Lamniar (34 tahun) setiap hari harus berjuang sendiri, bekerja di toko online sambil merawat putrinya, Kezia Silitonga, yang kini duduk di kelas 3 SD. Mereka tinggal di rumah kontrakan sederhana. Lamniar menghadapi masa-masa sulit tanpa dukungan dari keluarga maupun orang-orang terdekat.
Tekanan hidup membuat Lamniar sering melampiaskan emosinya kepada Kezia. Ia mudah marah dan melakukan kekerasan fisik seperti memukul dan mencubit putrinya. Kezia pun tumbuh menjadi anak yang tertekan dan sering merasa takut. Saat di sekolah, ia merasa minder karena sering dibandingkan dengan anak-anak lain yang mendapatkan perhatian penuh dari orang tua mereka.
Namun, hidupnya mulai berubah setelah mengikuti program The Parenting Project di GBI Efata Sampali. Program ini menghadirkan 7 sesi pertemuan yang dipandu oleh fasilitator.
BACA JUGA : Menjadi Orangtua dengan Tidak Mewariskan Luka Masa Kecil ke Anak
Saat menonton salah satu video dalam kegiatan tersebut, Lamniar menangis terisak, menyadari kesalahan besar dalam mendidik Kezia dengan kekerasan, bukan kasih sayang.
“Saya jadi menyadari apa yang saya lakukan saat ini pada anak adalah bawaan dari bagaimana saya diperlakukan di masa kecil. Makanya saat saya belajar ilmu parentingnya, saya sampai menangis...” ungkap Lamniar.
Sejak kecil, Lamniar tinggal bersama opungnya dan tidak pernah merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Opungnya mendidik dengan cara yang keras, hampir seperti disiplin militer. Kata-kata kasar dan menyakitkan sering ia terima, meninggalkan luka mendalam yang masih membekas hingga kini.
Sumber : Jawaban.com