Mengasihi dalam Ketidaksempurnaan (2)

Kata Alkitab / 19 February 2009

Kalangan Sendiri

Mengasihi dalam Ketidaksempurnaan (2)

Lestari99 Official Writer
7344

Dalam berbagai kesempatan - terutama dalam seminar dan training - saya sering bertanya kepada orang-orang, mengapa mereka berbuat baik kepada rekan sekantor mereka? Ijinkanlah saya mengajukan pertanyaan yang sama kepada Anda kali ini, "Mengapa Anda berbuat baik kepada orang di sekitar Anda?"

Saya tidak tahu apa jawaban Anda namun dari pengalaman, biasanya orang akan menjawab, "Saya berbuat baik kepada orang lain agar mereka juga baik kepada saya atau minimal agar mereka jangan menyakiti saya." Wow, betapa sebuah alasan yang sangat egois! Tapi itulah manusia yang cenderung untuk egois dan lebih tertarik pada kepentingan dirinya sendiri.

Terkadang saya juga bertanya, "Mengapa Anda memberi sumbangan kepada orang yang membutuhkan?" Ada saja yang menjawab, "Agar jangan sampai saya merasa tidak enak. Masa semuanya pada nyumbang tapi saya tidak." Ada juga yang menjawab, "Saya memberi agar saya bisa merasa bahagia. Bukankah kebahagiaan sejati akan didapatkan jika kita memberi?"

Ada sebuah cerita menarik tentang memberi agar bahagia. Konon, seusai sebuah kebaktian, seorang ibu mengeluarkan uang pecahan 100.000 rupiah dari dompetnya dan memberikannya kepada seorang pengemis yang berdiri di pintu gereja. Si pengemis sangat terkejut. Tak putus-putusnya ia mengucapkan terima kasih lalu ia bertanya, "Ibu, baru kali ini saya menerima pemberian sebesar ini. Ibu betul-betul orang yang sangat murah hati." Si ibu hanya tersenyum. Si pengemis melanjutkan ucapannya, "Tetapi kalau boleh saya tahu, mengapa Ibu memberikan saya uang yang sangat banyak?" Dengan nada santai, si ibu berujar, "Saya merasa bahagia bila bisa memberi." Kali ini dengan polosnya si pengemis berkata, "Lalu, kenapa ibu tidak memberikan saja semua uang yang ada di dompet ibu agar ibu bisa merasa jauh lebih bahagia?"

Kita barangkali tersenyum atau tertawa setelah membaca kisah tersebut. Namun maukah kita jujur mengakui bahwa terkadang dalam hidup ini kitapun berperilaku seperti ibu di atas. Kita melakukan sesuatu yang sebenarnya untuk kepentingan kita sendiri. Kita bukannya mengasihi melainkan mencintai. Jangan kecil hati, hal ini bukan hanya terjadi pada Anda, namun juga saya secara pribadi.

Itulah sebabnya saya ingin mengajak kita semua untuk sejenak merenungkan kembali alasan mengapa kita harus mengasihi sesama, terutama orang-orang yang paling dekat dengan kita. Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Sebagai pengikut Kristus, tentulah kita ingat pesan Sang Guru mengenai hukum yang terutama yakni, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:36-40)".

Dari pengalaman hidup, saya kemudian berpendapat ada beberapa alasan penting mengapa kita harus mengasihi. Pertama, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita. Yohanes menulis, "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita (1 Yohanes 4:11-12)". Alasan kedua, dengan mengasihi kita meneruskan kasih Tuhan kepada sesama. Kita menjadi alat Tuhan untuk mewartakan kasih-Nya kepada orang di sekitar kita. Bunda Teresa berkata, "Sebarkan kasih Anda kemana pun Anda pergi. Pertama, di dalam rumah Anda sendiri. Berikan kasih kepada anak-anak Anda, isteri atau suami Anda, kepada tetangga di sebelah rumah Anda. Jangan sampai ada orang yang datang kepada Anda yang pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah alat untuk menunjukkan kebaikan hati Tuhan; melalui keramahan di wajah Anda, keramahan di mata Anda, keramahan dalam senyum Anda, keramahan dalam salam hangat Anda." Ketiga, mengasihi adalah "identitas mutlak" dari para murid Kristus. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi," kata Yesus (Yohanes 13:34-35).

Belajar Mengasihi

Terus terang, saya harus mengakui bahwa saat ini pun - bahkan hingga akhir hidup saya di dunia ini - saya masih menjadi siswa dari "mata pelajaran kasih". Betapa mudahnya mengucapkan kasih dan betapa sulitnya mempraktekkan kasih dalam kehidupan nyata, terutama dalam situasi yang serba sulit. Saya masih harus belajar dari Allah, Sang Kasih Sejati dan juga dari manusia-manusia yang merupakan pancaran kasih Allah bagi dunia ini.

