Narkoba telah meracuni Bui Min sejak ia remaja dan menjadikan dirinya sebagai budak narkoba. Bagi Bui Min, menjadi seorang pecandu narkoba adalah sebuah kebanggaan karena ia menemukan sebuah keluarga yang rasanya lebih enak dari keluarganya sendiri.
Sewaktu kecil, hubungan ayah dan ibu Bui Min tidak begitu harmonis karena ayahnya pada dasarnya adalah seorang yang cuek dan sering mengeluarkan perkataan yang kasar. Makian dan tamparan menjadi hal biasa yang sering diterima Bui Min dari ayahnya. Hal yang paling mengecewakan dari ayahnya adalah kebiasaan ayahnya yang suka berjudi. Apalagi jika ayahnya sudah kalah berjudi, emosi yang memuncak senantiasa mewarnai segala tindak-tanduknya. Bui Min seringkali diperlakukan kasar oleh ayahnya di hadapan teman-teman ayahnya. Kesedihan, kekecewaan, perasaan malu dan hatinya yang terluka hanya dapat disimpan Bui Min rapat-rapat di dalam hatinya. Bui Min hanya dapat menerima segala perlakuan kasar ayahnya dalam diam.
Bui Min berusaha melupakan kejadian itu. Namun suatu peristiwa kembali menorehkan suatu luka di dalam hati kecilnya. Bui Min melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ayahnya membenamkan kepala adiknya ke dalam bak mati sambil memaki-maki adiknya dengan kata-kata yang kasar. Bagi Bui Min saat itu, apapun kesalahan yang telah diperbuat oleh adiknya, perlakuan seperti itu bukanlah hukuman yang layak untuk diterima adiknya yang masih kecil. Namun di tahun 1982, prahara melanda keluarga Bui Min. Judi membaw ayahnya ke dalam kebangkrutan. Saat itu, Bui Min harus hidup terpisah dengan adiknya.
Kebencian yang ditabur sang ayah, membawa Bui Min masuk ke dalam jerat narkoba. Bahkan sepeninggal ayahnya ke Hongkong, tanpa disadari, adiknya juga bertumbuh dalam pemberontakan dan narkoba. Bahaya pun mengintai. A Cung, adik Bui Min, tertangkap polisi saat bersama teman-temannya sedang berpesta narkoba. A Cung hanya dijatuhi 9 bulan penjara kemudian dibebaskan. Untuk sesaat, Bui Min kembali tenang. Namun hal itu tak berlangsung lama. Perangai A Cung semakin liar. A Cung mulai memakai jarum suntik. A Cung juga menjadi keras dan tidak bisa dinasehati. Bahkan A Cung berani memukul Bui Min, kakaknya. Perkelahian pun tak dapat dihindarkan.
Hati Bui Min sangat pedih karena adik yang sangat dikasihinya, sekarang malah menjadi lawannya. Namun saat Bui Min melihat kesabaran ibunya, hatinya mulai tersentuh. Hal yang sangat berharga bagi Bui Min adalah ibunya. Dengan lemah lembut, ibunya menasehati Bui Min untuk berhenti menyia-nyiakan hidupnya dengan terus mengonsumsi narkoba.
"Saya hanya berpikir, sia-sialah mama melahirkan saya. Dan sia-sialah saya jadi anaknya. Dan saya punya kerinduan, saya tidak mau menyusahkan mama lagi. Saya mengambil keputusan, saya harus berhenti...," ujar Bui Min dalam kesaksiannya.
