Keajaiban Cinta Bagi Monika

Kata Alkitab / 27 October 2008

Kalangan Sendiri

Keajaiban Cinta Bagi Monika

Lestari99 Official Writer
11579

Seorang anak perempuan yang menderita leukemia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali. Martha, 35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang.

Ia dan suaminya, Peterson, adalah warga kulit putih, tetapi di antara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang di sekitar mereka untuk bertanya. Martha hanya tersenyum kecil, berkata pada mereka bahwa neneknya berkulit hitam dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini.

Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus-menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukemia. Harapan satu-satunya hanyalah mencari pendonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya.

"Di antara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pendonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang," Dokter menjelaskan lebih lanjut.

Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pendonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi dan mendonorkan darah anak itu untuk Monika. Mendengar usul ini, Martha tiba-tiba menjadi panik dan berkata tanpa suara, "Tuhan... kenapa jadi begini?"

Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukemia. Lagipula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya. Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata, "Biarkan kami memikirkannya kembali."

Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut datang. Martha menggigit bibirnya dengan keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter, "Ada suatu hal yang perlu kami beritahukan kepada Anda. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun." Dr.Adely menganggukkan kepalanya.

Kejadian ini telah terjadi 10 tahun lalu, bulan Mei 1992. Waktu itu anak pertama Martha, Eleana, telah berusia 2 tahun. Martha bekerja di sebuah restoran fast food. Setiap hari pukul 10 malam baru pulang kerja. Malam itu, turun hujan lebat. Saat Martha pulang kerja, seluruh jalanan telah tiada orang satupun.

Martha mendengar suara langkah kaki, dengan ketakutan memutar kepala untuk melihat, seorang remaja berkulit hitam tengah berdiri di belakang tubuhnya. Orang tersebut menggunakan sepotong kayu, memukulnya hingga pingsan dan memperkosanya. Saat Martha sadar dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu Peterson bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi tak ada bayangan orang satupun saat itu. Malam itu Martha dan Peterson hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit telah runtuh menimpa mereka.

Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Mereka sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi Peterson masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi mereka. Begitulah, dalam ketakutan Martha dan Peterson menunggu keajaiban. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Martha dan Peterson begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, Martha sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa.

Peterson dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya mereka memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika.

Mata Dr.Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala berkata, "Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika."

Beberapa lama kemudian, ia memandang Martha dan berkata, "Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya, atau sumsum tulang belakang anaknya ada yang cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian?"

Martha berkata, "Demi Monika, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya, aku tak akan memperkarakannya." Dr.Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu. Berita pencarian yang istimewa ini mengakibatkan banjir pendonor sumsum tulang belakang.

Setelah melalui waktu satu dasawarsa, Martha dan Peterson akhirnya memutuskan memuat berita pencarian sang pemerkosa ini di koran dengan menggunakan nama samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini. Seperti yang digambarkan sebelumnya, berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukemia!

Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon. Orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini. Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya. Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka. Ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap.

Bagian penjara setempat terus berupaya membantu Martha, memberikan laporan terpidana hukuman pada tahun 1992 pada rumah sakit. Dikarenakan jumlah orang berkulit hitam di kota ini hanya sedikit, maka dalam 10 tahun terakhir ini juga hanya sedikit jumlah terhukum berkulit hitam. Beberapa orang ini juga sebagian telah keluar penjara, sebagian lainnya masih berada di dalam penjara. Martha dan Peterson menghubungi beberapa orang ini, begitu banyak terpidana waktu itu yang bersungguh-sungguh dan antusias untuk memberikan petunjuk.

Tapi sayangnya, mereka semua bukanlah orang hitam yang memperkosanya waktu itu. Tak lama kemudian, kisah Martha menyebar ke seluruh rumah tahanan.  Tak sedikit terpidana yang tergerak karena kasih ibu ini. Tak peduli mereka berkulit hitam maupun berkulit putih, mereka semua bersukarela mendaftar untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang, berharap dapat mendonorkannya untuk Monika. Tapi tak satupun pendonor yang memenuhi kriteria di antara mereka.

