Sekarang mari kita bicara lebih jauh mengenai talenta dalam kehidupan setiap manusia. Untuk selanjutnya, kata talenta lebih saya maksudkan sebagai potensi diri. Secara pribadi, saya percaya bahwa setiap manusia memiliki talenta. Tentu setiap orang memiliki talenta yang berbeda-beda. Secara umum, talenta dapat kita bagi dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Bakat alam (natural talent)
Bakat alam ini sudah dibawa sejak seseorang lahir ke dunia ini. Bakat alam seorang anak biasanya telah terlihat dengan jelas ketika ia masih kanak-kanak. Pernahkah Anda melihat seorang anak berumur tiga tahun yang suka sekali bernyanyi padahal ia belum fasih mengucapkan kata-kata dengan benar? Atau seorang anak kecil yang selalu dengan mudah menarik perhatian anak-anak lainnya (yang semula belum dikenalinya) jika berada di tempat umum?
2. Ketrampilan (skill)
Dalam hidup ini ada banyak sekali ketrampilan yang bisa kita pelajari, misalnya menyetir mobil, mengoperasikan sebuah mesin, atau menggunakan computer. Ketrampilan-ketrampilan seperti ini biasanya bisa kita dapatkan lewat proses pembelajaran, seperti lewat pengalaman pribadi, atau mengikuti kursus-kursus atau kita dibimbing oleh seorang mentor yang handal sehingga kita pun memiliki ketrampilan seperti mentor tersebut.
3. Karunia rohani (spiritual gift)
Berbeda dengan bakat alam dan ketrampilan, karunia rohani tidak kita bawa sejak lahir. Karunia rohani biasanya diberikan ketika seseorang sungguh bertobat dan menyerahkan hidupnya untuk melayani Tuhan. Ia tidak lagi mencari pujian untuk dirinya namun ingin menyatakan kebesaran dan kemuliaan Tuhan melalui karya nyata dalam hidupnya. Jika seseorang menerima karunia rohani dan terus mengembangkannya maka dampaknya akan sangat luar biasa dan sering di luar jangkauan pikiran manusia sebab Tuhan berkarya secara nyata. Ada beberapa buku yang secara detil membahas mengenai karunia rohani (dan memberikan alat bantu berupa tes untuk mengetahui karunia rohani), misalnya Understanding Your Spiritual Gifts (Dr. Bruno Caporrimo) dan Mengenal Karunia Roh Kudus (Kenneth E. Hagin).
Hambatan Penemuan Talenta
Meski setiap manusia diberikan talenta yang khusus namun terkadang sangatlah tidak mudah bagi seseorang untuk mengetahui secara jelas apa saja talenta dalam hidupnya. Barangkali itu pula sebabnya seorang remaja kerap mengalami kebingungan ketika ia akan memilih jurusan saat di Sekolah Menengah Umum (SMU) atau memilih jurusan ketika akan masuk perguruan tinggi. Terkadang baru pada saat usia lanjut seseorang bisa secara persis mengetahui talenta hidupnya.
Memang menemukan talenta itu tidak mudah bagi sebagian besar manusia. Berbagai macam tes, termasuk psikotes hingga tes minat dan bakat terkadang bisa membantu namun tidak selalu akurat. Di sisi lain ada sejumlah hambatan yang akan semakin mempersulit bagi seseorang untuk menemukan talentanya, seperti:
Tidak mau menerima diri apa adanya. Ada banyak hal dalam hidup ini yang bisa kita ubah namun ada juga hal yang tidak bisa kita ubah. Khusus untuk hal-hal yang tidak bisa kita ubah, kita harus menerimanya. Jika tidak, kita akan terus dilanda perasaan minder atau bahkan penghakiman terhadap diri sendiri. Sungguh, adalah sebuah langkah besar dan berani dalam hidup setiap manusia ketika ia mulai bisa melihat secara jelas kelebihan serta kekurangannya, kemudian berkomitmen untuk mengembangkan kelebihannya serta menerima kekurangannya. Saya selalu percaya, Tuhan tidak pernah menutup satu pintu tanpa Ia membuka pintu lainnya. Sayangnya, manusia kerap terpaku dan menangisi pintu yang telah tertutup itu sehingga ia tidak sempat melihat pintu lain yang telah dibukakan baginya.
