Isu Karakter Sekali Lagi

Kata Alkitab / 22 November 2005

Kalangan Sendiri

Isu Karakter Sekali Lagi

Admin Spiritual Official Writer
6611

Sekali lagi kita membahas tentang isu karakter. Ada banyak hal yang perlu dicermati dalam pembangunan karakter diri kita. Kita akan mengupasnya satu demi satu.

Menanggapi Isu Karakter Dengan Serius

Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka. Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN. (Imamat 10:1-2)

Tuhan amat serius dengan isu karakter. Kita lihat Tuhan berulangkali menyatakan kepeduliannya dalam kitab Imamat, dari dosa anak Harun hingga instruksi rincinya tentang halal tidak halalnya makanan hingga penyucian mereka yang baru melahirkan.

Ketika kini kita mengenal alasan secara medis dan biologi untuk petunjuk yang spesifik dari Tuhan ini, kita dapat mengasumsikan bahwa Tuhan punya maksud melalui teks ini mengajar pemimpin-pemimpin dan orang-orangNya suatu pelajaran penting : kita harus "menjadi sesuatu" sebelum "melakukan sesuatu". Buatlah diri anda menjadi orang yang benar sebelum anda melakukan hal lainnya.

Seringkali terlalu jauh kita melompat menjadi seorang yang mekanis, seorang yang begitu memegang metode dan bersifat teknis. Kita meletakkan gaya diatas substansi . Kita begitu berfokus pada karisma dan menolak karakter. Aksioma berikut memberi isyarat untuk kita meletakkan karakter terlebih dahulu :

1. Kita mendapatkan karunia, tapi kita harus membangun karakter.
2. Karakter kita akan mendapatkan kepercayaan orang lain.
3. Hanya karakter yang baik memberikan sukses yang abadi terhadap orang lain.
4. Gaung karakter mengkomunikasikan kredibilitas dan konsistensi.
5. Karakter kita mewarnai perspektif kita.
6. Kemampuan mungkin membuat kita naik ke puncak, tapi hanya karakter yang membuat anda tetap berada disana.
7. Kita tidak dapat bangkit lebih tinggi dari batas karakter kita.

Karakter Menjadi Dasar Bagi Pemimpin

Musa memanggil seluruh orang Israel berkumpul dan berkata kepada mereka: "Dengarlah, hai orang Israel, ketetapan dan peraturan, yang pada hari ini kuperdengarkan kepadamu, supaya
kamu mempelajarinya dan melakukannya dengan setia... Firman itulah yang diucapkan TUHAN kepada seluruh jemaahmu dengan suara nyaring di gunung, dari tengah-tengah api, awan dan kegelapan, dan tidak ditambahkan-Nya apa-apa lagi. Ditulis-Nya semuanya pada dua loh batu, lalu diberikan-Nya kepadaku." (Ulangan 5:1-22)


Untuk memastikan generasi barunya memasuki Tanah Perjanjian dengan tuntunan moral yang solid. Musa mengulangi perintah yang ia berikan sebelumnya di dalam kitab Keluaran 20.

Mantan Jendral Norman Schwarzkopf meletakkan prinsip ini :
"Kepemimpinan adalah kombinasi potensial dari karakter dan strategi - tapi jika kamu harus memilih hidup tanpanya, biarlah tanpa strategi"

Integritas Seorang Pemimpin

Integritas Yosua sebagai pemimpin ditunjukkan ketika ia bertemu orang orang Gibeon. Kisahnya terdapat dalam kitab Yosua 10:1-10

Setelah terdengar oleh Adoni-Zedek, raja Yerusalem, bahwa Yosua telah merebut Ai dan telah menumpasnya -- seperti yang dilakukannya terhadap Yerikho dan terhadap rajanya, demikianlah juga dilakukannya terhadap Ai dan terhadap rajanya -- dan bahwa penduduk kota Gibeon telah mengadakan ikatan persahabatan dengan orang Israel dan diam di tengah-tengah mereka, maka sangat takutlah orang, sebab Gibeon itu kota yang besar... Dan TUHAN mengacaukan mereka di depan orang Israel, sehingga Yosua menimbulkan kekalahan yang besar di antara mereka dekat Gibeon, mengejar mereka ke arah pendakian Bet-Horon dan memukul mereka mundur sampai dekat Azeka dan Makeda. (Josua 10:1-15)

Yosua mengkompromikan kepemimpinannya ketika ia membuat perjanjian dengan orang Gibeon, namun sekali ia membuat perjanjian dengan mereka, ia tahu itu menjadi tugasnya untuk membela mereka. Integritas artinya bahwa anda menjaga sumpah dan "berjanji dengan sepenuh hati", tidak peduli berapa harganya.

Karakter Memampukan Melakukan Hal Benar Yang Sulit

Boaz dan Pertunjukan Karakter Rut

Boas telah pergi ke pintu gerbang dan duduk di sana. Kebetulan lewatlah penebus yang disebutkan Boas itu. Lalu berkatalah Boas: "Hai saudara, datanglah dahulu ke mari, duduklah di
sini." Maka datanglah ia, lalu duduk. Kemudian dipilihnyalah sepuluh orang dari para tua-tua kota itu, dan berkata: "Duduklah kamu di sini." Maka duduklah mereka. Lalu berkatalah ia kepada penebus itu: "Tanah milik kepunyaan saudara kita Elimelekh hendak dijual oleh Naomi, yang telah pulang dari daerah Moab. Jadi pikirku: baik juga hal itu kusampaikan kepadamu sebagai berikut: Belilah tanah itu di depan orang-orang yang duduk di sini dan di depan para tua-tua bangsa kita. Jika engkau mau menebusnya, tebuslah; tetapi jika engkau tidak mau menebusnya, beritahukanlah kepadaku, supaya aku tahu, sebab tidak ada orang yang dapat menebusnya kecuali engkau, dan sesudah engkau: aku." Lalu berkatalah ia: "Aku akan menebusnya." (Rut 4:1-6)


Baik Rut dan Boaz ingin hubungan mereka bergerak lebih jauh lagi. Masih ketika kebenaran tampil di tempat terang, Boaz menginformasikan Rut bahwa ia harus mengambil keputusan dihadapan pemimpin kota. Rut mematuhi hal itu, tidak pernah memaksakan hasrat dirinya untuk menikah kembali.

