Berbisnis Tanpa Suap

Career / 17 October 2008

Kalangan Sendiri

Berbisnis Tanpa Suap

Fifi Official Writer
4112

Kita memang terbiasa memberi dan menerima hadiah. Banyak yang berpendapat pemberian hadiah itu sekadar tanda terima kasih, menjaga hubungan baik, dan sah-sah saja. Memang benar, jika pemberian hadiah itu wajar dan tidak menimbulkan benturan kepentingan. Akan tetapi, perlu juga kita pertimbangkan bahwa kebiasaan seperti ini lambat laun dapat memengaruhi pengambilan keputusan seseorang, dan diberikan dengan harapan ada balas jasa, kalau tidak untuk saat ini, ya anggap saja sebagai investasi untuk balas jasa pada kemudian hari saat dibutuhkan.

Secara legal, sebagian besar pemberian hadiah masuk dalam kategori korupsi atau suap. Bagaimana membedakan suap atau bukan? Sebenarnya sangat mudah. Kalau memang belum ada aturan mengenai besaran hadiah yang dianggap wajar, coba saja tanyakan pada hati nurani... jika pemberian atau penerimaan hadiah ini diketahui oleh orang lain, apakah menimbulkan rasa malu? Jika jawabannya ya, maka hal itu berarti tidak wajar dan harus dihindari.

Pemberian hadiah atau gratifikasi marak sekali dibicarakan saat ini. Setiap menyalakan TV, pasti ada saja berita mengenai gratifikasi, hanya pelakunya saja yang kerap berganti. Apa sebenarnya gratifikasi? Menurut UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang memiliki benturan kepentingan dengan kewajiban atau tugas yang diembannya. Sebenarnya pihak yang bersalah tidak hanya pada pihak penerima gratifikasi saja. Si pemberi tentu juga punya andil. Yang perlu dikaji lebih jauh, apakah pemberian itu merupakan inisiatif si pemberi, atau memang diminta oleh oknum pejabat negara.

Jika merupakan sesuatu yang diminta, bisa masuk dalam kategori korupsi bahkan pemerasan, karena pesan yang disampaikan adalah Anda tidak bisa berbisnis, kalau tidak ada setoran. Tapi sebaliknya, dunia usaha juga seharusnya jangan menggoda para pejabat negara. Praktik bisnis yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan proyek merugikan banyak pihak.

Pedoman Umum GCG Indonesia juga menyatakan bahwa negara dan perangkatnya harus menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten. Sementara itu, dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan tata kelola korporasi (corporate governance) yang baik sebagai pedoman dasar pelaksanaan usahanya.

Saat ini Komite Nasional Kebijakan Governance sedang menyusun Pedoman Umum Good Public Governance, yang mencoba memberikan panduan bagaimana menerapkan governance yang baik di sektor penyelenggaraan negara. Korupsi, suap, gratifikasi, apa pun namanya, punya pengaruh yang sangat besar terhadap roda perekonomian. Jika untuk berbisnis banyak sekali biaya tambahan yang tidak resmi, mana mungkin dapat terwujud iklim usaha yang sehat. Karena si pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bisa berbisnis, beban ini juga diteruskan kepada konsumen.

Kenapa pengusaha harus menyuap oknum pejabat negara? Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi pejabat negara juga menghabiskan biaya yang sangat besar. Bisa jadi si pejabat negara terperangkap harus mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk meraih jabatan tersebut. Jadi, kondisi seperti ini sudah seperti lingkaran setan yang akhirnya menyulitkan bangsa kita untuk bangkit.

Bagaimana kita bisa lepas dari lingkaran setan ini? Janganlah berharap memulai dari orang lain, mari kita mulai dari diri kita sendiri. Untuk itu, buat strategi untuk melawan suap. Susun panduan untuk memberikan arahan perilaku yang harus diikuti terkait dengan suap baik itu terhadap pegawai, klien dan pemasok, pesaing, asosiasi bisnis, dan juga regulator.

Kuasai semua prosedur hukum yang terkait dengan bidang usaha Anda, kampanyekan pentingnya etika bisnis, sehingga lambat laun menjadi bagian dari budaya perusahaan dan timbul keyakinan bahwa aktivitas bisnis yang bermartabat merupakan janji perusahaan dan merupakan cara untuk menjaga reputasi perusahaan. Tentu ini saja tidak cukup, perlu komitmen dari pimpinan dan setiap insan di dalam perusahaan yang kemudian dituangkan dalam kode etik perusahaan. Lakukan komunikasi dan pelatihan secara berkala, serta lakukan evaluasi, monitoring, dan berani untuk mengambil tindakan yang diperlukan jika ditemukan penyimpangan.

Sumber : cbn
Halaman :
1

Ikuti Kami