Rasanya yang gurih, renyah dan harga murah membuat orang menyukai makanan gorengan. Tapi tahukah Anda, bahwa makanan gorengan adalah faktor risiko tinggi pemicu penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan stroke. Demikian salah satu kesimpulan disertasi doktor Rustika dalam Ilmu Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rustika lulus dengan predikat cumlaude.
Sudah lama diketahui, kecenderungan peningkatan kasus penyakit tidak menular termasuk degeneratif, dipacu oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. Salah satunya yang menyebabkan kematian cukup tinggi adalah penyakit kardiovaskuler (PKV). Di Indonesia, angka kesakitan dan kematian akibat PKV terus meningkat tajam. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan bahwa PKV sebagai penyebab kematian telah meningkat dari urutan ke-11 (1972) ke urutan ketiga (1986) dan menjadi penyebab kematian utama 1992, 1995 dan 2001.
Penyebab utama PKV adalah adanya manifestasi ateroklerosis di pembuluh darah koroner, dengan salah satu faktor risiko utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida serta penurunan kadar HDL dalam darah. Peningkatan proporsi dislipidemia disebabkan oleh dampak modernisasi yang mengubah perilaku masyarakat Indonesia cenderung mengonsumsi rendah serat dan tinggi lemak.
Hal lain adalah pesatnya upaya diversifikasi produk makanan menjadikan masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan berminyak atau berlemak tinggi. Proporsi konsumsi minyak goreng cukup tinggi, baik di perkotaan maupun pedesaan. Masyarakat pada umumnya menggunakan minyak goreng untuk mengolah makanan, baik untuk lauk maupun makanan kecil. Makanan itulah yang dikenal sebagai makanan gorengan. Rasanya yang gurih, renyah dan harga murah membuat orang menyukainya. Makanan gorengan yang digoreng dengan minyak yang mengandung asam lemak jenuh apabila dikonsumsi akan dimetabolisme, akhirnya akan meningkatkan profil lipid dalam darah.
Data persentase kebiasaan makan pada populasi berumur di atas 35 tahun di Jakarta Selatan menunjukkan kebiasaan makanan gorengan 60%, masakan daging yang digoreng 44,8%, masakan ikan yang digoreng 94,3%. Asam lemak jenuh diketahui berpengaruh terhadap peningkatan kadar kolesterol total, terutama kolesterol LDL. Asupan asam lemak jenuh tinggi akan menekan aktivitas reseptor LDL sehingga menyebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL dalam plasma. Makin tinggi asupan asam lemak jenuh, makin tinggi kolesterol serum.
Menurut Rustika, seseorang yang berisiko profil lipid dalam darah tinggi adalah mereka yang mengkonsumsi asam lemak jenuh 16,71% total energi. Ini berarti bila seseorang mengonsumsi energi 1.600 kkal, maksimum konsumsi asam lemak jenuh 25,8 g per hari. Pada populasi yang diteliti Rustika, dari 29,70 g per hari asam lemak jenuh yang dikonsumsi, 5,93 g per hari berasal dari makanan non-gorengan dan 23,77 g per hari makanan gorengan. Dari 23,77 g per hari asam lemak jenuh setara dengan tiga potong jenis makanan gorengan lauk dan lima potong makanan selingan atau dua potong lauk dan delapan potong makanan selingan. "Hasil penelitian ini perlu diinformasikan kepada masyarakat luas, yaitu bahwa kebiasaan memakan makanan gorengan yang berlebihan berbahaya bagi kesehatan, terutama penyakit degeneratif yang saat ini angka kesakitan dan kematiannya cenderung meningkat," kata Rustika.
Sumber : keluargasehat