Pelajaran Membalas atau Mengalah

Parenting / 14 December 2005

Kalangan Sendiri

Pelajaran Membalas atau Mengalah

Fifi Official Writer
6617

Anda sering menemui si kecil menangis karena dicubit, dicakar atau disakiti oleh teman mainnya? Karena kesal mungkin Anda menyuruh si kecil membalas. Mungkin tujuan Anda benar, agar teman anak Anda tak semena-mena. Tapi, secara tak langsung Anda mengajarkan anak kekerasan. Bahaya bukan?

Barangkali prosentasenya lebih banyak orangtua yang memiliki pendapat selalu membalas jika disakiti. Anda pun mungkin akan melakukan hal yang sama jika buah hati Anda disakiti tanpa sebab. Tapi sudah benarkah kalau kita mengajarkan untuk membalas, apalagi membalas secara fisik seperti memukul, mencubit, mencakar dan lain sebagainya? Mestikah kekerasan juga harus dibalas dengan kekerasan?

Menurut psikolog perkembangan dari Tribina Multikaryatama, Jakarta, Dra. Mutia Prihatini, ada dua tipe orangtua dalam menyikapi hal seperti di atas. Ada orangtua yang seperti Lula Kamal, menyuruh anaknya membalas jika disakiti entah dengan kata-kata atau secara fisik, tapi ada juga orangtua yang bersikap menyuruh anaknya mengalah dan menghindar. Namun demikian, kata Mutia, keduanya memiliki konsekuensi.

Membalas atau mengalah?
Jika Anda termasuk orangtua yang mengajarkan anak untuk membalas setiap bentuk kekerasan yang dilakukan temannya, menurut Mutia Anda sama saja mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Pada akhirnya, anak pun akan berpikir bahwa seperti itulah penyelesain yang benar. Selain itu, tegas Mutia, anak jadi terbiasa untuk berbuat kekerasan karma dia tidak mendapat teguran, bahkan justru merasa sikapnya dibenarkan.

"Anak yang diajarkan untuk selalu membalas dengan sikap agresifitas baik fisik maupun verbal, maka is akan berpendapat bahwa agresifitas adalah tindakan yang benar dan dia boleh melakukan itu kapan dan di mana saja," tegas Mutia. Jadi yang lebih baik menurut Mutia, ajarkan kepada anak untuk mengalah dan tidak membalas. Kita perlu mengajarkan kepada anak dan memberi pengertian bahwa sikap temannya yang selalu menyakiti orang lain itu mungkin tidak disengaja. Jadi tidak perlu dibalas atau dimasukkan ke dalam hati. Sikap ini memberi pemahaman pada anak bahwa memberi maaf dan mengalah adalah solusi terbaik dalam pertemanan.

Jelaskan juga bahwa mengalah itu adalah sikap terpuji yang disenangi banyak orang. Selain itu Anda juga perlu memberi alasan yang konkret mengapa tidak boleh membalas, yang secara langsung mengajaknya berpikir kritis. "Katakan mungkin kamu tanpa sengaja telah menyakiti perasaannya sehingga dia tidak senang dan membalasnya dengan mencubit," lanjut psikolog dari Tribina Multikaryatama ini.

Untuk itu, lanjut Mutia setiap kali anak mendapat perlakuan tidak menyenangkan lantas mengadu pada Anda tanya dulu kronologi kejadiannya. Dengan demikian Anda bisa membaca dan memahami kondisi anak lewat ceritanya. Berada di posisi benarkah anak Anda atau memang temannya yang memang terlalu agresif. Jika ternyata anak Anda berada di pihak yang benar maka berilah pengertian bahwa temannya itu tidak sengaja menyakiti.

Mengapa anak perlu diberi alasan? Menurut Mutia, mengajar anak untuk mengalah tanpa memberi alasan yang tepat, juga kurang baik "Bisa jadi anak akan berpikir bahwa apa pun kondisinya, saya harus mengalah. Sikap ini berbahaya, karena anak jadi kurang percaya diri, rendah diri dan takut bertindak," lanjut Mutia. Tapi jika Anda memberi alasan yang tepat, maka Anda telah mengajarkan pada anak untuk berpikir dalam memilih sikap yang benar, dan menerima konsekuensi dari sikapnya itu. Sehingga ia lalu berani bersikap. Anak pun secara tak langsung belajar menyelesaikan masalah tidak dengan kekerasan.

Lebih baik mengajarkan sikap Asertif
Walau tidak mengajarkan anak untuk membalas, menurut Mutia, bukan berarti Anda tidak mengajarkan pertahanan pada anak. Atau membiarkan anak hanya pasrah menerima perlakukan buruk teman. Yang lebih tepat adalah mengajarkan sikap asertif, yakni mampu mengatakan dengan tegas bagaimana perasaannya terhadap perlakuan temannya itu.

Misalnya, "bilang sama temanmu kalau kamu tidak suka dengan caranya. Jangan malah menangis, nanti temanmu malah semakin senang menggoda kamu." Ini, kata Mutia, adalah awal dari bentuk pertahan diri anak dalam menghadapi serangan. Anak yang berbuat agresif begitu mendapat respon yang tegas dari lawannya, pasti akan sedikit takut dan berpikir ulang untuk meneruskan menyakiti. Oleh karena itu tegas Mutia, sikap asertif harus diajarkan anak untuk menyatakan kemauan dan sikapnya. Anak yang sudah berani mengungkapkan perasaan suka dan tidak suka- nya terhadap sebuah perlakuan, cenderung lebih bisa menyikapi keadaan dibanding anak yang diajarkan untuk membalas.

Jika dia sudah berani mengungkapkan kepada teman yang mengganggunya, maka anak akan berani mengambil sikap selanjutnya. Misalnya, ia lalu memilih teman yang tidak suka mengganggu. Jadi tanpa membalas dengan kekerasan, dia sudah bisa menyelesaikan masalahnya.

Menyikapi kenakalan teman bermain anak
1. Jika anak mendapat perlakuan tidak menyenangkan seperti dicubit, dipukul, dicakar, atau dicemooh, sikap pertama Anda adalah tanggapi situasi tersebut secara wajar, jangan terlalu emosional dan berlebihan.

2. Ajari anak untuk berani mengekspresikan diri dengan mengatakan apa yang ingin disampaikannya ketika dia diperlakukan tidak menyenangkan. Misalnya, "Aku tidak suka kamu mencubit, meledek atau memukul saya".

3. Ajari anak untuk mencari pilihan. Ketika anak suka di jahili oleh seorang temannya, ajari dia-untuk mencari teman lain dalam bermain. Beri pilihan pada dia antara teman A dengan teman yang tidak 'berbahaya' termasuk konsekuensi yang akan diterimanya jika dia memilih salah satu.

3. Ajari anak untuk mempertahankan diri dengan terlebih dahulu mengelak saat diserang secara fisik. Beri rambu dalam kondisi apa diperbolehkan membalas. Jika sudah menimbulkan luka fisik atau rasa sakit di tubuh, bagaimana membalasnya, atau caranya bagaimana agar anak tidak lantas menjadi liar walaupun harus membalas.

4. Ajari anak untuk selalu bercerita jika dirinya telah diperlakukan tidak baik. Tujuannya agar kita dapat selalu memonitor perkembangannya dan pergaulannya.

5. Jika teman anak selalu berlaku agresif dengan kekerasan, beritahu orangtua. Siapa tahu, perilaku anak tersebut meniru orangtuanya. Dengan cara-cara seperti itu Anda telah menyelamatkan seorang anak dari generasi kekerasan

Halaman :
1

Ikuti Kami