Saat stres, pernahkah Anda menyadari bahwa perhatian segera teralihkan pada makanan? Hasil sebuah penelitian di Amerika menemukan bahwa 75% orang Amerika makan berlebihan karena stres, depresi, kesepian, marah, kegelisahan dan frustrasi. Kondisi inilah yang dikategorikan sebagai emotional eating.
Namun, apa jadinya jika hal ini selalu terjadi? Tak hanya bobot tubuh Anda yang bertambah, kesehatan pun pasti terganggu.
Hubungan Makanan Dan Stres
Meskipun hanya sebentar, ternyata makanan memicu rasa nyaman pada tubuh. Zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan dapat menetralisir kadar gula darah serta mempengaruhi proses kimia yang terjadi pada otak. Sehingga semangat kembali pulih, emosi stabil dan tidur pun tenang.
Faktor Pemicu
Ternyata, emotional eating tidak hanya dialami orang yang sedang terganggu emosinya. Ada beberapa faktor lain yang juga bisa mendorong seseorang mengalami kondisi emotional eating.
1. Lingkungan dan pergaulan sosial. Ketika orang di sekitar Anda makan, tanpa sadar akan timbul keinginan dalam diri Anda untuk melakukan hal yang sama. Padahal, Anda tahu pasti saat itu belum ada 'isyarat' bahwa tubuh Anda memerlukan makanan. Bisa juga, Anda "lapar mata" dan bukan lapar perut. Artinya, ketika Anda melewati restoran atau toko roti maka pemandangan itu menggugah selera makan, padahal Anda tidak lapar.
2. Melewatkan waktu makan. Anda secara sengaja menunda waktu makan siang karena sibuk bekerja. Setelah pekerjaan usai, barulah terasa bahwa Anda sangat lapar. Makan pada saat sangat lapar mendorong seseorang mengkonsumsi makanan lebih banyak dibandingkan biasanya.
3. Masalah kepribadian. Orang yang memiliki rasa percaya diri rendah, kerap melarikan diri pada makanan saat menghadapi masalah dengan seseorang.
Akibat
Jika emotional eating dibiarkan berlarut-larut, maka tak hanya berat tubuh yang bertambah dan berpotensi mengalami obesitas. Tubuh juga rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan, seperti; diabetes, darah tinggi, jantung dan stroke.
Anda Emotional Eating?
Ada cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui Anda tergolong emotional eating atau tidak. Cobalah catat perilaku makan Anda selama beberapa minggu terakhir.
Dari ketiga pertanyaan di atas, jika Anda lebih banyak menjawab "YA" itu artinya Anda adalah seorang emotional eating!
Solusi
1. Paksakan diri untuk mengalihkan perhatian pada makanan saat stres. Untuk pertama cara ini akan sulit, tapi tak ada salahnya jika Anda berusaha keras mencobanya. Bicarakan hal tersebut pada teman dekat agar ia mengingatkan dan mengawasi perilaku makan.
2. Relaksasi. Pergi ke spa atau berendam air hangat di rumah dengan ditemani aroma terapi adalah cara yang lebih menyenangkan daripada makan.
3. Jauhi televisi saat stres. Cobalah alihkan perhatian pada aktivitas lain. Misalnya berkebun atau pergi ke gym. Menonton televisi atau film hanya akan membuat keinginan makan dan mengemil Anda bertambah besar.
4. Saat pergi ke restoran, pilih makanan yang lebih menyehatkan dan bisa mengenyangkan lebih lama, misalnya; buah segar atau salad sayuran.
5. Mengemil sekadarnya. Namun agar tetap langsing, pilihlah camilan yang mengenyangkan dan rendah kalori, terutama yang mengandung air. Selain cukup mengenyangkan dan rendah kalori, camilan berupa buah-buahan segar umumnya lebih praktis penyiapannya. Jauhi makanan berupa kue-kue basah, baik yang manis maupun gurih, sebab umumnya kue jenis ini padat kalori. Bahan-bahan untuk membuat kue basah biasanya memiliki kalori yang tinggi, seperti tepung, gula dan santan.
Sumber : conectique.com