Karakter memampukan seorang pemimpin untuk melakukan apa yang benar, meski ketika hal itu menjadi sesuatu yang amat sulit.

Ayub Menantang Teman-Temannya

Lalu Ayub menjawab: "Ah, hendaklah kiranya kekesalan hatiku ditimbang, dan kemalanganku ditaruh bersama-sama di atas neraca! Maka beratnya akan melebihi pasir di laut; oleh sebab itu
tergesa-gesalah perkataanku. Karena anak panah dari Yang Mahakuasa tertancap pada tubuhku, dan racunnya diisap oleh jiwaku; kedahsyatan Allah seperti pasukan melawan aku.
Meringkikkah keledai liar di tempat rumput muda, atau melenguhkah lembu dekat makanannya?
Dapatkah makanan tawar dimakan tanpa garam atau apakah putih telur ada rasanya? Aku tidak sudi menjamahnya, semuanya itu makanan yang memualkan bagiku. (Ayub 6:1-7:21)


Ayub menantang teman-temannya untuk mengidentifikasi kelemahannya. Semua teman Ayub menyikapi dengan memakai berbagai teori tentang kesulitan Ayub, namun Ayub dengan sederhana meminta mereka untuk menyelidiki hidupnya dan menunjukkan area dimana dia memiliki kekurangan secara integritas. Dia merasa yakin ketidaksalahan hatinya sehingga ia mengundang penyelidikan rekan sejawatnya. Hanya pemimpin dengan karakter kuat dan rasa aman yang kuat yang dapat melakukan hal ini.

CS Lewis menyebut kualitas ini sebagai "pemimpin yang lapang dada". Lewis menyamakan urutan kecocokan jiwa pada tubuh sebagai : kepala / pikiran (alasan) harus mengatur perut (nafsu makan) melalui dada (karakter dan roh). Dada tidak dapat dihindarkan menjadi penghubung antara alasan dan nafsu makan.

Tanpa dada (karakter dan roh) yang kuat, seseorang akan mengalah pada penyesalan, hubungan dan kompromi. Lewis menyebut hal-hal itu sebagai tidak berkarakter atau berintegritas atau "seorang yang tidak lapang dada".

Apa yang memampukan Ayub untuk menunjukkan integritas sebagai pemimpin :

1. Keamanan yang kuat : ia merasakan keamanan emosional yang cukup untuk menerima kritikan.
2. Hati nurani yang bersih : ia menjaga kebersihan dan kesensitifan hati nuraninya terhadap dosa.
3. Motivasi yang murni : ia menolak untuk menghibur motivasi yang mengasihani dirinya sendiri.
4. Karakter yang solid : ia berkomitmen untuk melakukan semua yang benar berapapun harganya.

Karakter Menyatakan Konsistensi

"Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?
Karena bagian apakah yang ditentukan Allah dari atas, milik pusaka apakah yang ditetapkan Yang Mahakuasa dari tempat yang tinggi?... jikalau aku memakan habis hasilnya dengan tidak membayar, dan menyusahkan pemilik-pemiliknya, maka biarlah bukan gandum yang tumbuh, tetapi onak, dan bukan jelai, tetapi lalang." Sekianlah kata-kata Ayub. (Ayub 31:1-40)


Satu yang paling indah dikemukakan kitab Ayub adalah penggambaran bagaimana seorang pria bisa begitu manusiawi dan juga rohani dalam waktu yang bersamaan.

Ayub merasakan semua emosi manusia yang mengalami kehilangan segala-galanya. Dia menjadi marah, depresi dan cemas dan ia menyatakan semua perasaannya secara terbuka. Momen muncul bahwa ia akan menyalahkan Tuhan dan angkat tangan atas kepercayaannya pada Tuhan. Namun ia malah menguatkan janji percayanya meski ia tidak mengerti apa yang terjadi dalam hidupnya. Ayub menyanggupi untuk menjaga integritasnya membalas semua keadaan ini.

Bentuk komitmen adalah kunci yang krusial untuk semua kepemimpinan. Inilah mengapa:

1. Pemimpin harus punya visi, tapi mereka tidak melihat semuanya untuk masa depannya.
2. Dibanding berdalih berada dibawah kendali, pemimpin justru harus menjadi model ketika berada kendali.
3. Pemimpin harus menjadi model kerendahatian dan mengidentifikasi keterbatasan pengikutnya.
4. Pemimpin harus menjadi model dan sauh kehidupan, hidup berdasar karakter dan bukan emosi.
5. Ketika pemimpin tidak mengetahui apa yang mengendalikan hari esok, mereka harus mengetahui siapa yang mengendalikan hari esok.

Ketika orang siap membangun karakternya, ia akan siap memasuki posisi kepemimpinan yang lebih tinggi. Apa jadinya menjadi manusia tanpa pembangunan karakter, kita akan membahasnya dalam tulisan berikutnya tentang karakter.

Sumber : Sumber: Maxwell Leadership Bible
Halaman :
1

Ikuti Kami