Perlahan-lahan, Bui Min dapat terlepas dari kecanduannya. Namun Bui Min harus tetap berjuang demi A Cung, adiknya. Sampai suatu hari, A Cung, seperti biasanya, meminta narkoba kepada Bui Min. Dengan berat hati, Bui Min tetap memberikan benda haram itu kepada adiknya. Dengan penuh kasih sayang, Bui Min mengajak A Cung untuk berubah. Dengan berurai air mata, Bui Min meminta maf kepada A Cung karena tidak dapat menjadi kakak yang baik bagi A Cung. Dengan saling berpelukan sambil menangis, A Cung pun menyampaikan niatnya kepada Bui Min untuk lepas dari narkoba, mengingat kesusahan akibat perbuatan yang mereka lakukan bagi ibunya.
Selama 3 hari, Bui Min bersama-sama dengan ibunya merawat A Cung yang sedang berusaha lepas dari narkoba. Dengan setia dan penuh kesabaran Bui Min menjagai A Cung dan berusaha memenuhi segala keperluan A Cung. Bahkan Bui Ming rela mengeluarkan uang puluhan juta rupiah demi adiknya. Namun ketika mereka lengah, sesuatu yang jahat kembali mengintai nyawa sang adik.
Tanpa sepengetahuan orang rumah, teman-teman A Cung datang dan menyuntikkan A Cung dengan barang haram tersebut. Saat itu Bui Min sedang bekerja menjaga toko usaha miliknya. Sepulangnya dari toko, Bui Min melihat teman-teman A Cung yang baru saja keluar dari kamar. Saat Bui Min melihat adiknya, A Cung sudah seperti orang yang keracunan. A Cung pun segera dilarikan ke rumah sakit.
Setelah mendapat perawatan selama beberapa jam, kondisi A Cung mulai membaik. Namun, saat Bui Min sedang berada di toko dan keadaan terlihat amat baik, tiba-tiba sebuah kabar buruk terdengar. A Cung telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Bui Min pun segera melarikan motornya ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Bui Min hanya menemukan tubuh A Cung yang sudah terbujur kaku.
"Saya gagal, saya benar-benar merasa gagal sebagai seorang kakak. Karena seharusnya saya bisa menjagai adik-adik saya. Di situlah saya bilang sama Tuhan, biar dosa-dosa adik saya, saya yang pikul," ujar Bui Min dalam kesaksiannya dengan mata berkaca-kaca.
Penyesalan tinggallah penyesalan. Bui Min pun berusaha melupakan kejadian memilukan itu. Dunia malam dan narkoba pun kembali masuk dalam hidupnya. Namun kegagalan seakan terus mengikutinya. Yang tersisa hanyalah kekecewaan dan keputus-asaan. Saat itulah, suatu ketakutan mulai merembet di hati Bui Min. Pada suatu hari dalam kebingungannya, Bui Min hanya berjalan sambil menangis di tengah malam. Sambil menatap langit, Bui Min berteriak dan mempertanyakan keberadaan Tuhan.
Namun saat Bui Min menengadah ke langit, Bui Min teringat akan sebuah pengalaman masa kecilnya. Saat itu, Bui Min akan mengikuti pelajaran agama di sekolahnya. Namun kelasnya memang kekurangan bangku, sehingga Bui Min harus mengambil bangku di kelas pelajaran agama Kristen. Saat itulah guru Agama Kristen tersebut memanggilnya ke depan dan berdoa baginya. Guru Agama itu berdoa agar Tuhan Yesus masuk ke dalam hati Bui Min dan ia dapat menemukan Yesus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan kehidupan.
Saat itu, dalam keputus-asaannya, Tuhan menuntun Bui Min untuk masuk ke kamar dan berdoa. Bui Min pun berdoa dengan kata-kata yang sederhana sambil menangis. Di situlah timbul suatu kerinduan di dalam hati Bui Min untuk pergi ke gereja. Tapi Bui Min tidak tahu gereja mana yang harus ia datangi. Hingga pada suatu hari, Bui Min bertemu dengan teman satu sekolahnya dulu. Dari dialah Bui Min mendapat informasi mengenai suatu gereja. Bahkan temannya ini tanpa segan-segan menjemput Bui Min di hari Minggu untuk beribadah bersama.
