Guru dan Nakes Diserang di Papua, PGI Mengecam Kekerasan di Anggruk
Sumber: PGI.or.id

News / 25 March 2025

Kalangan Sendiri

Guru dan Nakes Diserang di Papua, PGI Mengecam Kekerasan di Anggruk

Aprita L Ekanaru Official Writer
1938

Mereka datang untuk mengajar, merawat, dan membangun masa depan. Tapi yang mereka terima adalah peluru, kekerasan, dan kematian.

Di balik pegunungan Papua yang indah, tersembunyi luka yang dalam, luka yang menodai kemanusiaan dan mempertanyakan: Di mana keadilan? Di mana perlindungan bagi mereka yang berani melayani di medan paling berbahaya?

 

BACA JUGA: Tangani Pengungsi di Papua, PGI Himbau Gereja Harus Mengambil Peran

 

Dunia kembali berduka. Pada Jumat, 21 Maret 2025, sebuah tragedi mengerikan terjadi di Anggruk, Yahukimo, Papua Pegunungan. Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menyerang para guru dan tenaga kesehatan, orang-orang yang justru hadir untuk memulihkan, mendidik, dan menyembuhkan. Satu guru tewas, empat lainnya luka berat, dan dua orang mengalami luka ringan. Fasilitas pendidikan dan kesehatan milik gereja dibakar, menghancurkan harapan masyarakat yang sangat bergantung pada pelayanan tersebut.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dengan tegas mengecam tindakan ini. "Ini bukan hanya pelanggaran HAM, tetapi pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang paling dasar," tegas PGI dalam pernyataannya. 

Para korban adalah pahlawan tanpa tanda jasa anak-anak muda yang meninggalkan zona nyaman untuk melayani di daerah konflik. Mereka datang dengan Alkitab dan stetoskop, bukan senjata. Tapi nyawa mereka justru direnggut oleh kekejaman yang tak berperikemanusiaan.

Korban Adalah Pelayan Masyarakat

Guru dan tenaga kesehatan adalah ujung tombak pembangunan di Papua. Ketika mereka diserang, yang terluka bukan hanya fisik, tetapi juga masa depan anak-anak Papua yang kehilangan akses pendidikan dan kesehatan.

 

BACA JUGA: Mengupayakan Perdamaian dan Kepemimpinan yang Bijak untuk Papua dan Gereja Indonesia

 

Fasilitas Gereja Dibakar

Serangan ini bukan hanya ditujukan kepada individu, tetapi juga pada institusi gereja yang selama ini menjadi mercusuar harapan di tengah konflik. Membakar sekolah dan rumah sakit sama dengan membakar masa depan.

PGI Menyerukan Dialog, Bukan Kekerasan

PGI terus mendesak semua pihak untuk menghentikan eskalasi kekerasan. "Perdamaian sejati hanya bisa lahir dari dialog, bukan dari senjata," tegas mereka. Gereja tidak akan diam ketika ketidakadilan terjadi.

 

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

1. Berdoa untuk Korban dan Keluarga

Doa adalah senjata terkuat orang percaya. Kiranya Tuhan menghibur keluarga yang berduka dan memulihkan para korban yang luka.

2. Mendorong Aksi Nyata dari Pemerintah

PGI mendesak aparat hukum untuk menindak tegas pelaku. Kita juga harus bersuara, menuntut perlindungan lebih bagi warga sipil dan pekerja kemanusiaan di Papua.

3. Tidak Menyerah pada Kebencian

Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi, bahkan kepada musuh (Matius 5:44). Namun, kasih tidak berarti diam terhadap kejahatan. Kita harus berdiri di garda terdepan membela yang lemah.

Tragedi ini mengingatkan kita bahwa di balik indahnya pegunungan Papua, masih ada tangisan yang tak terdengar. Tapi gereja tidak boleh berhenti bersinar. Seperti kata PGI, "Jangan biarkan kekerasan mematikan semangat pelayanan." Mari terus berharap, berdoa, dan bertindak—karena kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan bersinar seperti fajar.

"Sebab TUHAN mencintai keadilan, dan tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya." (Mazmur 37:28)

Bagikan artikel ini agar semakin banyak orang yang berdoa untuk perdamaian di Papua.

Sumber : PGI.or.id | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami