus yang juga merupakan perintah untuk anak-anakNya kerjakan, "Pergilah dan lakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orang Samaria." Jadilah orang Samaria seperti perumpamaan Yesus tersebut karena Dia membutuhkan orang-orang seperti orang Samaria di akhir zaman ini.
Sumber : Pdt. Yuyung Nehemia – Pribadi Tangguh