Pulau Sumba, yang dahulu dikenal sebagai tanah dengan peperangan, perampokan, perdagangan budak, dan praktik poligami, kini telah berubah menjadi ladang Injil yang subur.
Sejarah Kekristenan di Pulau Sumba dimulai dengan berbagai tantangan besar yang menghalangi masuknya pekabaran Injil. Namun, berkat kerja keras para misionaris dan jemaat setempat, Injil akhirnya menemukan jalannya ke hati masyarakat Sumba.
Tantangan Besar dalam Penyebaran Injil
Pada pertengahan abad ke-19, Pulau Sumba masih terisolasi dari pengaruh kolonial Belanda dan mayoritas penduduknya menganut kepercayaan Marapu.
Struktur sosial yang terdiri dari kaum pembesar, kaum merdeka, dan kaum budak turut memperkuat tembok pemisah bagi Injil.
Di tengah kondisi ini, para misionaris yang diutus ke Sumba harus menghadapi perlawanan, baik secara budaya maupun sosial.
Salah satu langkah awal yang dilakukan untuk menyebarkan Injil adalah melalui program transmigrasi orang-orang Kristen dari Pulau Sabu ke Sumba.
Mereka diharapkan menjadi komunitas percontohan yang mampu mengurangi konflik perampokan dan perdagangan budak yang marak terjadi saat itu.
Namun, ekspektasi ini tidak selalu berjalan mulus karena adanya konflik antara masyarakat asli Sumba dan komunitas Kristen dari Sabu.
Perjuangan Misionaris dan Awal Pekabaran Injil
Pada tahun 1907, pos zending pertama untuk menjangkau masyarakat asli Sumba resmi dibuka.
Pendidikan menjadi salah satu sarana utama dalam pekabaran Injil, dengan para guru dari Ambon, Rote, dan Sabu yang selain aktif mengajar, juga aktif dalam pemberitaan Injil.
Namun, perlawanan tetap terjadi. Berulang kali rumah pendeta, pos pelayanan, dan sekolah menjadi sasaran pembakaran oleh pihak yang menolak Injil.
Meski menghadapi berbagai tantangan, pada tahun 1915, beberapa orang asli Sumba akhirnya dibaptis.
Perkembangan gereja terus berlangsung hingga pada tahun 1947, berdirilah Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), yang menandai kemandirian gereja di wilayah ini.
Perkembangan Kekristenan di Sumba Saat Ini
Saat ini, Gereja Kristen Sumba (GKS) terus berkembang dengan jumlah jemaat yang semakin besar.
Data terbaru mencatat bahwa GKS memiliki lebih dari 386.000 jemaat yang tersebar di ratusan gereja di seluruh Pulau Sumba.
Perjalanan panjang ini menunjukkan bagaimana Injil mampu menembus berbagai tantangan dan membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat Sumba.
Namun, kisah ini belum lengkap tanpa peran para misionaris dalam membangun gereja yang mandiri di tengah tantangan yang begitu besar.
Bagaimana kelanjutannya? Simak selengkapnya dalam video Jejak Misi di Pulau Sumba yang tayang di YouTube Jawaban Channel!
Sumber : YouTube Jawaban Channel