"Saya memutuskan bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya, saya berpikir bahwa uang adalah sumber kebahagiaan, uang bisa menyelesaikan segala masalah, sehingga keinginan saya yang lain saya lupakan," kisah Eddy.
Eddy bekerja dengan tidak mengenal waktu sehingga semua impiannya ia kuburkan dalam-dalam. Yang ada dalam benaknya, hanya uang.
"Karir saya mulai meningkat, penghasilan saya mulai ada, saya mulai bisa menyimpan uang dan kehidupan saya mulai salah bergaul dengan teman-teman saya. Saya mulai merokok, minum-minuman keras, obat-obatan termasuk perempuan. Perasaan saya saat itu hanyalah ingin untuk mulai menikmati hidup. Dan juga mungkin ingin membuktikan bahwa sekarang saya sudah mampu," Eddy menjelaskan kembali bagaimana kebiasaan buruknya dahulu.
Dahulu, ayah Eddy meninggalkan keluarganya begitu saja demi perempuan muda lain. Kehidupan keluarga mereka menjadi sangat miskin sekali. Ibunya harus mulai berusaha cari uang dan harus membiayai 9 anak. Akibat keadaan keluarga yang serba kekurangan, Eddy dengan terpaksa menerima kenyataan harus terpisah dari keluarganya.
Dahulu ia dititipkan di Bogor, pada saat itu ia merasa sedih sekali karena ia tidak mau terpisah dari keluarganya. Tetapi keadaannya seperti itu, maka ia terpaksa harus menerima kenyataan itu meskipun di dalam hati menangis.
Saudara yang rumahnya ia tinggali adalah orang-orang yang keras. Ia diperlakukan tidak seperti keluarga, tetapi ia malah dipekerjakan selama tinggal disitu.
"Saya disuruh jualan keliling dari sekolah-sekolah, setiap hari ketika pulang jika sudah sore, dapat makanan pun hanya singkong," kenang Eddy. Pada saat itu Eddy sudah tidak bisa menahan penderitaan, rasanya ia sudah ingin mati.
Kekurangan bagaikan lintah yang terus menggerogoti kehidupan Eddy. Uang sekolah pun menjadi masalah yang besar baginya. "Saya sering terlambat bayar uang sekolah, sering dipanggil ke kantor dan disuruh pulang untuk cari uang, jika sudah dapat uang, baru saya dibolehkan sekolah lagi."
Itu membuat Eddy merasa sedih sekali, hampir Eddy tidak bisa meneruskan sekolah. Setelah lulus SMA, keinginan Eddy untuk masuk universitas hampir tidak bisa karena tidak ada biaya.
Itulah masa remaja Eddy yang serba kekurangan. Masa tersebut membuat Eddy merasa benci dengan kemiskinan. Cinta akan uang dan pesta-pora terus membayangi hidup Eddy.
Kemudian pada tahun 1995, Eddy menikah. Dalam rumahtangganya, ia bekerja dan istrinya bekerja karena Eddy terus membawa pemikiran bahwa ia harus mendapatkan uang sebanyak-banyaknya karena itu adalah sumber kebahagiaannya. Menurutnya uang bisa menyelesaikan banyak masalah.
"Tetapi kehidupan rumah tangga kami sebetulnya tidak bahagia," Eddy mengisahkan yang sebenarnya.
Di tengah berlimpahnya harta, pergaulan yang salah, serta kehampaan dalam pernikahan, Eddy terlibat dalam percintaan terlarang.
Eddy menuturkan, "Ada seorang wanita yang menggoda saya, ia kerap kali menggoda saya. Saya mulai terpengaruh, saya mulai mengadakan hubungan dengan dia. Istri saya tidak tahu apa yang saya lakukan, ia mengira bahwa saya pria baik-baik yang pekerja keras. Ia tidak pernah berpikir bahwa saya akan selingkuh."
Istrinya memang menaruh kepercayaan penuh kepada suaminya, memang ia pernah merasa curiga karena banyak sekali yang mengejar-ngejar suaminya, bahkan hingga pernah ada yang bilang ‘akan menunggu dudanya.'
"Saya mendengar itu, rasanya kurang ajar sekali, tetapi saya tidak bisa apa-apa, saya berpikir yang penting dari suami sayanya," ujar Herminawati, istri Eddy.
Tanpa memikirkan perasaan istri, Eddy terus bersandiwara demi memuaskan ego-nya.
"Kami jarang bisa ketemu karena saya termasuk workaholic, kerja sampai sore, istri saya pulang, tidak lama kemudian saya berangkat lagi malam... Pulangnya istri saya sudah tidur," Eddy mengisahkan bagaimana pernikahannya berjalan.
Bertahun-tahun Eddy menyimpan kebusukannya dengan berbagai sandiwara dan kebohongan. Eddy semakin terjerumus ke dalam lingkaran setan. Namun ada satu peristiwa yang menghentakkan hidupnya.
"Suatu saat saya dan teman-teman sedang menikmati satu acara yang biasa dilakukan. Saya merasakan perasaan yang belum pernah saya rasakan, yaitu kegelisahan... Gelisah sekali, saya coba untuk minum, tidak mengurangi gelisah saya. Saya coba makan sesuatu, juga tidak bisa mengurangi kegelisahan saya. Kegelisahan itu terus memuncak, dan akhirnya saya memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai," Eddy mengisahkan pengalaman uniknya itu.
