Haruskah Orang Tua Libatkan Anak dalam Konflik Rumah Tangga?

Parenting / 13 March 2024

Kalangan Sendiri

Haruskah Orang Tua Libatkan Anak dalam Konflik Rumah Tangga?

Aprita L Ekanaru Official Writer
680

Pasangan ABMJ (istri) dan AW (suami) telah menjadi sorotan media setelah video mereka yang beredar di media sosial. Dugaan perselingkuhan dan pertikaian mengenai hak asuh anak menjadi pusat perhatian publik. Kasus ini mendapat perhatian luas sejak video mereka tersebar di berbagai media sosial, bahkan mencapai media di Singapura dan Malaysia.

AW telah memberikan klarifikasi mengenai tuduhan yang diarahkan kepadanya dan menyangkal telah berselingkuh. ABMJ juga telah memberikan tanggapan terhadap tudingan yang diberikan kepadanya. Namun yang memilukan dari kasus ini adalah nasib dari keempat anak mereka. Menurut laporan terbaru, AW membawa keempat anaknya tersebut ke Malaysia, dan ada kekhawatiran tentang kesejahteraan mereka, terutama bayi yang masih membutuhkan ASI. Belum lagi mereka harus terekspos oleh media karena konflik yang sedang dihadapi oleh kedua orang tuanya. Ada juga informasi bahwa putri sulung mereka pernah mencoba mengakhiri hidupnya karena tekanan yang dihadapi.

Dalam salah satu wawancara di sebuah media, artis sekaligus podcaster Denny Sumargo yang juga sempat mewawancarai ABMJ di podcastnya memberikan statement bahwa, "Saya nggak tahu masalah rumah tangga mereka seperti apa, dan saya tidak tahu siapa yang benar, siapa yang salah. Netizen yang mungkin bisa menilai sendiri. Yang paling pasti masalah mereka itu harus selesai di pengadilan keluarga di Singapura. Setau saya family court, bukan di public court. Sekarang masalahnya dibawa ke public court, jadinya saya meyayangkan sekali. Anak yang tidak perlu hadir, nongol, ngapain gitu loh? This is parents, please stop it! Anak di bawah umur, donn't go there! What ever is that, donn't go there! Karena kalau mau protek anak itu donn't bring it your problem's parents, itu tuh poin gue."

Apakah konflik diantara orang tua harus melibatkan anak-anak di bawah umur? Apa saja dampak yang akan diterima anak-anak yang dilibatkan dalam konflik kedua orang tuanya? 

Dilansir dari berbagai sumber, anak yang mengalami kesulitan emosional karena adanya konfik diantara kedua orang tuanya akan mengalami tanda-tanda meliputi:

  • Perubahan perilaku yang signifikan: Anak mungkin menunjukkan perubahan perilaku yang drastis, seperti menjadi lebih agresif, menarik diri, atau bertingkah laku yang tidak biasa bagi mereka.
  • Perubahan Pola Tidur atau Makan: Anak mungkin mengalami kesulitan tidur atau mengubah pola makan mereka, yang bisa menjadi tanda stres atau kecemasan.
  • Mood yang berfluktuasi: Anak mungkin memiliki suasana hati yang sangat berubah-ubah, dari marah hingga sedih, tanpa alasan yang jelas.
  • Kesulitan dalam belajar: Anak mungkin mengalami penurunan kinerja akademik atau kehilangan minat terhadap sekolah dan kegiatan belajar.
  • Perilaku Regresif: Anak mungkin kembali ke perilaku yang lebih cocok untuk anak yang lebih muda, seperti mengompol atau mengisap jempol.
  • Masalah dengan teman sebaya: Anak mungkin kesulitan menjalin atau mempertahankan pertemanan, yang bisa menjadi indikasi bahwa mereka sedang berjuang dengan masalah emosional.
  • Perilaku mencari perhatian: Anak mungkin bertindak untuk mendapatkan perhatian, yang bisa berupa perilaku negatif atau positif.
  • Kesulitan mengontrol emosi: Anak mungkin sering berteriak atau menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang mereka buat, menunjukkan bahwa mereka kesulitan mengontrol emosi mereka.
  • Tanda-tanda stres fisik: Anak mungkin menunjukkan tanda-tanda stres fisik seperti sakit perut atau kepala, yang sering kali terkait dengan kecemasan atau stres.
  • Pengasingan sosial: Anak mungkin lebih memilih untuk menyendiri daripada menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman-teman.
  • Penggunaan Kata-kata Negatif: Anak mungkin menggunakan kata-kata atau frasa negatif saat berbicara tentang diri sendiri atau situasi mereka.

