Pada tahun 1995, Jakarta untuk pertama kalinya menyaksikan keajaiban telepon genggam. Saat itu, telepon yang dapat dibawa ke mana-mana terasa seperti mukjizat teknologi. Kini, hampir tiga dekade kemudian, kita hidup di era yang jauh lebih canggih, era Artificial Intelligence (AI).
AI telah merevolusi berbagai aspek kehidupan. Teknologi ini mampu menganalisis data, meningkatkan produktivitas, bahkan mendeteksi penyakit. Namun, di balik keunggulan ini, ada tantangan yang perlu kita cermati, terutama dalam sektor pendidikan dan parenting.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah dampak AI pada anak-anak. Di satu sisi, teknologi ini dapat membantu mereka belajar lebih cepat dan efisien.
Namun di sisi lain, penggunaan gadget yang berlebihan sejak dini bisa menjadi "pengganti" orang tua. Ini menimbulkan pertanyaan besar: "Bagaimana cara orang tua dapat mendampingi anak-anak mereka agar tidak hanya menjadi pengguna pasif teknologi, tetapi juga individu yang tetap kreatif dan kritis?"
Menurut para ahli, anak-anak belajar melalui pengulangan dan teladan. Orang tua tidak cukup hanya memberi nasihat; mereka harus menjadi role model. Ketika teknologi semakin mendominasi, bagaimana kita bisa memastikan nilai-nilai tradisional tetap diajarkan?
Tantangan ini semakin nyata ketika kita melihat tren seperti di India, di mana muncul jasa joki jawaban ujian berbasis AI dengan biaya ratusan juta rupiah. Fenomena ini menegaskan bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan pendidikan etika yang kuat.
Video ini akan mengupas tuntas bagaimana AI memengaruhi generasi muda, strategi parenting yang relevan di era digital, dan langkah-langkah untuk menciptakan keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai keluarga.
Jangan lewatkan, karena ini lebih dari sekadar informasi. Ini adalah panduan untuk masa depan kita bersama.
Tonton videonya sekarang dan temukan jawabannya!
Sumber : Jawaban.com