Berita pencarian ini mengharukan banyak orang, tak sedikit orang yang bersukarela untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang untuk mengetahui apakah dirinya memenuhi kriteria. Para sukarelawan semakin lama semakin bertambah, di Wayeli timbullah wabah untuk mendonorkan sumsum tulang belakang.

Hal yang mengejutkan adalah kesediaan para sukarelawan ini untuk menyelamatkan banyak penderita leukemia lainnya. Sayangnya Monika tak termasuk di antara mereka yang beruntung. Martha dan Peterson menantikan dengan panik kemunculan si kulit hitam. Akhirnya dua bulan berlalu, orang ini tak muncul-muncul juga. Dengan tidak tenang, mereka mulai berpikir, mungkin orang hitam itu telah meninggalkan dunia ini. Mungkin ia telah meninggalkan jauh-jauh kampung halamannya, sudah sejak lama tak berada di Itali. Mungkin ia tak bersedia merusak kehidupannya sendiri, tak ingin muncul.

Tapi tak peduli bagaimanapun juga, asalkan Monika bisa hidup sehari lagi, Martha dan Peterson tak rela melepaskan harapan untuk mencari orang hitam itu. Di saat sebuah jiwa merana tak menentu, di saat keputusasaan melanda, harapan selalu kembali muncul. Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam, merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini.

Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan. Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain.

Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis yang selalu mendiskriminasikannya. Tak peduli segiat apapun dirinya, bosnya selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992 merupakan ulang tahunnya yang ke 20. Ajili berencana untuk pulang kerja lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka di tengah kesibukannya, ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran. Di tengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha. Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini.

Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini. Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya dan menikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu.

Di mata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik dan ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya.

Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tenteram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun. Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malang itu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.

Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi nomor telepon Dr.Adely. Tapi setiap kali belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan. Bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat di sekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun.

Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha. Sang istri, Lina berkata, "Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku di posisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian". Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan pertanyaan, "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu?"

"Sedikitpun aku tak akan memaafkannya!!! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri. Ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang pengecut!" demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya. Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur. Untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata, "Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli padamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku." Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata, "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya?"

Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya. "Baiklah, kumaafkan. Guru TK-ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya."

Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Di matanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri, "Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat?" Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah. Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya.

Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah, "Selamat pagi, manager!" Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, hatinya dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.

Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang, "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu."

Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata, "Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah kandungnya."

Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar. Bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri! Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini.

Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata, "Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya." Lina sangat terkejut, marah dan terluka mendengar semuanya, ia berteriak marah, "Kau PEMBOHONG!!"

Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka dan lari pulang ke rumah ayah ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya, "Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu banyak keberanian besar untuk melakukan hal itu? Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaiki dirinya ataukah seorang suami yang selamanya menyimpan kebusukan ini di dalamnya?"

Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama. Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan. Lina menetapkan hatinya berkata, "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely! Aku akan menemanimu!"

3 Februari 2003, suami istri Ajili menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya berlangsung dalam keheningan.

Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya. Mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.

Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr.Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat, "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan!"

10 Februari, Martha dan suaminya memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini.

18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili. Ajili baru saja memangkas rambutnya. Saat ia melihat Martha, langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah maju dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing. Sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir. Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata, "Maaf... mohon maafkan aku! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu."

Martha menjawab, "Terima kasih kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku."

19 Februari, Dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili. Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika. Sang dokter berkata dengan antusias, "Ini suatu keajaiban!"

22 Februari 2003. Sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan. Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang ke rumah mereka untuk merayakannya. Tapi hari itu Ajili tidak hadir. Ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata, "Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika selalu berbahagia, hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian. Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di separuh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku!"

Halaman :
1

Ikuti Kami