Setelah tiga minggu menghadiri pertemuan ibadah itu, sesuatu menggerakkan hatinya. Perkataan yang menjadi rhema di hati Bui Min adalah, hanya Tuhan saja yang sanggup menolong kita. Dan saat itulah, Bui Min merasa dia termasuk di dalam golongan orang yang membutuhkan pertolongan itu dan Bui Min tahu Tuhan mau menolongnya. Saat altar call, Bui Min maju untuk didoakan. Bui Min merasa semua dosa dan kesalahan yang telah dibuatnya dulu, noda yang tidak berkenan di hadapan Tuhan diangkat saat itu juga. Bui Min merasakan ada kuasa yang mengalir yang membuatnya merasa kuat, merasakan kasih Tuhan yang dalam atas hidupnya. Bui Min benar-benar merasakan sesuatu yang baru di dalam hidupnya, bukan seperti Bui Min yang dulu lagi.
Semenjak hari itu Bui Min berkomitmen untuk lepas dari narkoba dan dunia malam. Namun Bui Min tidak pernah membayangkan, bahwa narkoba yang telah ia tinggalkan akan kembali menghampiri keluarganya dan mencoba mencabut nyawa Dina, adik keduanya. Pada suatu hari Bui Min menemukan Dina sedang over dosis di dalam kamarnya. Bui Min hanya bisa memeluk Dina dan langsung mendoakannya. Bui Min sadar secara manusia, kondisi Dina saat itu sudah tidak mungkin tertolong. Namun saat sedang mendoakan Dina, Bui Min merasakan suatu nafas kehidupan pada Dina dan Bui Min tahu kalau Dina masih hidup.
"Ko A Min itu sering sekali menasehati saya supaya saya berhenti mengonsumsi narkoba. Karena gara-gara narkoba, saya harus kehilangan kakak saya, dan ko A Min tidak mau ia harus kehilangan adiknya yang satu lagi karena narkoba. Ko A Min memang selalu menasehati saya dan tidak pernah berhenti mendorong saya untuk berhenti dari narkoba. Dia selalu mendukung saya, memberikan semangat, membawa saya ke rumah sakit, berobat detox, pokoknya selama ini koko yang selalu membantu saya," kisah Dina menceritakan awal pertobatannya meninggalkan dunia narkoba.
Kesabaran dan kasih Bui Min ternyata sanggup membangkitkan semangat Dina untuk sembuh. Tetapi jauh di dalam hati kecilnya, Bui Min tahu kekecewaan terhadap ayahnya masih membekas. Hingga pada suatu hari, Bui Min mengikuti sebuah acara retreat. Di retreat itulah Bui Min dijamah mengenai pemulihan hati Bapa. Di sana Bui Min teringat akan kekecewaan hatinya terhadap ayahnya dan bagaimana perlakuan ayahnya terhadap dirinya selama ini. Bagaimana buruknya hubungan yang ada di antara mereka. Bui Min merasa bukan suatu hal yang pantas untuk seorang anak memiliki hubungan yang jelek dengan ayahnya sendiri. Dan saat itulah Bui Min melepaskan pengampunan secara total bagi ayahnya.
Tahun 2003, Bui Min kembali membuka usaha bordir pakaian. Tuhan terus memberkati usahanya. Kemudian di tahun 2007, Tuhan mempersatukan Bui Min dengan seorang wanita yang menjadi istri dan ibu dari anaknya. Hati yang terluka karena kekecewaan telah dipulihkan Tuhan. Pemulihan hubungan terjadi di antara Bui Min dengan ayahnya. Hati yang terluka karena kekecewaan telah dipulihkan Tuhan. Kini sebuah harapan selalu ada di hati Bui Min untuk sang ayah.
"Saya punya kerinduan bisa akur sama papa, saling berbagi, saling mengasihi dan saling peduli," ujar Bui Min menutup kesaksianya.