Pernahkah kita melihat atau bahkan mengalami sendiri situasi di dalam rumah tangga dimana orang tua sering bertengkar, saling menyalahkan, dan bahkan melibatkan anak dalam konflik mereka? Kalimat seperti, "Nanti jangan cari istri seperti ibumu," atau "Jangan jadi seperti bapakmu kalau sudah besar," mungkin terucap tanpa disadari betapa berbahayanya dampaknya.
Menurut Psikiater dr. Elvine Gunawan, Sp. KJ, perilaku seperti ini seperti membanting barang, menggebrak meja, atau saling mencela di hadapan anak dapat membuat anak kehilangan teladan. Anak yang seharusnya memiliki figur untuk ditiru justru menjadi bingung. Di dalam hatinya akan muncul pertanyaan mendasar seperti, "Kalau begitu, aku harus jadi seperti apa ketika besar nanti?" Kekosongan ini terjadi karena sumber utama pembentuk identitasnya, yaitu orang tua, tidak dapat menjadi contoh yang baik.
BACA JUGA:
Parenting Pasangan LDM, Tetap Bisa Mengasihi Anak Tak Terbatas Jarak
Hari Anak Nasional, 7 Cara Menjadi Orang Tua Kristen yang Siap Bagi Anak-anak
Proses pembentukan identitas atau "proses naratif identitas" ini sangatlah krusial. Ini adalah fondasi bagaimana seorang anak memahami dirinya sendiri dan bagaimana ia nanti akan berinteraksi dengan dunia sosial di sekitarnya. Ketika fondasi di rumah rapuh, anak akan mencari pengakuan dan validasi dari tempat lain yang seringkali tidak sehat.
Tidak heran, banyak anak-anak yang kemudian menggantungkan kebahagiaannya pada hal-hal di luar rumah, seperti jumlah like dan views di media sosial. dr. Elvine menjelaskan, seorang anak bisa terdiam di kamar seharian hanya karena unggahannya tidak mendapat cukup like. Mengapa? Karena dalam kesehariannya, ia mungkin tidak pernah merasakan apa itu kasih sayang dan penghargaan yang tulus dari keluarganya. Ia baru merasa bahagia dan dihargai saat mendapat validasi digital tersebut. Media sosial, dengan segala reward-nya yang bersifat sementara dan adiktif, menjadi pengganti momen pertama kali ia mendapatkan "penghargaan" yang tidak ia peroleh di rumah.
Sumber : Jawaban.com