Uang Saku: Perlu Tidak?

Investment / 22 July 2008

Kalangan Sendiri

Uang Saku: Perlu Tidak?

Fifi Official Writer
5237
Tidak semua orangtua membekali putra-putrinya dengan uang saku. Sering saya temui, para ibu tidak begitu suka memberi uang saku ke anaknya yang duduk di kelas 1 SD. Mereka lebih suka membekali buah hatinya dengan makanan dari rumah. Kebiasaan ini kadang-kadang berlanjut hingga si anak kelas 5 SD. Sebaliknya, beberapa orangtua lain ada yang memang memberikan uang saku. Dengan pertimbangan, agar si anak bisa mengelola uang dan mengambil keputusan sendiri. Selain itu, dengan diberi uang saku, orangtua tak perlu lagi pusing memikirkan jajanan si anak.

Sebetulnya, perlu tidak sih memberikan uang saku ke anak? Jujur, kalau saya bilang: PERLU. Memang sih, beberapa diantara Anda mungkin banyak yang merasa bahwa anak usia - katakan - 7 tahun misalnya, belum perlu dikasih uang saku. Nanti takutnya dia boros. Tapi, percaya atau tidak, kalau Anda menunda, cepat atau lambat anak Anda toh harus tetap pegang uang sendiri. Jadi, kalau Anda memberikannya uang saku, sebetulnya sudut pandangnya adalah agar Anda bisa memberikan pembelajaran buat si anak. Jangan takut si anak boros. Kalau saya bilang, justru bagus kalau dia boros sekarang, daripada borosnya nanti ketika sudah beranjak remaja? Ya, kan?

Sejak Kapan?
Sekarang, sejak kapan uang saku bisa mulai diberikan kepada anak? Jawab saya sederhana: berikan sejak si anak sudah mulai Anda tinggal sendiri di sekolah. Ini berarti, uang saku sudah bisa diberikan ketika Anda sudah tidak lagi menunggui anak Anda ketika dia belajar di sekolah. Kenapa? Karena ketika Anda tidak lagi menungguinya di sekolah, di saat itulah dia mulai belajar untuk mandiri. Kalau tadinya dia terbiasa minta tolong kepada Anda setiap kali dia merasa mendapat kesulitan, karena sekarang Anda sudah tak ada lagi di sampingnya, mau tidak mau mereka jadi belajar mengerjakannya sendiri. Dengan meninggalkanya di sekolah, Anda sebetulnya sudah mengajarkannya untuk mulai belajar mandiri.

Nah, ketika Anda mulai mengajarkannya untuk mandiri dengan meninggalkannya di sekolah, maka apa yang harus Anda lakukan adalah dengan memberikan dia bekal agar bisa 'hidup' di sekolah. Uang saku yang Anda berikan adalah bekal itu. Sekarang, kapan biasanya orang tua mulai meninggalkan anaknya di sekolah dan tidak lagi ditunggui? Hampir semua ibu memberikan jawaban yang seragam, sekitar kelas 1 hingga 3 SD. Jadi, saat itulah si anak sudah mulai bisa Anda berikan uang saku agar ia bisa belajar mengelola uangnya sendiri sejak ia kecil.

Seberapa Besar?
Pertanyaan klasik yang mungkin timbul, berapa besar uang saku yang pas yang bisa diberikan? Sekarang begini saja deh: biasanya kalau si anak ditinggal sendiri di sekolah, apa sih yang dia butuhkan untuk dia bayar? Jelas, transport pulang pergi dari dan ke sekolah (kalau dia sudah Anda tinggal juga dan tidak lagi diantar jemput), makan di sekolah (kalau dia tidak Anda bawakan makanan dari rumah), dan jajan hal-hal yang biasanya dibeli oleh anak SD, seperti mainan yang biasanya dijual oleh para pedagang di luar sekolah, atau buku-buku yang dijual di sebuah kios di sekolah.

Jadi, jawabannya jelas, yaitu uang saku tersebut haruslah mencukupi untuk si anak bisa membayar uang transport, makan di luar, serta buku atau mainan yang ingin dia beli. Jangan lupa, untuk dua pos yang terakhir, yaitu buku atau mainan, biasanya sih hal itu sangat bergantung dari usia anak. Makin tua usia anak Anda, biasanya bisa jadi makin mahal juga keinginannya. Sebetulnya, tidak ada uang saku yang sama persis dan ideal untuk setiap anak di Indonesia ini, karena hal itu akan sangat bergantung pada:
" Berapa usia anak Anda (uang saku untuk anak usia 9 tahun dan 12 tahun pasti berbeda),
" Seberapa jauh rumah Anda dengan sekolah si anak (makin dekat, biasanya makin murah pula biaya tranportnya)
" Di kota mana anak Anda tinggal (anak yang di Yogya beda dengan anak yang tinggal di Bogor atau di Jakarta).

Bagaimana Melatihnya?
Pertama-tama, yang diinginkan orangtua tentu saja agar anaknya tidak boros dalam mengelola uang saku. Tapi, seringkali hal itu tidak bisa langsung terjadi karena bisa saja untuk minggu-minggu pertama anak Anda mungkin akan boros. Biasa, bisa jadi dia kaget karena baru pertama kali dikasih uang untuk dikelola secara harian. Tapi ingat, kadang boros bisa menjadi sarana yang baik untuk anak belajar. Karena pengalaman yang dialami sendiri oleh si anak biasanya akan lebih tertanam di hati anak dibanding kata-kata yang Anda berikan. Betul, bukan? Sekarang, bagaimana cara melatih anak agar tidak boros?

Ajarkan membuat prioritas.
Anak perlu diajar untuk membelanjakan uang saku menurut prioritasnya. Apa sih prioritas dalam penggunaan uang saku? Jelas, untuk membayar transportasi, dan makan selama di sekolah.
Buku (di luar buku sekolah) dan mainan bisa menyusul. Dengan mengajarkan anak apa yang menjadi prioritas, maka bisa diharapkan sampai dewasa nanti si anak akan terus mendahulukan apa yang menjadi prioritas utama untuk dibelanjakan.

Ajarkan anak bedanya butuh dan ingin
Coba juga mengajarkan anak agar ia bisa membedakan mana barang-barang yang benar-benar dia butuhkan untuk dia beli terlebih dahulu, dan mana barang-barang yang sebetulnya hanya diinginkan, untuk bisa dia beli atau ditunda kalau memang belum terlalu butuh. Memang, mengajarkan anak tentang perbedaan antara butuh dan ingin sama sekali tidak gampang. Tapi kalau Anda bisa berhasil, wah, sampai dewasa pasti anak Anda bisa dengan mudah membedakan mana yang butuh dan mana yang ingin.

Beritahu bahwa uang saku tidak selalu harus dihabiskan
Ya, beritahu juga pada anak bahwa yang namanya uang saku tidak selalu harus dihabiskan. Ada saatnya uang saku harus ditabung. Pertama-tama, Anda bisa mengajarkan si anak untuk memakai celengan. Setelah jumlahnya agak banyak, uang itu bisa dipindahkan ke tabungan di bank. Yang penting, ajarkan anak untuk selalu berpikir bahwa uang saku tidak harus selalu dihabiskan.

Sumber : perencana keuangan
Halaman :
1

Ikuti Kami