Fenomena bapak rumah tangga semakin ramai di China, seiring dengan semakin banyaknya pria yang memutuskan meninggalkan karier mereka untuk fokus mengurus anak dan keluarga.
Salah satu contoh adalah Chen, mantan manajer proyek yang memutuskan berhenti bekerja dan menjadi bapak rumah tangga penuh waktu.
Keputusannya ini bertujuan untuk lebih dekat dengan anak-anaknya dan menjadi sosok ayah yang lebih dari sekadar penyokong finansial.
Chen menyadari bahwa meskipun bekerja keras untuk karier dan mendapatkan penghasilan, hal tersebut tidak selalu menjadi kebutuhan utama keluarganya.
“Ketika Anda bekerja, Anda memimpikan karir yang hebat dan uang ini akan membantu keluarga Anda. Tetapi tidak ada yang pasti, dan gaji belum tentu merupakan hal yang paling dibutuhkan keluarga Anda,” ujar Chen seperti yang dikutip dari AFP pada (19/09).
Keputusannya ini juga memberi kesempatan bagi istrinya, Mao Li, yang merupakan penulis buku bestseller tentang bapak rumah tangga, untuk lebih fokus pada kariernya.
Mao Li mengakui bahwa kehadiran suaminya di rumah memberikan bantuan besar dalam mengurus anak-anak.
Fenomena bapak rumah tangga di China terus meningkat seiring dengan perubahan sosial dan peran gender.
Survei tahun 2019 menunjukkan bahwa setengah dari pria China setuju untuk menjadi bapak rumah tangga, naik drastis dari hanya 17% pada tahun 2007.
Hal ini bertepatan dengan meningkatnya hak-hak perempuan dan akses mereka ke pendidikan serta pekerjaan, membuat banyak pasangan mempertimbangkan kembali pembagian peran tradisional di rumah.
Menurut Pan Xingzhi, pendiri platform konseling psikologis daring, peningkatan jumlah bapak rumah tangga juga berkaitan dengan efisiensi finansial.
"Orang-orang juga melihat 'nilai uang', bagi pasangan, mengabaikan gaji dan mengurus bayi mereka sendiri seringkali lebih murah daripada menyewa pengasuh atau pengasuh anak," jelasnya.
Kisah Ayah Lainnya Sebagai Bapak Rumah Tangga Modern
Chang Wenhao, seorang kreator konten dan pengusaha pendidikan, juga merupakan salah satu contoh bapak rumah tangga yang memutuskan untuk menyesuaikan jam kerjanya agar dapat menghabiskan 80% waktunya dengan anak-anaknya.
Chang aktif mengajak anak-anaknya yang berusia lima dan tujuh tahun untuk berkemah, bersepeda, dan mendaki gunung.
Ia merasa bahwa peran ini memungkinkan dirinya untuk memberikan pelajaran hidup yang tidak bisa diajarkan di sekolah.
Namun, tidak semua masyarakat mendukung tren ini. Banyak generasi tua di China yang masih berpegang pada pandangan bahwa ayah seharusnya bekerja untuk menafkahi keluarga.
Xu Xiaolin, seorang bapak rumah tangga lainnya, menceritakan tekanan dari keluarganya untuk kembali bekerja, yang dianggap sebagai tanggung jawab utama seorang ayah.
Meski ada tantangan dan pandangan konservatif, tren bapak rumah tangga di China semakin berkembang, terutama di kalangan generasi muda.
Bagi para ayah seperti Chen, Chang, dan Xu, menjadi bapak rumah tangga bukan hanya soal mengurus anak, tetapi juga membangun hubungan yang lebih mendalam dengan keluarga, serta menyesuaikan diri dengan perubahan peran gender di masyarakat modern.
Bagaimana pendapat Anda, apakah Anda setuju dengan tren ini?
Sumber : CNBC Indonesia