Risiko yang Ditawarkan Internet Terhadap Remaja
Theresia Karo Karo Official Writer
Selain membawa kemudahan, kehadiran internet juga membawa dampak buruk, terutama bagi anak-anak dan remaja. Sebab bila digunakan internet digunakan tanpa adanya pengawasan, maka imbasnya turut mempengaruhi kondisi kesehatan mental generasi muda.
Psikiater Natasha Biljani dari rumah sakit Priory Roehampton di Inggris mengungkapkan bahwa risiko yang ditawarkan internet terhadap remaja adalah bullying dan keterbukaan seksual. Hal ini mungkin terjadi, karena internet memberikan akses tanpa batas dan komunikasi anonim.
Pengguna internet (netizen) bisa bebas menindas seseorang yang mugkin tidak disukainya dengan penyamaran identitas. Tindakan-tindakan semacam ini termasuk sebagai cybercrime.
Kemungkinan lain, netizen membagikan gambar dirinya atau orang lain yang mengandung unsur pornografi, sehingga tersebar luas dan menjadi objek penindasan massal. Atau bisa juga memicu para remaja yang masih labil untuk melakukan hal-hal serupa, tanpa sadar betul dampaknya di masa depan.
Bila sudah begini, dampak negatifnya bahkan bisa menyebabkan depresi permanen di masa depan. Menurut Biljani, generasi muda yang lahir di era internet harus mendapat pembinaan agar bisa menggunakan jaringan ini secara tepat.
“Fokus dibutuhkan untuk mengedukasi generasi muda tentang risiko menyebar gambar diri mereka dan berkomunikasi dengan orang tak dikenal di internet,” tuturnya.
Penelitian di London juga mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan dan depresi di kalangan remaja mengalami peningkatan, bersamaan dengan meluasnya penggunaan internet. Data yang dihimpun dari Health and Social Care Information Centre (HSCIC) menunjukkan panggilan psikiater pada tahun 2014 darurat naik dua kali lipat dari tahun 2010, yang mencapai angka 17.000-an.
Data lainnya membeberkan, hampir 16.000 remaja perempuan (15-19 tahun) melukai dirinya akibat depresi. Jumlah ini naik drastis dari tahun 2004 yang hanya 9.000-an kasus.
Laporan terbaru dari Office for National Statistics menyebutkan bahwa satu dari lima remaja (16-24 tahun) memiliki kecenderungan cemas, depresi, dan stres. Tidak hanya itu, RS Priory juga menemukan peningkatan yang signifikan dari jumlah remaja yang mengalami depresi berat.
Pada tahun 2014, hampir 300 anak dengan usia 12-17 tahun di London divonis depresi berat. Jumlah ini naik 100 persen dari tahun 2010. Biljani mengungkapkan bahwa pemicunya awalnya adalah kecanduan media sosial.
“Apapun alasannya, harus segera dilakukan kajian yang lebih dalam untuk menuntaskan masalah mental ini. Bila masalah ini diabaikan, generasi penerus akan menjadi generasi yang suram,” papar Biljani.
Sumber : Kompas/Jawaban.com by tk
Halaman :
1