Tangani Pengungsi di Papua, PGI Himbau Gereja Harus Mengambil Peran
Sumber: PGI.or.id

News / 20 September 2024

Kalangan Sendiri

Tangani Pengungsi di Papua, PGI Himbau Gereja Harus Mengambil Peran

Aprita L Ekanaru Official Writer
199

Ketika mendengar kata "pengungsi," mungkin banyak yang langsung teringat akan tempat-tempat jauh dari Indonesia. Namun, kenyataannya, Papua menjadi salah satu wilayah di tanah air yang menghadapi krisis pengungsi internal (IDP) yang memprihatinkan.

Konflik bersenjata di Papua telah memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka, hidup dalam ketidakpastian, bahkan hingga bertahun-tahun. Di tengah krisis ini, peran gereja menjadi semakin penting dan perlu diarusutamakan dalam upaya penanganan pengungsi di Papua.

Laporan penelitian yang didukung oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Dewan Gereja Papua Barat, mengungkapkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Data dikumpulkan dari 70 pengungsi di empat kawasan utama: Maybrat, Sorong, Nabire, dan Wamena, pada Juli-Agustus 2024. Penelitian ini memberikan gambaran langsung dari lapangan tentang situasi pengungsi yang mayoritas berasal dari penduduk asli Papua.

Salah satu temuan penting adalah bahwa 99% pengungsi adalah penduduk asli Papua yang melarikan diri dari konflik bersenjata. Krisis pengungsi ini bukan masalah sementara, melainkan sudah menjadi masalah kronis. Sebanyak 66% dari pengungsi menyatakan bahwa mereka merasa tidak aman di tempat pengungsian mereka saat ini, dan banyak yang sudah tinggal berpindah-pindah selama lebih dari tiga tahun, bahkan ada yang selama 16 bulan bertahan di hutan.

Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar. Sebanyak 97% pengungsi kekurangan makanan, 87% memerlukan layanan kesehatan, 81% kehilangan mata pencaharian, dan 90% anak-anak pengungsi tidak dapat mengakses pendidikan. Bantuan yang datang pun terbatas. Kelompok gereja memberikan bantuan bagi 30% pengungsi, sementara keluarga dan LSM juga berperan membantu. Namun, bantuan pemerintah daerah dilaporkan sangat minim, dengan separuh responden mengaku tidak menerima bantuan sama sekali selama tiga tahun terakhir.

Dalam konteks ini, gereja memegang peran strategis. Pdt. Jacky Manuputty, Sekretaris Umum PGI, menegaskan bahwa gereja tidak hanya dilihat sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai aktor penting yang berdiri bersama pengungsi, memberikan dukungan moral dan material di tengah situasi yang sulit. Pdt. Jacky juga menyampaikan apresiasinya terhadap penelitian ini karena memberikan suara langsung dari para pengungsi, menyoroti kondisi mereka yang membutuhkan perhatian segera.

Tak hanya itu, laporan ini juga menunjukkan betapa lemahnya peran negara dalam menangani krisis pengungsi di Papua. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengecam ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib pengungsi yang sudah bertahun-tahun hidup dalam ketidakpastian. Situasi ini menurutnya harus segera diatasi oleh pemerintah.

Dalam menghadapi krisis pengungsi ini, peran gereja, kolaborasi lintas sektor, serta inisiatif yang lebih terdesentralisasi sangatlah dibutuhkan. Gereja dapat menjadi penggerak utama dalam mengadvokasi hak-hak pengungsi, memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi, serta membangun jaringan dukungan yang lebih luas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengarusutamakan peran gereja dalam penanganan pengungsi di Papua agar krisis ini dapat diatasi dengan lebih efektif dan berkelanjutan.

Bagikan artikel ini untuk meningkatkan kesadaran tentang krisis pengungsi di Papua dan peran penting gereja dalam membantu mereka. Bersama, kita bisa mendorong perubahan nyata bagi mereka yang membutuhkan dukungan.

Sumber : PGI.or.id
Halaman :
1

Ikuti Kami