Di negara-negara Eropa timur, Amerika, dan beberapa negara Asia, proses melahirkan dalam air bukanlah hal baru. Di Indonesia, proses persalinan ini baru diperkenalkan pada tahun 2006. Menurut penjelasan Dr. T. Otamar Samsudin, Sp.OG, dengan melahirkan bayi dalam air, si ibu tidak akan merasakan rasa sakit seperti ketika persalinan normal di atas tempat tidur. "Hal ini akibat sirkulasi darah uterus lebih baik dan si ibu merasa lebih rileks," ujarnya.
Melahirkan dalam air memang memiliki kelebihan tersendiri, yakni adanya relaksasi terhadap semua otot tubuh karena berendam dalam air hangat. Selain itu perineum (bibir vagina) menjadi lebih elastis dan rileks sehingga robekan (episiotomi) bisa dihindarkan. "Karena tubuh rileks, tubuh akan memproduksi endorphin yang merupakan penghambat rasa sakit," tambah Otamar. Hal tersebut diakui oleh seorang ibu yang melahirkan dalam air, Radhite Handayanie (33) yang bekerja di bagian HRD pada sebuah perusahaan asing. "Saya merasa lebih rileks ketika berada di air, padahal sebelum masuk ke air saya merasakan sakit saat kontraksi," katanya membagi pengalaman.
Pada dasarnya, proses dan prosedur persalinan dalam air sama saja dengan proses normal lainnya, hanya saja tempatnya berbeda, yakni dalam kolam yang di dalamnya berisi air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh, yakni 34-36 derajat celcius. Si ibu baru akan masuk ke dalam kolam setelah pembukaan ke 6. Lamanya waktu proses melahirkan dala air bervariasi, namun pada umumnya berlangsung lebih cepat dibanding melahirkan di tempat tidur. "Ada pasien yang baru 10 menit di kolam bayinya sudah lahir," kata Otamar. Ketika berada di dalam kolam, ibu hamil juga mengejan seperti persalinan biasa dengan dipandu dokter dan bidan yang berada di sekitar kolam.
Selain berguna bagi ibu, melahirkan di kolam ternyata juga memberikan efek positif terhadap bayi, yakni mengurangi kemungkinan kepala bayi trauma akibat jalan lahir yang sempit. "Saat si ibu berendam di air hangat, otot lebih rileks sehingga panggul menjadi lebih lebar dan bayi dapat keluar dengan mudah," papar Dr. Keumala Pringgardini, spesialis anak. Kondisi air kolam yang hangat konon membuat bayi tidak merasakan perbedaan suhu yang ekstrim dengan air ketuban, sehingga bayi tidak shock saat meluncur ke dalam kolam. Lantas, apakah bayi tidak akan menelan air? Menurut penjelasan Otamar, selama berada dalam air, bayi tidak akan bernapas karena pada saat bayi lahir, kadar prostaglandinnya masih tinggi dan otot diafragma dalam tubuhnya belum bekerja. "Temperatur air yang mendekati temperatur air ketuban juga menyebabkan bayi tidak terangsang untuk bernapas," ujar dokter yang berpraktek di berbagai rumah sakit ini.
Kendati proses melahirkan di dalam air terlihat menyenangkan, namun tidak semua ibu hamil bisa melakukannya. Terutama untuk mereka yang mengalami preeklamsia, kemungkinan bayi lahir prematur, kehamilan kembar, sungsang, adanya pendarahan dan infeksi pada ibu, serta ibu hamil yang memiliki penyakit herpes. "Air kolam harus dijaga tetap steril, sedangkan kuman herpes tidak akan mati dalam air," kata Otamar. Selain higienitas air, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterampilan tenaga penolong saat persalinan. Selain dokter kandungan, bidan dan perawat, dokter anak juga ikut memantau untuk melakukan pengecekan langsung saat bayi lahir. Hal ini untuk mengatasi ada tidaknya air yang masuk atau gangguan lainnya.
Di luar negeri, proses melahirkan di dalam air banyak direkomendasikan oleh dokter karena proses melahirkan menuntut rasa percaya diri dan ketenangan yang tinggi dari sang ibu. Kondisi ibu yang nyaman juga akan membuat bayi mampu beradaptasi terhadap lingkungan di luar rahim dengan baik. Jika anda tetarik pada metode ini, maka sebaiknya anda menyiapkan dana kelahiran sedikit lebih banyak dibanding proses melahirkan normal biasa.