 

BACA HALAMAN SELANJUTNYA >>

Menurut para ahli, kesulitan emosional yang dialami selama masa kanak-kanak dapat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan pada kesehatan mental seseorang saat dewasa. Berikut adalah beberapa temuan dari penelitian dan pendapat ahli:

1. Pengaruh Lingkungan

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak mendukung atau berbahaya dapat mengalami gangguan dalam perkembangan otak normal, yang mempengaruhi cara mereka memproses informasi dan emosi1.

2. Risiko Kesehatan Mental

Individu yang mengalami masa kecil yang buruk sering kali menghadapi tantangan kesehatan mental yang lebih besar saat dewasa, termasuk risiko yang lebih tinggi untuk depresi, kecemasan, gangguan makan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD)1.

3. Masalah Hubungan

Anak-anak yang emosinya diabaikan cenderung mengalami kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat saat dewasa2.

4. Perilaku Destructive

Anak yang emosinya diabaikan mungkin cenderung mengembangkan perilaku destructive sebagai cara untuk mengatasi emosi mereka yang terpendam2.

5. Harga Diri yang Rendah

Anak yang emosinya diabaikan mungkin memiliki harga diri yang rendah dan merasa tidak berharga, yang dapat memengaruhi rasa percaya diri dan harga diri mereka saat dewasa2.

6. Kesulitan Mengatasi Stres

Anak yang tidak diajarkan cara mengelola emosi mungkin akan memiliki kesulitan dalam mengatasi stres.

 

Selanjutnya, bagaimana cara mengatasi dampak emosional yang telah terjadi pada anak-anak? 

Mengatasi dampak emosional pada anak-anak membutuhkan pendekatan yang holistik dan berkesinambungan, dengan mempertimbangkan usia, tingkat keparahan, dan jenis dampak emosional yang dialami. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Ciptakan Lingkungan yang Aman dan Mendukung:

  • Membangun Rasa Percaya: Tunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada anak. Luangkan waktu berkualitas untuk bermain, bercakap-cakap, dan mendengarkan mereka dengan penuh perhatian.
  • Menjaga Keamanan dan Stabilitas: Pastikan anak merasa aman dan terlindungi di lingkungannya. Buatlah rutinitas yang konsisten dan bantu mereka memahami situasi yang terjadi dengan bahasa yang mudah dimengerti.

2. Membantu Anak Mengidentifikasi dan Memahami Emosi:

  • Ajarkan Kosakata Emosi: Bantu anak memahami dan mengidentifikasi berbagai jenis emosi, seperti senang, sedih, marah, takut, dan frustrasi. Gunakan kata-kata yang sesuai dengan usia mereka.
  • Validasi Perasaan: Terimalah dan akui perasaan anak tanpa menghakimi. Biarkan mereka tahu bahwa semua perasaan itu wajar dan mereka boleh merasakannya.

3. Mengembangkan Keterampilan Mengelola Emosi:

  • Teknik Menenangkan Diri: Ajarkan teknik relaksasi sederhana seperti pernapasan dalam, meditasi, atau visualisasi untuk membantu mereka menenangkan diri saat merasa cemas atau marah.
  • Strategi Komunikasi: Bantu anak belajar mengekspresikan perasaannya dengan cara yang sehat dan efektif, baik melalui kata-kata, gambar, atau permainan peran.

4. Mendukung Perkembangan Emosional Anak:

  • Bermain: Bermainlah dengan anak dan ciptakan suasana yang menyenangkan. Bermain dapat membantu anak belajar dan memproses emosinya dengan cara yang aman dan terarah.
  • Buku Cerita: Bacakan buku cerita yang membahas tentang berbagai jenis emosi dan cara mengatasinya.
  • Puji dan Dorongan: Berikan pujian dan dorongan kepada anak saat mereka berhasil mengelola emosinya dengan baik.

5. Mencari Bantuan Profesional:

Jika dampak emosional yang dialami anak cukup parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional.

Dengan adanya tantangan ini CBN merancang seri pengajaran 'parenting' yang sederhana, menginspirasi, dan alkitabiah. Dengan total 11 modul, The Parenting Project bertujuan untuk membantu setiap gereja lokal melatih para orang tua menjadi lebih baik bagi anak-anak mereka. KLIK DI SINI.

Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com
Halaman :
Tampilkan per Halaman

Ikuti Kami