Terus-menerus iri kepada orang lain. Barangkali Anda pernah melihat orang yang senantiasa memberikan komentar negatif terhadap prestasi yang diraih oleh orang lain. Komentar negatif ini bisa jadi timbul dari rasa iri. Ada yang berkata kalau iri adalah tanda tidak mampu. Menurut saya, itu tidak selalu benar. Bagi saya, iri justru merupakan tanda tidak bersyukur. Jika saja setiap manusia mensyukuri apa yang telah ia terima maka perasaan iri akan menjauh dari hidupnya. Justru ia semakin bisa bersukacita melihat keberhasilan orang lain.Jika seseorang senantiasa iri kepada orang lain maka energinya akan terbuang sia-sia dan ia tidak dapat melihat dengan jernih kesempatan yang menghampiri hidupnya. Orang yang iri, fokusnya berubah ke luar bukan ke dalam untuk melihat apa yang telah ia miliki (baik talenta maupun kesempatan yang terbuka baginya).
Terus-menerus meniru orang lain. Secara jujur harus saya akui bahwa saya juga pernah dihinggapi kecenderungan seperti ini sampai suatu hari seorang sahabat mengingatkan saya kalau tindakan itu akan menyabotase masa depan saya. Ya, saya harus menjadi diri saya yang terbaik. Bukan menjadi mesin fotokopi! Orang lain dapat menjadi sumber inspirasi bagi hidup saya namun saya tidak boleh menjiplak orang lain habis-habisan atau dalam istilah komputer copy paste. Sejak saat itu saya selalu mengukur perkembangan diri saya dengan diri saya di masa lalu. Apakah ada perkembangan diri saya ke arah yang lebih baik secara periodik (misalnya dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun)?
Terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Yang saya maksudkan di sini adalah membandingkan diri dengan tujuan untuk menghina diri sendiri. Tentu ini bukan sikap yang bijaksana karena seringkali saya melihat orang membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan dirinya. Sikap seperti ini hanya akan melahirkan perasaan minder berkelanjutan. Memang ada juga orang yang membandingkan diri dengan tujuan yang positif yakni agar memacu prestasi dirinya atau memotivasi dirinya menjadi lebih baik. Jika rumput tetangga kelihatan lebih hijau maka sudah saatnya kita merawat, menyiram dan memupuk rumput di halaman kita agar bisa sama hijau bahkan lebih hijau daripada rumput tetangga.
Terus-menerus hidup dalam kedagingan. Jika seseorang hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsunya, ia tidak akan pernah peduli dengan lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, bisa jadi ia juga tidak akan peduli akan masa depannya. Yang terpenting bagaimana ia bisa senang atau memuaskan hasrat hatinya dengan menghalalkan segala cara. Hidup semata-mata hanya untuk menyenangkan diri sendiri. Sebaliknya, kepekaan akan lingkungan sekitar kerap kali membuat seseorang disadarkan bahwa ia memiliki talenta untuk menjawab kebutuhan atau masalah yang ada. Misalnya, ada mahasiswa yang merasa prihatin ketika melihat banyak siswa sekolah dasar di sekitar lingkungan kostnya yang kesulitan dalam pelajaran matematika. Ia pun meluangkan waktu untuk memberikan kursus matematika gratis. Pada saat kursus berjalan, ia baru menyadari bahwa ia memiliki talenta sebagai guru.
Tidak bersedia melangkah dalam ketaatan kepada Tuhan. St. Agustinus berkata, "Iman artinya meyakini apa yang tidak kita lihat; dan upah dari iman adalah melihat apa yang kita yakini." Perjalanan iman saya dan begitu banyak orang mengajarkan kalau Tuhan tidak pernah memberikan semuanya sekaligus. Ketika Ia memberikan sebuah visi bagi seseorang, tentu akan timbul pergumulan mampukah orang tersebut mencapainya? Bagaimana dengan aneka sumber daya yang dibutuhkan agar visi tersebut digenapi? Jika seseorang hanya berpangku tangan maka tidak akan ada perubahan sama sekali. Ketaatan adalah kunci penggenapan visi dari Tuhan. Ketika ia melangkah, ia akan melihat banyak sekali keajaiban-keajaiban hidup terjadi. Segala yang dibutuhkan itu akan hadir pada waktu yang tepat.