5 Tanda Anda Terlalu “Ikut Campur” dalam Kehidupan Anak, Yuk Belajar dari Parenting Tuhan
Sumber: Canva Teams | atlasstudio

Relationship / 7 August 2025

Kalangan Sendiri

5 Tanda Anda Terlalu “Ikut Campur” dalam Kehidupan Anak, Yuk Belajar dari Parenting Tuhan

Claudia Jessica Official Writer
10059

5 tanda Anda terlalu “ikut campur” dalam kehidupan anak, yuk belajar dari parenting Tuhan.

Kalimat ini mungkin menjengkelkan bagi banyak orang tua. Siapa sih yang tidak ingin memberikan yang terbaik bagi anak?

Namun, tanpa sadar, kasih yang besar itu kadang berubah menjadi kontrol yang berlebihan. Padahal, Tuhan sendiri—sebagai Bapa yang sempurna—tidak membesarkan anak-anak-Nya dengan cara seperti itu.

Sikap terlalu ikut campur atau terlalu mengontrol, muncul saat orangtua terlibat terlalu dalam dalam setiap aspek kehidupan anak.

Tujuannya tentu baik, misalnya untuk melindungi anak dari kegagalan, kesulitan, atau rasa tidak nyaman. Tapi sayangnya, hal tersebut justru bisa merugikan perkembangan karakter anak di masa depan. Kenapa?

Berikut 5 tanda Anda mungkin terlalu ikut campur dalam kehidupan anak:

1. Anda selalu mengambil alih tanggung jawab anak

Banyak orangtua yang ingin membantu anak agar tidak merasa kewalahan. Dengan niat baik, mereka akhirnya terbiasa mengambil alih tanggung jawab yang seharusnya menjadi bagian anak, seperti mengerjakan PR, membereskan kamar, atau bahkan menyelesaikan konflik anak dengan teman.

 

BACA JUGA: Sudah Buat Kesepakatan dengan Anak Tapi Sering Dilanggar, Jangan Marah Dulu...

 

Mungkin Anda berpikir anak masih terlalu kecil atau belum cukup mampu. Namun, akibatnya, anak tidak belajar bertanggung jawab dan menjadi pribadi yang mandiri. Mereka bisa tumbuh dengan harapan bahwa orang lain akan selalu menyelesaikan masalah mereka.

2. Anda berusaha menghindarkan mereka dari kegagalan atau tantangan

Sebagai orangtua, sangat wajar jika kita tidak ingin anak terluka atau kecewa. Kadang ini muncul dari pengalaman pribadi masa lalu yang menyakitkan, sehingga kita berusaha melindungi anak dari hal serupa.

Kita mungkin terlalu cepat menyingkirkan tantangan atau menyelamatkan mereka dari situasi yang genting. Padahal, jika anak tidak pernah mengalami kegagalan atau kesulitan, mereka tidak akan pernah belajar tentang ketekunan dan keberanian.

Anak yang selalu “dilindungi” cenderung mudah menyerah saat menghadapi kenyataan hidup.

Daripada mencegah anak mengalami kegagalan, sebagai orangtua, seharusnya kita berusaha menemani dan membantu anak untuk bangkit ketika ia mengalami kegagalan.

 

BACA JUGA: Niatnya Sih Baik. Tapi, Overprotective Pada Anak Bisa Berdampak Buruk Lho..

 

3. Anda memenuhi semua keinginan anak

Keinginan untuk membahagiakan anak bisa membuat kita cenderung memanjakan mereka. Apalagi jika ada rasa bersalah karena kurang waktu bersama, atau tekanan sosial dari lingkungan sekitar.

Akhirnya, semua keinginan anak dipenuhi tanpa batas. Sayangnya, pola ini membentuk anak yang tidak belajar menunggu, tidak tahu cara mengendalikan diri, dan tidak menghargai apa yang dimilikinya.

Anak seperti ini bisa tumbuh dengan sikap mudah menuntut dan sulit bersyukur karena ia tidak terbiasa menghadapi penolakan atau kekecewaan.