"Di tengah jalan, sewaktu nyetir saya sambil membayangkan, saya ingat anak-anak kami, bagaimana jika mereka tahu saya aslinya seperti apa... Mereka pasti sedih," ungkap Eddy tentang pemikirannya sewaktu mengalami hal tersebut.
Tanpa disadari oleh Eddy, sang istri sedang berdoa untuk suaminya.
Pikiran Eddy berkecamuk, memikirkan bagaimana jika ia mati atau overdosis... Ia memikirkan nasib anak-anaknya yang masih kecil.
"Bagaimana kalau saya tertangkap polisi, saya dipenjara... Aduh, kasihan mereka," pikir Eddy.
Eddy merasakan takut akan kematian yang amat sangat, dan pada saat itu Eddy sudah tidak mengendalikan perasaannya. Ia sangat gelisah dan merasakan ketakutan yang amat sangat.
Berhari-hari rasa bersalah atas pengkhianatannya kepada istri, mencengkeram Eddy begitu kuat. Sampai akhirnya Eddy menerima ajakan istrinya untuk mengikuti suatu ibadah. Saat itu Eddy mengalami sesuatu yang amat sangat mengejutkan.
"Saat itu saya bagai mendengar suara angin yang kencang sekali, sewaktu itu malam saya mendengar suara angin kencang. Pada waktu itu, saya seperti melihat gambaran layar, tentang perbuatan-perbuatan saya pada masa lalu, yang saya lakukan selama ini itu... Saya seperti diingatkan... ‘Kamu itu salah, kamu itu berdosa, kamu itu telah menyakiti istri kamu, keluarga kamu, kamu berdosa terhadap Tuhan.' Melihat dan mendengar itu... Saya merasa hina sekali, merasa berdosa, merasa kotor..." Eddy berkisah.
Perasaan tidak layak dan kotor menyelimuti Eddy, sampai suatu ketika di penghujung ibadah Eddy mendengar sesuatu yang belum pernah ia dengar.
"Ketika saya di depan, pendeta itu mengatakan ‘Tuhan mengasihi kamu, Tuhan mengampuni kamu'," kisah Eddy.
Eddy menangis, ia terkejut mendengar pesan dari pendeta itu bahwa Tuhan mengampuni dirinya. Ia merasa kotor, tidak layak...
"Tuhan menerima kamu apa adanya..." Eddy merasa semakin sedih menyesal akan dosa-dosanya.
Saat itu adalah saat yang sangat istimewa bagi Eddy, ia dapat merasakan kasih yang sempurna dari Tuhan.
"Saya merasakan kelegaan... Rasanya ringan sekali. Rasanya beban yang dipikul, rasanya lepas semua. Perasaan saya senang sekali, bahagia sekali. Ada damai sejahtera dan sukacita yang belum pernah saya rasakan," Eddy menceritakan pengalaman pertobatannya.
Peristiwa itu membuat Eddy memutuskan hidup benar dan meninggalkan semua kebiasaan buruknya. Dan Eddy menceritakan semua kebusukannya selama ini kepada sang istri.
"Saya menceritakan kepada istri saya bahwa saya dahulu pernah berjudi dan saya meminta maaf. Istri saya bilang bahwa dia memaafkan saya. Dan yang terakhir ini saya berat sekali mengatakannya. Saya bilang bahwa saya pernah mengkhianati pernikahan. Istri saya syok mendengar itu. Ia tidak bisa terima."
Istrinya hanya bisa menangis, kaget, dan pikirannya berkecamuk. Ia lari, masuk kamar, dan mengunci kamar.
Ia hanya bisa menerima kenyataan ini dengan berdoa kepada Tuhan. "Berdoa saja, ngadu semuanya sama Tuhan. Saya tahu jika saya tidak mengampuni, saya orang yang bodoh sekali, karena saya sudah tahu Firman Tuhan. Tuhan kan bilang, ‘kalau kamu tidak mengampuni orang lain, Aku pun tidak akan mengampuni kamu' - Saya doa meminta kekuatan Tuhan.
Setelah tiga hari ia menghampiri Eddy dan mengatakan bahwa ia mau memaafkan suaminya.
"Saya merasa bahagia sekali, karena istri saya mau mengampuni saya," Eddy merasa amat senang. Istrinya pun merasa beban yang selama ini jadi terasa ringan karena sudah diangkat.
Sebuah keluarga yang sudah ada di ambang kehancuran, kini telah memiliki harapan dalam Tuhan dan saat ini Eddy Suherman dan istrinya telah menemukan kebahagiaan yang sejati.
Herminawati mengatakan, "Jika saya tidak bertemu Yesus, hidup saya akan berantakan, keluarga berantakan, dan hidup ini jadi sia-sia. Gak ada tujuan, gak ada gunanya."
Eddy Suhardirman pun berkata, "Setelah saya menerima Tuhan Yesus, saya mempunyai paradigma yang berubah, bahwa uang itu tidak memberikan kebahagiaan sepenuhnya. Kebahagiaan itu hanya bisa saya dapat di dalam Tuhan Yesus." (Kisah ini ditayangkan 17 April 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Eddy Suhadirman