Telepon di rumah Ki Oetomo Darmadi beberapa hari belakangan selalu berdering. Para penelepon umumnya menanyakan tentang kebenaran berita Supriyadi masih hidup. Ini lantaran pengakuan Andaryoko Wisnu Prabu, warga Semarang yang mengaku sebagai pemimpin pemberontakan PETA Blitar 63 tahun lalu.
Karena Darmadi adalah adik tiri Supriyadi, tentu saja pengakuan Andaryoko dirasa perlu untuk diklarifikasikan kepadanya. "Mereka (para penelepon) tanya ke saya apa benar Supriyadi masih hidup," jelas Darmadi kepada detikcom.
Tapi baginya, kabar tentang kemunculan Supriyadi bukan hal yang aneh. Sebab sejak dulu sudah banyak yang mengaku-ngaku sebagai Supriyadi. Tapi setelah dicek ternyata tidak terbukti. Namun khusus untuk Andaryoko, diakui Darmadi lain dari yang lain. Ia menganggap pria berusia 89 tahun tersebut lebih ngeyel dari orang-orang yang sebelumnya mengaku-ngaku sebagai Supriyadi.
Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, sejak tahun 1960-an sudah banyak orang yang mengaku Supriyadi. Semasa Darmadi, ayah Supriyadi yang sempat menjadi Bupati Blitar 1945-1956 masih hidup, tercatat lima kali orang yang mengaku Supriyadi muncul. Dan setelah Darmadi wafat (1973), masih saja muncul orang yang mengaku-aku sebagai Supriyadi.
Oetomo Darmadi pada tahun 1990-an pernah ditelepon Try Sutrisno yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Soalnya ada seorang tua di Yogyakarta yang mengaku sebagai Supriyadi. Untuk memastikannya, Darmadi kemudian berangkat ke Yogyakarta menemui orang tersebut.
Begitu bertemu, Darmadi lalu menanyakan orang itu dalam bahasa Belanda dan Jepang, orang tersebut tidak mengerti. Padahal, sepengetahuan Darmadi, Supriyadi lumayan lancar berbicara bahasa Belanda maupun Jepang lantara pernah sekolah di MULO, MOSVA dan ikut latihan kemiliteran Jepang. Sebab itu Darmadi berkesimpulan kalau orang tersebut bukanlah Supriyadi, kakak tirinya yang selama ini menghilang.
Menurut Asvi, kemunculan orang yang mengaku Supriyadi, bukanlah aneh. Penyebabnya, kata Asvi, adalah kondisi Indonesia yang tengah dilanda krisis. "Buku yang memuat penuturan Andaryoko yang mengaku Supriyadi merupakan sejarah lisan. Hal ini sudah lumrah pasca Orde Baru," jelas Asvi saat mengkritisi buku berjudul "Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno" yang ditulis Baskara T. Wardaya.
Padahal dalam penulisan sejarah, lanjut Asvi, tidak cukup hanya penuturan (peryataan lisan) saja. Bahkan menurut Asvi, mengutip James H. Morison, tanpa dokumen, tidak ada sejarah. Itu sebabnya, sejak dua abad lalu, sejarawan Eropa sangat memandang peting sebuah dokumen. Sebab dokumen bisa merangkul keabadian dan kekinian. Sehingga sejarah tersebut bisa diinterprestasi dan dieksplanasi oleh sejarawan.
Meski demikian, Pemerintah Kota Blitar mengaku tetap mengapresiasi munculnya Supriyadi. Untuk itu Andaryoko dan beberapa sejarawan akan diundang Pemkot Blitar. Sehingga dapat dicari tahu fakta sebenarnya dari pengakuan Andaryoko.
"Sebab selain Bung Karno, Supriyadi juga menjadi ikon sejarah Blitar. Jika ternyata Andaryoko adalah benar Supriyadi, maka itu merupakan fakta sejarah baru bagi Kota Blitar," jelas Walikota Blitar Djarot Saiful Hidayat.
Bukan itu saja, dengan kehadiran Andaryoko ke Blitar juga diharapkan bisa memunculkan fakta baru perihal meletusnya pemberontakan PETA 1945 silam. Sebuah tim akan dibentuk Djarot untuk menemui Andaryoko untuk mendapatkan kronologi pemberontakan PETA saat itu dengan locus Blitar.