Diakui atau tidak, kasih telah menjadi kebutuhan mutlak setiap manusia. Maurice Wagner bahkan menyebutkan kalau dalam hati setiap manusia ada kebutuhan untuk merasa dikasihi tanpa harus diperiksa dahulu apakah ia pantas menerimanya. Setiap manusia ingin dikasihi sekaligus ingin mengasihi!

Jika kita berbicara mengenai kasih, kita tidak mungkin memisahkannya dari hubungan antar manusia. Hubungan ini kerap menjadi sumber sukacita sekaligus dapat menjadi sumber kekecewaan yang paling mendalam. Hubungan kasih yang terus meningkat membuat hidup semakin berseri sedangkan hubungan yang buruk membuat hidup semakin muram.

Jika kasih menjadi pondasi bagi sebuah hubungan tentu hubungan itu akan bertambah baik dan bertumbuh subur dari hari ke hari. Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menumbuhkannya? Barangkali saran dari Glenn Van Ekeren dapat membantu kita semua. Lewat bukunya 12 Simple Secrets of Happiness (Finding Joy in Everyday Relationships) Glenn mengatakan, dalam hubungan antar manusia Anda dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi dengan:

Memberi lebih banyak daripada yang Anda terima
Memberi kesempatan kepada seseorang untuk tetap terhormat
Mampu menyimpan rahasia
Memberi dukungan dan saran positif
Bersikap loyal
Bersedia mendengarkan
Memperlakukan orang secara bermartabat
Mengatakan "tolong" dan "terima kasih"
Bersedia menerima pandangan orang lain
Bersedia memaafkan kesalahan

Mengasihi Orang Sulit

Salah satu hal yang sering dilupakan orang adalah mengasihi tidak selalu identik dengan berusaha memuaskan keinginan orang lain. Kita harus sadar sepenuhnya kalau dalam hidup ini kita tidak akan pernah bisa memuaskan keinginan semua orang. Manusia begitu banyak dan beragam keinginannya sehingga kita tidak mungkin dapat memenuhi semua keinginan mereka. Tentu akan ada yang kecewa. Itu hal yang sangat wajar! Lagipula, jika kita senantiasa berusaha hidup menurut keinginan, pendapat dan kehendak orang lain, kita akan kehilangan jati diri kita dan mudah sekali diombang-ambingkan oleh perkataan orang lain. Kita menjadi orang yang tidak memiliki prinsip atau pegangan hidup.

Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa salah satu hal tersulit dalam hidup ini adalah mengasihi orang-orang sulit (difficult people) yakni orang-orang yang membuat kita senantiasa merasa sedih, memperburuk keadaan atau bahkan mencelakakan kita. Dalam hidup ini, saya kerap berhadapan dengan orang-orang semacam itu. Semula saya sempat marah dan menaruh dendam namun akhirnya saya sadar bahwa tindakan itu hanya membuat saya makin terpuruk dalam kesedihan. Sesungguhnya dalam hidup ini tidak seorangpun dapat membuat kita sedih atau frustrasi jika kita tidak mengijinkannya.

Cara terbaik adalah dengan belajar memaafkan dan melupakannya. Selain itu, saya mencoba melihat kehadiran mereka sebagai sebuah peluang untuk perkembangan pribadi saya sehingga saya dapat semakin dewasa dan bijaksana. Jika kita jeli, kehadiran orang-orang sulit justru dapat menjadi sebuah pelajaran sangat penting bahkan teramat mahal agar kita tidak mencontoh perilaku mereka.

Sebagai contoh, saya beberapa kali berteman dengan orang-orang yang terbiasa menerima namun tidak terbiasa untuk memberi. Ketika mereka membutuhkan saya, mereka akan mengejar-ngejar saya dan terus mendesak saya. Namun setelah bantuan diberikan, mereka pun berlalu bersama sang angin dan tidak pernah terdengar lagi kabarnya hingga hari ini. Beberapa dari mereka bahkan sempat menjatuhkan nama baik saya. Dari mereka ini saya kemudian mendapat satu prinsip hidup yang saya pegang hingga hari ini yakni: jika saya tidak bisa menguntungkan Anda, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak merugikan Anda.

Ada juga beberapa teman yang hampir selalu sinis dan senantiasa "jeli" dalam melihat plus mengkritik segala kelemahan ataupun kesalahan saya. Mereka senantiasa bersikap negatif terhadap segala sesuatu. Dari mereka inilah saya belajar pentingnya bersikap positif dan bersabar dalam menghadapi kritikan. Saya juga belajar untuk tidak takut mengoreksi diri sendiri dan memperbaikinya.

Pesan Kasih

Perkenankanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan sebuah pesan kasih dari Bunda Teresa, "Ketika ajal kita tiba, ketika kita bertatap muka dengan Tuhan, kita akan dihakimi dalam hal kasih - bukan perihal berapa banyak yang telah kita perbuat, melainkan berapa banyak kasih yang telah kita sertakan dalam perbuat-perbuatan kita itu." Salam kasih bagi Anda semua. ***

Halaman :
1

Ikuti Kami