Pemerintahan nasionalis Hindu di selatan negara bagian Karnataka, yang tercatat sebagai penyerang orang Kristen kedua terbesar tahun lalu, berencana untuk memperkenalkan undang-undang "Anti Konversi (Perpindahan Keyakinan)" yang memungkinkan mereka untuk melakukan kekerasan di negara bagian India lainnya.
Beberapa pasal dirancang untuk menggagalkan paksaan atau pun penipuan dalam perpindahan keyakinan, namun mereka menyalahartikannya sebagai kejahatan umum. Komentar dari para pejabat publik terkadang memperbesar kesalahpahaman ini: Konstitusi India mengatur kebebasan beragama, namun Menteri Hukum, Peradilan dan HAM negara bagian Karnataka, S. Suresh Kumar, pengikut Hindu Ekstrim mengatakan bahwa pemerintahan negara bagian yang ada di bawah Bharatiya Janata Party, telah mengatur undang-undang anti konversi, dimana orang-orang Hindu yang ‘tidak bersalah', dikonversikan ke agama lain."
"Hindu yang miskin dan kurang pendidikan telah menjadi korban dari propaganda palsu melawan Hinduisme, dan pemerintah merencanakan untuk membuat sebuah hukum setelah mempelajari aksi anti konversi yang serupa / bentuk anti konversi dari beberapa negara bagian," kata menteri BJP dalam kunjungan publikasi resminya kepada kalangan Hindu ekstrim, Rashtriya Swayamsevak Sangh, sebagai mentor ideologi BJP.
Undang-undang anti konversi telah diberlakukan dengan paksa di lima negara bagian - Orissa, Madhya Pradesh, Chhattisgarh, Himachal Pradesh dan Gujarat - dan dalam waktu dekat akan diimplementasikan di negara bagian Arunachal Pradesh dan Rajasthan. Ironisnya hal ini dinamakan "Aksi Kebebasan Beragama", hukum yang membatasi konversi agama yag diciptakan melalui kekerasan, penyelewengan atau bujukan, namun kelompok HAM mengatakan pemindahan agama dari Hindu nasionalis menjadi Kristen adalah dengan melakukan penangkapan dan hukuman penjara. Sejumlah kasus yang menentang kekristenan telah diberlakukan di bawah hukum Anti Konversi, terutama di Madhya Pradesh, Chhattisgarh dan Orissa, namun tak seorangpun dihukum setelah lebih dari empat dekade hukum ini diberlakukan.
Dr. Sajan K. George, presiden dari Karnataka yang berbasiskan Dewan Global Kristen India, dan dilaporkan telah mengalami kekerasan, berencana untuk memperkenalkan sebuah undang-undang yang mencatat sejarah penyalahgunaan Hindu ekstrim nasionalis. Dia juga menunjukkan keprihatiannnya akan ketidakpedulian pemerintah untuk menghukum mereka yang telah menyerang umat Kristiani.
"Sayangnya, sepanjang tahun 2008 telah terjadi regresi terburuk bagi komunitas Kristen di India yang telah mengalami gelombang kekerasan dan penganiayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya semenjak Kristen pertama kali diperkenalkan di India 2.000 tahun yang lalu," ujar George, merujuk kepada peningkatan drastis akan angka serangan anti Kristen di beberapa negara bagian India, terutama Karnataka dan Orissa bagian selatan dalam setahun terakhir ini.
Dengan formasi BJP yang dibentuk pemerintah tahun lalu, kekuatiran di antara komunitas Kristen bahwa penganiayaan akan meningkat telah menjadi kenyataan.
"Karnataka mencatat sedikitnya 112 serangan anti Kristen terjadi di 29 distrik sepanjang tahun 2008," dan sedikitnya 10 insiden dilaporkan telah terjadi di awal tahun ini, ujar George. Di Karnataka sendiri tercatat sedikitnya terdapat 1 juta orang Kristen dari 52,8 juta populasi negeri ini.
Menurut George, kondisi menegangkan di distrik Karnataka terjadi di Mangalore, Bangalore dan Davangere. Distrik di Chikmagalur, Chitradurga, Belgaum, Tumkur, Udupi, Shimoga, Dharwa dan Kodagu juga berpotensi mengalami kekerasan. GCIC melaporkan pada tanggal 11 Januari 2009 lalu oknum ekstrim Hindu nasionalis yang tak teridentifikasi merampok rumah seorang Kristen yang berada di Amrthmahal Kavalu, dekat kota Tiptur di distrik Tumkur Karnataka, melakukan kekerasan secara verbal kepada empat orang Kristen yang tinggal di rumah itu dan membakar Alkitab mereka. Sembilan orang Hindu garis keras mengancam akan membakar habis rumah mereka jika orang Kristen tetap melanjutkan ibadah mereka di Calvary Gospel Centre.
Selain legitimasi akan kekerasan Anti Kristen yang sedang ramai dibicarakan, para kritikus mengatakan undang-undang anti konversi hanya akan membuat daftar orang yang akan menjadi target kaum Hindu ekstrimis. Di negara bagian Gujarat, petinggi agama dari Gandhinagar, Rev. Stanislaus Fernandes, dan juga organisasi-organisasi non profit telah menandatangani petisi ke pengadilan tinggi menentang undang-undang anti konversi Gujarat yang mengharuskan seseorang untuk mendapatkan ijin terlebih dahulu dari hakim distrik sebelum melakukan seremonial pindah agama. The Times India melaporkan bahwa pengadilan M. S Shah dan pengadilan Akil Kureshi telah menerima kasus ini dan mengeluarkan pemberitahuan kepada pemerintah negara bagian akan kejelasan dari keberadaan hukum ini.
Pada kenyataannya, dengan membuat satu peraturan mengenai konversi melalui pemberitahuan kepada khalayak umum, hanya bertujuan memfasilitasi dan menyemangati kalangan fanatik relijius untuk mengambil alih hukum ke dalam tangan mereka, bahkan untuk kasus berpindahnya agama berdasarkan keputusan ribadi dan sukarela. Para pengaju petisi mengatakan, "Atas nama hukum dan ketertiban, undang-undang ini justru akan mengundang orang melawan hukum dan ketertiban." Pengacara menambahkan bahwa hukum ini bertujuan untuk "mempertahankan Dalits dan menjagai mereka agar tidak berpindah kepada kepercayaan yang lain, dan itu artinya memaksa mereka untuk terus tinggal dalam tradisi Hindu."
Sepertinya kasus Orissa bukanlah akhir dari tragedi penganiayaan terhadap orang Kristen di India. Tapi seperti kita ketahui, firman Tuhan adalah ya dan amin. Apa yang telah difirmankan-Nya tidak mungkin ditarik kembali. Saya yakin segala penderitaan yang dialami saudara-saudara kita di India akan semakin menumbuhkan umat Tuhan yang kuat dan tak tergoyahkan oleh apapun juga. Mari berdoa dan mendukung saudara-saudara kita di India untuk tetap teguh berpegang pada Kristus.
Sumber : cbn.com / LEP