Jangan Malam Ini, sayang

Marriage / 15 December 2007

Kalangan Sendiri

Jangan Malam Ini, sayang

prisca Official Writer
5095
Saya tahunya kami akan berdoa bersama setiap hari. Yeah..right..

Steve mengenggam tangan saya dan mengucapkan doa yang sederhana, namun dalam, " aku berterima kasih untuk cinta kami yang sempurna.

Baru saja bertunangan, hati kami merasakan keyakinan yang dalam bahwa nantinya pernikahan kami akan memecahkan rekor kekudusan: kami akan berdoa bersama setiap hari.

Hal itu tidak terjadi.

Pertama, jam tayang kami tidak cocok. Seperti burung hantu, suami saya yang pada saat itu merupakan mahasiswa kedokteran sering belajar sampai jam 2 pagi.

Saya, wanita yang bekerja, sudah pasti sudah mati suri pada jam tersebut. Dia seringkali mencoba untuk membangunkan saya, alhasil bukannya saya bangun, saya malah mengomel.

Seiring dengan semakin padatnya jadwal dia, kami hanya bertemu satu sama lain di dalam mimpi. Ada suatu malam kami berdoa bersama sebelum makan malam, hal yang sangat jarang sekali terjadi. Saya meninggalkannya sebentar saja dan pada saat saya kembali kepala Steve tertunduk, sambil mendengkur.

Keesokkan paginya dia tidak ingat doa yang kami lakukan pada malam sebelumnya. Saya juga tidak yakin dia ingat pada diri saya.

Steve lulus dan buka praktek sebagai dokter keluarga di kota kecil. Kami punya tiga anak. Bergabung dengan gereja lokal dan terlibat di komite-komite, penjangkauan jiwa, dan pertemuan-pertemuan doa.

Tetapi kami tidak berdoa bersama.

Kahidupan kami diwarnai dengan ulah-ulah dari anak-anak kami, kesibukkan suami saya sebagai dokter, seringkali dia menerima panggilan emergency yang dapat terjadi kapan saja, bahkan terkadang di malam hari dia terbirit-birit  bangun dari tempat tidur untuk membantu proses melahirkan

Disibukkan dengan keluarga, pasien, dan keperluan gereja, kami berdua belajar untuk berdoa. Berdoa yang banyak.

Tapi tidak bersama-sama.

Terus memang kenapa? Apa salahnya?

Di Yohanes 17:21, Yesus berdoa supaya para pengikutnya menjadi satu, "sama seperti Engkau di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau." Dia ingin orang-orang Kristen mengalami keintiman secara spiritual seperti yang Dia dan Bapa alami.

Yesus tidak mengatakan," Oh, maafkan saya. Saya lupa kalau kalian berdua telah menikah. Itu merupakan suatu pengecualian."

Tidak, sangatlah masuk akal bagi saya bahwa berdoa bersama akan membawa kami lebih dekat kepada Tuhan dan kepada satu sama lain.

Steve tidak melihat hal itu.

Saya mendoakannya dalam menghadapi tantangan-tantangan: pasien dengan penyakit jantung, kanker, seseorang yang sapinya sakit dan ingin Steve memeriksanya (benar, ini sungguhan!). Tetapi suami saya mengakui bahwa dia jarang mendoakan saya.

Bahkan usulan-usulan yang terkadang saya lontarkan supaya kami berdoa bersama tidak diingatnya. " Mungkin aku harus membuat janji temu dengan kamu," gumam saya pada saat Steve mau pergi lagi. " Saya akan berdoa melalui stetoskop kamu!" Tapi dia sudah menghilang.

Sebagai partner doa yang setia dan sendirian, saya merasa cukup kudus. Yang lebih kudus.

Saya merasa, saya bertambah marah. Doa-doa saya tidak seperti dupa yang harum di hadapan Tuhan, malahan seperti ledakan nuklir. Akhirnya, setelah hari-hari yang membuat hati panas, anak-anak yang rewel yang sepertinya mencekik leher. Saya curhat kepada Tuhan.

"Kenapa dia tidak bisa berdoa bersama dengan aku?" Sperti anak saya yang berumur dua tahun, saya menangis dan memanyunkan bibir. "Mungkin aku biarkan saja Steve untuk berdoa untuk dirinya sendiri."

Tidak ada petir yang menyambar saya.

Sementara anak-anak menonton Big Bird, saya meminum the panas yang dapat menenangkan hati saya yang membara. Tuhan menarik kursi di sebelah saya. (Akan lebih enak lagi kalau Dia membawa sepiring kue coklat, tapi Dia tahu kalau saya sedang diet.)

Tuhan tidak berkata apa-apa. Dia hanya duduk di sebelahku.

Akhirnya, saya menarik nafas. " Maafkan saya, Tuhan." Saya menguatkan diri untuk mengatakan sesuatu yang tidak mungkin: " Jika Steve tidak pernah berdoa bersamaku atau untukku, aku akan berdoa untuknya."

Tidak ada yang berubah.

Kecuali saya. Berangsur-angsur saya fokuskan doa memuji Yesus, bukannya menyalahkan-nyalahkan suami saya.

Beberapa minggu kemudian, anak-anak kami tertidur pada saat kami sedang di dalam mobil. Lagu Steve dan Annie Chapman mengenai berdoa bersama, " Circle of Two" mengalun pelan dari radio.

"Mari kita melakukannya." Steve berpaling kepada saya. " Mari kita berdoa bersama setiap hari!"

Ide yang jenius! Saya merasakan dorongan untuk mencium dan memeluknya. Namun, saya hanya berkata, " Aku suka ide itu."

Saya telah menyerah. Roh kudus tidak. Pada saat, tanpa seminar, kotbah atau seraphim, dan terutama tanpa kutipan-kutipan Alkitab yang saya berikan, Tuhan mengubahkan pikiran Steve.

Terima kasih Tuhan.

Tanpa memperdulikan keletihan yang kami alami, kami memutuskan untuk berdoa bersama di tempat tidur setiap pagi.

Lebih dari 20 tahun kemudian, kami tetap memulai setiap hari dengan doa untuk pasangan kami, anak-anak dan cucu-cucu kami.

Bukannya memisahkan kami berdua, tekanan pada pernikahan kami telah membawa kami ke pelukan satu sama lain, dan Tuhan. Bahkan stres kehidupan dapat memberkati kami jika kami membawanya kepada Tuhan bersama-sama

Sumber : Rachael Phillips,www.christianitytoday.com
Halaman :
1

Ikuti Kami