Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:21)
Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! (Mazmur 139:23-24)
Sebuah surat kabar daerah memajang wajah seorang perempuan muda dengan wajah penuh kemarahan. Di bawahnya, terdapat ucapan ibunya, “Saya ingin orang-orang tahu bahwa ia adalah orang yang baik.”
Perempuan itu, bersama dengan suaminya, dijebloskan ke penjara atas tuduhan menculik dan membunuh seorang penjual mobil. Mereka kemudian melarikan diri dengan mobil pick up yang masih baru.
Ibunya mengenal perempuan ini sebagai pekerja keras dan orangtua yang penuh pengabdian. Para pembaca surat kabar, teman-teman, dan keluarga si penjual mobil mengenalnya sebagai pencuri, pecandu narkoba, dan kaki tangan pembunuhan terhadap “seorang pria yang sangat baik”.
Seperti apa orang baik itu? Kita tidak akan mengetahui apakah diri kita baik atau tidak, sebelum dicobai dan diuji dalam api.
Sikap Petrus vs Kebaikan Allah
Salah satu kisah pengkhianatan terkenal adalah saat Petrus menyangkal Yesus 3 kali di hadapan banyak orang. Ironisnya, kata-kata “aku tidak mengenal Dia” terlontar hanya beberapa jam setelah dia yakin bahwa dirinya bersedia mati dengan Yesus. Saat Yesus menatap mata Petrus, ia pun “pergi keluar dan menangis dengan sedihnya” ([kitab]lukas22:55-62[/kitab]).
Petrus sadar dia telah mengecewakan Sahabat terbaiknya. “Aku tidak tahu bahwa aku akan melakukannya,” kata Petrus sambil menangis tersedu-sedu.
Ujian pertama kali menimpa Adam dan Hawa di Taman Eden. Mereka tidak berhasil. kadang-kadang Allah akan membawa kita melalui pelajaran yang menyakitkan agar kita mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
Bila kita buta dan tuli dengan dosa kita, kesombongan akan terpancar dengan gampangnya, sehingga Injil yang kita wartakan akan menjadi sebuah omong kosong. Kebaikan Allah seakan tidak ada kaitannya dengan kita, sampai akhirnya kita terpojok. Saat tusukan kebenaran itu menimpa kita, barulah kita terjada. Memang, terkadang seorang pasien harus mengerti bahwa penyakitnya akan membawanya pada kematian sebelum dia mampu menghargai kemampuan dokternya.
“Aku Cukup Baik, kan?”
Kita menganggap diri kita sama baiknya atau bahkan lebih baik daripada kebanyakan orang. Meskipun kita tidak mengatakannya terang-terangan, kita merasa bahwa kita sama baiknya dengan Allah. Kita tidak menyadari betapa baiknya Allah, kecuali bila kita menyadari keburukan kita.
Diberkatilah orang yang mengerti bahwa mereka tidak baik; bahwa mereka dapat bersandar pada kebaikan Allah. Saat kita jatuh, kita punya Juruselamat.
Kita tidak dapat menjadi baik tanpa Allah. Bila kita ingin berbuat baik dengan segenap hati, itu adalah karena Allah telah mendorong kita. Bila kebaikan Allah diizinkan mengalir ke dalam hidup kita melalui Roh Kudus-Nya, maka kecenderungan kita untuk berbuat dosa menjadi berkurang dan terkendali.
Hati kita akan diubahkan secara menyeluruh bila kita dekat kepada Allah. Perenungan yang mendalam mengenai kasih dan kebaikan Allah akan membalikkan sikap kita yang suka melawan. Mengalami daya hidup yang sehat dari kebaikan yang sejati akan membuat kita lapar akan hal-hal yang baik, membuat kita ingin berbuat baik, dan berusaha menjadi baik terhadap diri sendiri.
Meskipun kita mengalahkan serangan dosa dan berbuat baik kepada musuh, kita tetap belum sepenuhnya baik. Hanya Allah yang sepenuhnya baik.
Tujuan Allah adalah membersihkan ciptaan-Nya dari segala dosa dan pemberontakan, baik terhadap Dia maupun kebaikan-Nya. Bila kita mengetahui hal ini, maka kita akan menyadari siapa diri kita di hadapan-Nya, terutama jika kita tahu betapa jauhnya Dia harus menyertai kita. Bila kita tenggelam dalam kebaikan-Nya dan dibungkus dalam jubah kebenaran Kristus, maka kita dan Allah Yang Mahakuasa itu akan merasa puas dan nyaman dalam kebersamaan.
Kita tahu bahwa Allah berkuasa atas semua hasil akhir alam raya ini, namun apakah Dia memerintah di lubuk hati kita? Jika tidak, maka Dia akan mengupayakan proses demi proses untuk membersihkan dosa yang tersembunyi.
Kembali kepada kisah wanita muda yang dipenjara tadi. Apakah kita masih merasa lebih baik dibandingkan dengan dia, karena kita tidak mencuri, menculik, dan membunuh? Atau justru kita memutuskan untuk mengampuni dia karena kita mengerti bahwa: Itu bisa saja menimpaku! Seandainya aku jatuh di tempatnya… seandainya hal serupa juga terjadi padaku… Di saat seperti inilah pengampunan menjadi nyata, karena kita telah mengalami kebaikan dan kasih Allah.
Sumber: Allah Itu Baik Senantiasa, oleh Janet Chester Bly
Sumber : Allah Itu Baik Senantiasa | Janet Chester Bly