Abusive Relationships Dalam Keluarga

Marriage / 27 August 2008

Kalangan Sendiri

Abusive Relationships Dalam Keluarga

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
11182

Abusive relationships dalam keluarga adalah perilaku penyiksaan emosional dalam hubungan keluarga yang sudah terjadi sejak zaman dulu dan sampai sekarang masih sering terjadi.

Abusive relationships bisa muncul dalam bentuk kecemburuan, tidak ada kehangatan emosional, kurangnya kualitas hubungan yang erat, pelecehan seksual, berkhianat, memaksa melakukan hubungan seks, penyiksaan secara verbal, ancaman, dusta, pengingkaran janji serta permainan kekuasaan.

Masalah Abusive relationships sebenarnya bukanlah fenomena baru, karena sudah terjadi sejak berabad-abad lalu.

\"\"Menurut para ahli dan psikolog, penyiksaan tersebut tidaklah selalu berbentuk fisik, namun bisa secara emosional. Bahkan menurut Konsultan dari Jagadnita Consulting, Dra Clara Istiwidarum MPSi CPBC dalam sebuah media mengatakan bahwa perilaku abusive yang fisikal dan emosional sama merusaknya, bahkan korban kekerasan emosional lebih sulit untuk pulih karena lukanya tidak kasat mata sehingga upaya penyembuhannya juga jadi lebih sulit.

Clara menjelaskan, pelaku kekerasan biasanya adalah seseorang yang kurang percaya diri dan kurang mendapatkan penghargaan dan pengakuan diri dari lingkungannya. Dalam rangka mencari pengakuan dari orang-orang di sekitarnya, terutama dari pasangannya (karena rasa takut bila tidak dihargai dan diakui tersebut), maka diawali dengan sikap yang sangat posesif, senantiasa berusaha memegang kendali atas pribadi dan kegiatan pasangannya, akhirnya melakukan kekerasan fisik maupun emosional terhadap pasangannya.

Sementara itu, Jacinta F. Rini, MSi. dalam tulisannya menyebutkan bahwa banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan atau pun menjadi korban penyiksaan secara verbal ini karena menurut mereka hal itu biasa terjadi, normal atau karena "sudah wataknya" atau "sudah adatnya" atau pun mengingat latar belakang suku tertentu pasangan.

\"\"Padahal, semakin seseorang itu tidak sadar, maka akan semakin sulit pulihnya kembali karena penyiksaan emosional (yang dilakukan secara verbal) yang berlangsung lama dan intensif akan menimbulkan persoalan kritis menyangkut self-esteem, rasa percaya diri dan sense of identity-nya.

Lama-kelamaan kekuatan psikis seorang korban Abusive relationships melemah sampai akhirnya dirinya yang jadi korban sudah hilang keberanian untuk keluar dari situasi tersebut. Makin lama ia akan semakin tergantung pada pihak yang dominan meski membuatnya menderita.

Tapi ia merasa tidak punya pilihan lain dalam hidup. Apalagi, jika sang korban sejak awal memang mempunyai locus of control yang lemah, maka jika dihadapkan pada persoalan ini, ia hanya menyerah pada nasib.

Malah sang korban bisa timbul pemikiran bahwa seburuk apapun perkawinan atau pun pasangannya, paling tidak ia bisa mendapatkan tempat tinggal, serta dipenuhi kebutuhan sandang pangannya, karena dia berpikir di luar sana belum tentu ia mendapatkan hal-hal yang ia butuhkan selama ini. Alhasil, pihak yang mendominasi akan semakin menjadi-jadi sikap dan perilakunya, karena melihat pasangannya semakin tidak berdaya, lemah dan mudah dihancurkan. Bagaikan melihat musuh yang sudah kalah, maka agresivitasnya makin menjadi.

\"\"Dampak dari persoalan penyiksaan ini tidak hanya dialami oleh pasangan, tetapi terutama oleh anak-anak, apalagi jika mereka selalu disuguhi "tontonan menyeramkan dan menegangkan" setiap melihat orang tuanya bertengkar. Dampak tersebut akan membekas dan bisa menjadi trauma yang berkepanjangan dan akhirnya mempengaruhi hidup, karir dan perkawinan mereka di masa mendatang.

Selain itu, persoalan ini juga sering memicu terjadinya perselingkuhan dari salah satu pihak karena dirinya merasa membutuhkan seseorang yang benar-benar memberikan cinta kasih dan perhatian. Akibatnya, persoalan rumah tangga akan semakin kacau balau dan sulit diselesaikan karena seiring dengan munculnya problem-problem tambahan yang semestinya tidak ada.

Hal yang membuat sang korban bingung untuk memutuskan atau menyelesaikan persoalan ini adalah karena sikap pasangannya yang membingungkan. Kadang pasangannya bisa sangat manis, perhatian, murah hati, memperlihatkan sikap yang tidak ingin ditinggal karena sangat membutuhkan kehadiran istri/suami (pihak korban), mereka berjanji untuk bersikap baik dan tidak lagi marah-marah, membelikan barang kesukaan pasangan yang mahal-mahal.

\"\"Namun di lain waktu kebiasaan buruk itu akan kembali berulang. Bahkan bisa semakin menjadi jika ia mulai mencium adanya ancaman atau kemungkinan pasangannya akan meninggalkan dia atau melakukan tindakan yang menentangnya.

Jika pasangan Anda mencoba meyakinkan cintanya pada Anda dengan cara-cara tersebut, Anda perlu mengetahui definisi Tuhan tentang cinta. 1 Korintus 13:4-7 mengatakan: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.".

Pasangan yang abusive (melakukan tindakan melecehkan, menindas, menteror, bahkan menganiaya) terhadap Anda dengan tindakan yang perlahan tapi pasti. Setiap wanita hendaknya mewaspadai tindakan pria dengan tingkah laku seperti ini. Mereka dengan mudah membalikkan keadaan dan mengatakan bahwa Andalah yang telah berubah. Mereka merasa bahwa setiap hal yang mereka lakukan adalah normal dan wajar. Tidak pernah ada kesadaran dari mereka bahwa problem sesungguhnya ada pada diri mereka sendiri.

\"\"Kekerasan secara emosi dapat mengakibatkan luka yang sangat panjang. Keinginan untuk tetap menjaga pasangan tetap dalam pelukan adalah salah satu alasan mengapa kekerasan seperti ini masih saja terjadi.

Jika Anda mengalami hubungan seperti ini di dalam rumah tangga Anda, segera ambil langkah serius dan carilah pertolongan. Temukan seseorang yang lebih dewasa atau otoritas di atas Anda - seseorang yang peduli pada Anda perlu mengetahui situasi ini. Seorang pastor, kakak rohani atau konselor dapat mendukung Anda untuk melalui saat-saat sulit. Terlebih dari semuanya itu, jangan lupakan Tuhan saat melewati hari-hari bersama pasangan Anda. Berdoalah meminta pimpinan-Nya dalam semua hal. Mintalah Dia untuk memberkati Anda dengan kebijaksanaan untuk melihat hubungan Anda dengan jelas dan membuat keputusan yang benar dalam segala hal yang Anda lakukan..

Sumber : perempuan.com
Halaman :
1

Ikuti Kami