Mengapa Nasibku Jadi Babu...?

Nasional / 19 February 2009

Kalangan Sendiri

Mengapa Nasibku Jadi Babu...?

Puji Astuti Official Writer
4790

Sekelompok pembantu rumah tangga (PRT) yang berjumlah 100 orang melakukan aksi demonstrasi di bundaran HI, Jakarta. Para pembantu ini bukan berdemo meminta kenaikan gaji atau menuntut upah sesuai UMR, para PRT yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pembantu Rumah Tangga Tunas Mulia ini menuntut wakil rakyat yang berada di gedung DPR serta pemerintah membuat undang-undang perlindungan terhadap pekerja pembantu rumah tangga seperti mereka ini.

Nasib para PRT memang sangat mengenaskan, mengingat banyaknya kasus penganiayaan terhadap PRT yang terjadi saat ini.

Salah satu pendemo adalah Sayuti (19), profesi sebagai PRT sudah dia jalani sejak berumur 16 tahun dan menurutnya sangat membutuhkan perlindungan hukum.

"Undang-undang ini amat diperlukan bagi kita sebagai pembantu rumah tangga dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus memberikan perlindungan keamanan bagi kami."

Wanita yang bekerja di Yogyakarta ini menyuarakan tuntutannya mengingat banyak pembantu yang suaranya tidak didengar oleh para majikannya, dan banyak hak-hak mereka yang diabaikan.

"Seperti hari libur yang kadang tidak mereka punyai, atau juga tempat untuk istirahat yang layak," demikian ungkap Sayuti.

Saat ini ada sekitar 4 juta orang yang berprofesi sebagai PRT, dan satu juta diantaranya masih anak-anak. Untuk itu mereka juga menuntut agar para PRT yang masih anak-anak juga mendapatkan haknya untuk belajar dan memperoleh pendidikan. Mereka mengharapkan para majikan memberikan hak untuk sekolah bagi para pembantu yang masih anak-anak.

Demo ini dilakukan dalam rangka memperingati hari PRT. Dalam aksi yang di fasilitasi oleh Jaringan Nasional Advokasi PRT (Jala PRT), mereka menggunakan atribut khas PRT seperti celemek dan lap yang diikatkan di kepala.

Banyak orang tidak menghargai mereka yang berprofesi sebagai PRT. Status babu yang melekat dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia sejak jaman koloial Belanda sulit dihilangkan, sehingga seringkali masyarakat memandang rendah profesi PRT.

Perlakuan dari para majikan pun sering tidak manusiawi dan merendahkan. Pada hal, pembantu rumah tangga adalah suatu profesi dan bukannya status sosial. Profesi PRT sama seperti profesi yang lainnya, tidak jauh beda. Hanya karena profesi ini bisa dilakukan dengan ketrampilan seadanya dan tanpa pendidikan tidak berarti boleh meremehkan orang yang berprofesi sebagai PRT.

Tanpa para PRT ini, mereka yang menggunakan jasa PRT akan mengalami kesulitan. Hal ini sangat terasa bila memasuki masa lebaran, ketika para PRT mudik ke kampungnya. Untuk itu, mari hargai pembantu yang bekerja di rumah Anda. Mari kita dukung suara para PRT yang menuntut adanya perlindungan hukum atas mereka.

Sumber : Media Indonesia/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami