Raja Ampat, wilayah yang dikenal luas sebagai "Surga Terakhir di Bumi", kini terancam oleh aktivitas pertambangan nikel.
Meskipun nikel merupakan komponen penting dalam teknologi energi bersih seperti baterai kendaraan listrik, penambangannya di wilayah yang sangat sensitif secara ekologis seperti Raja Ampat dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah dan tak akan pulih.
Dampak Lingkungan yang Tidak Bisa Diabaikan
Kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya menyentuh permukaan tanah. Terumbu karang, sebagai habitat utama berbagai spesies laut, berisiko hancur akibat kegiatan penambangan.
Selain itu, pencemaran air dari limbah dan lumpur tambang dapat mengganggu kejernihan laut dan menurunkan kualitas ekosistem.
Bagi masyarakat lokal yang hidup dari perikanan dan ekowisata, dampak ini dapat mengancam mata pencaharian dan keberlangsungan hidup mereka.
Raja Ampat, Harta Karun Keanekaragaman Hayati Dunia
Sebagai jantung Segitiga Terumbu Karang dunia, Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut yang luar biasa.
Sekitar 75% spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan karang ditemukan di wilayah ini.
BACA JUGA: Atraksi Budaya Papua Ini Bikin Raja Ampat Jadi Wisata yang Makin Mempesona
Di daratan, Raja Ampat juga menjadi rumah bagi puluhan spesies mamalia dan ratusan spesies burung.
Kawasan Raja Ampat bukanlah lahan kosong, melainkan salah satu ekosistem terkaya yang masih tersisa di bumi.
Wilayah Adat yang Harus Dihormati
Tak hanya ekosistemnya, Raja Ampat adalah tanah adat yang dikelola turun-temurun oleh masyarakat asli Papua. Dengan kearifan lokal, mereka menjaga alam yang seimbang dan lestari.
Sayangnya, kebijakan pembangunan yang tidak berpihak sering mengabaikan hak-hak ulayat masyarakat ini.
Menyingkirkan mereka dari tanahnya sendiri sama saja dengan menghapus bagian penting dari identitas dan budaya Papua.
BACA JUGA: Dibalik Keindahan Raja Ampat, Deretan Rahasia Ini Perlu Kamu Tahu
Upaya Konservasi dan Ekowisata Berbasis Komunitas
Selama beberapa tahun terakhir, berbagai upaya konservasi telah dilakukan, termasuk penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang mencakup sebagian besar wilayahnya.
Ekowisata berbasis komunitas juga telah berkembang, di mana manfaat ekonomi langsung dirasakan oleh masyarakat lokal, mendorong mereka untuk menjadi penjaga lingkungan.
Melalui model ini, telah terbukti bahwa konservasi dan pembangunan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan beriringan dan memberikan nilai dalam jangka panjang yang lebih besar daripada keuntungan jangka pendek melalui pertambangan.
Sebagai umat Kristen, Allah memerintahkan kita untuk menjaga lingkungan seperti yang tertulis dalam kitab Kejadian 2:15, "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu."
BACA JUGA: Menilik Keindahan Pulau Mandeh, Raja Ampatnya Sumatera Barat
Ini adalah panggilan bagi kita untuk merawat ciptaan Tuhan, termasuk tanah, laut, dan segala makhluk yang hidup di dalamnya.
Merusak alam berarti mengingkari mandat ilahi untuk menjaga bumi yang telah dipercayakan kepada kita.
Seruan #SaveRajaAmpat yang viral di media sosial adalah salah satu aksi nyata masyarakat untuk melindungi warisan alam.
Tindakan ini juga berarti mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan industrialisasi nikel serta memastikan semua aktivitas pertambangan sesuai dengan kaidah Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), juga mengutamakan kearifan lokal dan kelestarian alam.
Sumber : Berbagai Sumber