4. Terlalu cepat turun tangan saat anak menghadapi masalah

Rasa sayang kadang membuat kita ingin segera turun tangan saat anak menghadapi kesulitan, baik itu pertengkaran dengan teman, tugas sekolah yang terlambat, atau rasa bosan.

Meskipun niatnya untuk membantu, tetapi terlalu sering “menyelamatkan” anak justru membuat mereka tidak belajar memecahkan masalah sendiri.

 

BACA JUGA: Anak Bertanya Tentang Kematian? Ini Cara Menjelaskannya dengan Firman Tuhan yang Sederhana

 

Anak menjadi bergantung, kurang percaya diri, dan mudah panik saat menghadapi tantangan tanpa kehadiran orangtua. Padahal, kemampuan menyelesaikan konflik dan menghadapi konsekuensi adalah bekal yang penting dalam hidup.

5. Anda menuntut anak menjadi seperti harapan Anda

Sebagian orangtua memiliki impian besar tentang siapa anak mereka seharusnya menjadi komunikatif, berprestasi, sukses seperti standar tertentu. Tak jarang, harapan itu datang dari keinginan pribadi yang belum tercapai di masa lalu.

Namun, jika anak terus-menerus ditekan untuk menjadi “versi ideal” menurut orangtuanya, mereka bisa merasa tidak cukup baik, bahkan kehilangan jati diri.

Anak perlu diterima sebagaimana adanya. Ketika kita menghargai keunikan mereka, kita sedang memberi ruang bagi mereka untuk bertumbuh sesuai rancangan Tuhan.

Tuhan Tidak Membesarkan Kita dengan Cara Itu

Sebagai orang percaya, kita dapat belajar dari cara Tuhan sebagai Bapa membimbing anak-anak-Nya. Tuhan tidak memanjakan kita.

Dalam Alkitab, kita melihat bagaimana Ia mengizinkan kita menghadapi kesulitan, bukan karena Ia tidak peduli, tetapi karena Ia tahu bahwa melalui proses itulah kita bertumbuh (Yakobus 1:2-4).

Yesus sendiri berkata bahwa di dunia ini kita akan mengalami kesusahan (Yohanes 16:33). Tetapi, kita diminta untuk tetap kuat karena Dia telah mengalahkan dunia.

Prinsip ini juga berlaku dalam mendidik anak, mereka perlu mengalami tantangan agar siap menjalani hidup dengan tangguh.

 

BACA JUGA: Mengapa Detoks Digital Penting bagi Keluarga Kristen?

 

Kembali untuk Mendidik dan Membekali, Bukan Mengendalikan/Mengontrol Anak

Anak-anak adalah titipan Tuhan. Kita sebagai orangtua hanyalah pengelola yang diberi tanggung jawab untuk membimbing mereka di jalan Tuhan (Amsal 22:6).

Artinya kita perlu melepaskan keinginan untuk mengontrol segalanya, dan mulai memberi ruang bagi anak untuk belajar dan bertumbuh.

Apa yang bisa kita lakukan:

  • Dorong anak untuk mencari solusi sendiri saat menghadapi masalah.
  • Biarkan mereka merasakan konsekuensi dari keputusan mereka.
  • Ajarkan tanggung jawab melalui tugas rumah tangga sesuai usia.
  • Hargai keunikan dan kepribadian anak, bukan menuntut mereka menjadi seperti harapan kita.

Saat kita memberi ruang dan kepercayaan, kita sedang membentuk anak-anak menjadi pribadi yang dewasa secara karakter dan iman.

Menjadi orangtua adalah proses belajar seumur hidup. Namun kita tidak sendiri. Tuhan adalah Bapa yang sempurna, dan dari-Nya kita belajar bagaimana mengasuh dengan kasih yang sehat, kasih yang membimbing tanpa mengekang, yang mempercayakan tanpa melepaskan begitu saja.

Mari serahkan anak-anak kita kepada Tuhan, dan bimbing mereka dengan hikmat dan pengharapan yang berasal dari-Nya.

Anda diberkati dengan tulisan ini? Yuk bagikan tulisan ini untuk menjadi berkat bagi mereka yang membacanya.

 

Sumber : iBelieve.com
Halaman :
1

Ikuti Kami