Tahukah Anda bahwa dahulu tanah Batak terkenal dengan kisah adat kanibalisme yang menggemparkan dunia?
Sebut saja Marco Polo, Thomas Stanford Raffles, dan Oscar Von Kastle, yang mencatat tradisi tersebut.
Namun, semua itu berubah ketika misi penginjilan masuk ke tanah Batak.
Apa yang sebenarnya terjadi sehingga adat yang kontroversial ini digantikan oleh nilai-nilai baru yang membawa harapan?
Mari kita telusuri jejak kekristenan di Tanah Batak.
Perubahan Tradisi Batak Sebelum Injil Masuk
Suku Batak dikenal dengan tradisi adat yang sangat kuat, yang meliputi semua aspek kehidupan, dari kelahiran hingga kematian.
Sebelum Injil masuk, mereka menganut animisme dan dinamisme, dengan mata pencaharian utama berupa bercocok tanam, berternak, dan berladang.
Masyarakat Batak juga sering bertransaksi di pasar-pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Namun, ada satu hal yang membedakan mereka: keengganan terhadap orang luar, termasuk orang-orang Barat yang mereka anggap sebagai penjajah.
Perang antar suku dan permusuhan antar kampung kerap terjadi, yang bahkan sering berujung pada pembunuhan dan saling balas dendam.
Misi Penginjilan yang Mengubah Tanah Batak
Halaman selanjutnya →
Segalanya berubah ketika para misionaris datang ke tanah Batak dengan membawa Injil.
Perjalanan penginjilan mereka penuh tantangan, mulai dari medan yang berat hingga ancaman terhadap nyawa.
Namun, berkat ketekunan mereka, benih iman mulai ditanamkan, dan gereja pertama berdiri di tanah Batak. Transformasi besar pun terjadi.
Pada tahun 1824, misionaris Nathan Worth dan Richard Burton dari Inggris memulai misi penginjilan mereka di tanah Batak.
Meskipun awalnya diterima dengan baik, perjalanan mereka terhenti karena kesalahpahaman yang terjadi dengan penduduk setempat.
Mereka diusir karena salah tafsir terhadap khotbah mereka.
Tidak lama kemudian, Samuel Munson dan Henry Layman, misionaris dari Amerika, tiba di Sibolga pada tahun 1834.
Sayangnya, mereka juga menjadi martir setelah ditangkap dan dibunuh di Silindung.
Berdirinya HKBP dan Perkembangan Misi Kristen
Puncak dari perjalanan misi penginjilan ini terjadi pada 7 Oktober 1861, ketika HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) didirikan.
Halaman selanjutnya →
Misionaris Ludwig Ingwer Nommensen, yang datang ke Sumatera pada tahun 1862, turut membawa misi Amanat Agung dan mengembangkan pelayanan Kristen di Tanah Batak dengan pesat.
Selama masa pelayanannya, Nommensen banyak menghadapi tantangan, namun melalui kebijaksanaan dan ketekunannya, ia berhasil menanamkan ajaran Kristen di hati masyarakat Batak.
Namun, kisah perjalanan misi penginjilan ini tidak berhenti begitu saja.
Transformasi besar yang terjadi di tanah Batak, dari masyarakat yang awalnya kuat dengan tradisi okultisme dan kanibalisme, berlanjut pada perubahan besar dalam dunia pendidikan dan kesehatan.
Gereja-gereja Batak, seperti HKBP, GBKP, dan GKPS, memberikan kontribusi luar biasa dalam mengembangkan kualitas hidup masyarakat.
Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?
Bagaimana kisah perjalanan para misionaris ini akhirnya membawa perubahan yang luar biasa, tidak hanya di bidang rohani tetapi juga dalam bidang pendidikan dan kesehatan?
Untuk mengetahui lebih lengkap tentang perjalanan panjang ini, saksikan video lengkapnya di YouTube Jawaban Channel.
Sumber : YouTube Jawaban Channel