Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang membahas persyaratan dan ketentuan mengenai aborsi.
Dalam Pasal 116, aborsi umumnya dilarang kecuali dalam kondisi darurat medis atau jika kehamilan disebabkan oleh tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Pasal ini menyatakan, "Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana."
BACA JUGA: Dukung Aborsi, Paus Fransiskus Ucapkan Ini ke Presiden AS Joe Biden
Indikasi kedaruratan medis mencakup kondisi yang mengancam kesehatan ibu atau cacat bawaan pada janin yang mengurangi peluang hidupnya setelah lahir.
Pasal 122 menetapkan bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dengan persetujuan perempuan hamil dan suaminya, kecuali dalam kasus korban perkosaan atau kekerasan seksual.
Korban harus memiliki surat keterangan dari penyidik terkait dugaan kejahatan tersebut, serta surat dari dokter mengenai usia kehamilan sesuai dengan kejadian.
Pasal 120 mengatur pembentukan tim pertimbangan dan dokter untuk memutuskan perlunya aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Pelayanan aborsi harus dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan standar yang ditetapkan oleh menteri dan oleh tenaga medis yang kompeten. Pasal 123 menyatakan tenaga medis wajib memberikan pendampingan dan konseling sebelum aborsi dilakukan.
BACA JUGA: Aborsi dan Prinsip Dasar Kehidupan Menurut Alkitab
Namun, korban perkosaan atau kekerasan seksual boleh memilih untuk tidak melakukan aborsi dan akan mendapatkan pendampingan selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juga membahas aborsi pada Pasal 60. Dilansir dari Kompas.com, salinan UU ini diterima dari anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher.
Aborsi diperbolehkan dalam kondisi tertentu, hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten, dan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat menteri. Aborsi harus mendapat persetujuan perempuan hamil dan suaminya, kecuali korban perkosaan.
Ketentuan pidana terkait aborsi diatur dalam Pasal 427 hingga 429. Pasal 427 menyatakan bahwa perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai kriteria dapat dipidana penjara hingga empat tahun.
Pasal 428 ayat (1) menetapkan bahwa orang yang melakukan aborsi tanpa memenuhi ketentuan Pasal 60 dapat dipidana lima tahun jika dengan persetujuan perempuan, dan 12 tahun jika tanpa persetujuan.
BACA JUGA: #KataAlkitab: Alkitab Punya Aturan Aborsi?
Jika aborsi dengan persetujuan mengakibatkan kematian perempuan, pelaku dipidana delapan tahun, dan 15 tahun jika tanpa persetujuan.
Tenaga medis yang melakukan aborsi di luar ketentuan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu atau hak menjalankan profesi tertentu, kecuali bagi mereka yang menangani korban perkosaan atau kekerasan seksual sesuai Pasal 60, seperti diatur dalam Pasal 429 ayat (3).
Sumber : kompas.com